Plt. Ketua Umum Dewan Sawit Indonesia Sahat Sinaga, dilansir dari laman Majalah Sawit Indonesia pada Kamis (9/6), menjelaskan, awal mula penggunaan sterilisasi di pabrik sawit telah dimulai sejak 1922 untuk melunakkan daging buah sawit (mesocarp). Sementara di Afrika, negara yang menjadi asal tanaman sawit menggunakan stew process dengan bejana terbuka.
Hingga sekarang, proses sterilisasi konvensional dengan uap masih berlangsung di pabrik kelapa sawit. Dikatakan Sahat, aplikasi sterilisasi memberikan sejumlah dampak bagi pabrik yaitu losses minyak cukup besar berkisar 4 – 5 persen, konsumsi energi (steam dan juga listrik) yang tinggi sebesar 280-350 kg steam untuk sterilisasi/ton TBS; 18 -20 Kw/ton TTS, dan menghasilkan emisi karbon tinggi sekitar 1.296 kg CO2 eq/ton CPO yang dihasilkan.
Sahat mengatakan di bulan Juni akan ada steam less palm oil technology atau Teknologi Pabrik Minyak Sawit Tanpa Uap. Tanpa adanya penggunaan steam (uap), pabrik sawit tidak membutuhkan air sungai sehingga dapat menekan emisi karbon.
Keunggulan teknologi ini juga menjadikan minyak sawit dapat menekan kandungan 3MCPD. Manfaat lainnya ialah teknologi non sterilisasi ini dapat meningkatkan hasil produksi dari tandan buah segar (TBS) menjadi RBD Palm Oil hingga 5 persen.
“Teknologi tanpa steam akan efisien dalam penggunaan energi listrik. Begitupula emisi karbon akan lebih rendah,” kata Sahat.
Menurut Sahat, teknologi ini lebih tepat digunakan kelompok tani agar meningkatkan posisi tawarnya. Teknologi ini akan dikembangkan petani rakyat yang dapat diaplikasikan di 24 provinsi sentra sawit.
Sumber: republika.co.id
Artikel Terkait
Agar Petani Tidak Rugi, Prabowo Minta Bulog Wajib Beli Gabah Rp 6.500 Per Kilogram
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?