'Jokowi Layak Mendapat Vonis Mati'
Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Dasar Argumentasi Hukum
Judul ini didasarkan pada argumentasi hukum yang bersumber dari kajian empiris serta analisis hukum pidana.
Berdasarkan prinsip hukum kumulatif atau concursus delik, Jokowi telah diduga melakukan berbagai tindak pidana berat yang masuk dalam kategori “super ordinary crime.”
Beberapa tindakannya memiliki ancaman hukuman mulai dari 12 tahun penjara hingga hukuman seumur hidup, bahkan hukuman mati.
Dalam konteks teori hukum pidana, terdapat dua kategori sistem hukum yang diduga dilanggar oleh Jokowi, yaitu pidana umum (lex generalis) dan pidana khusus (lex specialis).
Tindakannya mencakup nepotisme, obstruksi hukum, pembiaran kejahatan, kebohongan publik, serta dugaan makar/aanslag melalui kebijakan politik hukum yang berorientasi pada kepentingan asing.
Daftar Dugaan Kejahatan Jokowi
Berikut adalah beberapa tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat:
- Pembiaran wacana tiga periode, di mana terdapat dugaan kuat bahwa Jokowi sendiri adalah dalang utamanya.
- Nepotisme dalam pengangkatan Gibran Rakabuming Raka dan Anwar Usman.
- Obstruksi hukum terhadap KPK terkait laporan gratifikasi Gibran dan Kaesang.
- Obstruksi hukum terhadap laporan kasus Kaesang.
- Obstruksi hukum terhadap laporan Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu.
- Obstruksi hukum terhadap laporan Airlangga Hartarto.
- Obstruksi hukum terhadap Muhaimin Iskandar.
- Pembiaran stagnasi kasus KM 50.
- Obstruksi dan pembiaran atas 894 kematian petugas KPPS.
- Obstruksi dan pembiaran tragedi Stadion Kanjuruhan.
- Kebohongan publik dalam berbagai kasus, termasuk dugaan ijazah palsu.
- Ancaman terhadap kerahasiaan negara melalui proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), yang melibatkan tenaga kerja asing (TKA) dari China, berpotensi membocorkan rahasia pertahanan negara.
- Terlibat dalam rencana makar/aanslag, termasuk kebijakan yang memungkinkan warga negara asing memiliki Hak Guna Usaha (HGU) hingga 190 tahun.
- Terlibat dalam proyek strategis nasional (PSN) yang berorientasi pada kepentingan asing, seperti proyek PIK 2.
Landasan Hukum
A. Concursus Realis
Jokowi dapat dituntut berdasarkan prinsip kumulasi hukum (concursus realis), karena setiap tindakannya terjadi pada waktu yang berbeda dengan modus operandi yang beragam.
Sebagian besar dari tindakannya masuk dalam kategori delik formal dan materiil yang telah menimbulkan akibat hukum.
B. Faktor Pemberat Hukuman
Sesuai Pasal 52 KUHP, pelaku yang menyalahgunakan jabatan untuk melakukan tindak pidana berhak mendapatkan tambahan hukuman sepertiga dari ancaman hukuman terberat.
C. Tidak Daluwarsa
Mayoritas tindak pidana yang dilakukan belum melewati masa daluwarsa, terutama mengingat dampak hukum progresif dan besarnya kerugian konstitusional bagi ratusan juta warga negara Indonesia.
D. Faktor Pembebasan dari Hukuman
Satu-satunya faktor yang dapat membebaskan Jokowi dari ancaman hukuman adalah Pasal 44 KUHP, yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dihukum apabila terbukti memiliki gangguan jiwa.
Namun, dengan melihat pola kebijakan dan strategi politiknya, sulit untuk membuktikan bahwa Jokowi mengalami gangguan mental
Lebih tepat jika dikatakan bahwa Jokowi mengalami “kegilaan” terhadap kekuasaan.
Kesimpulan Hukum
Berdasarkan seluruh fakta dan analisis di atas, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki dasar yang kuat untuk menuntut hukuman mati terhadap Jokowi.
Majelis Hakim juga berhak menjatuhkan vonis tertinggi atas akumulasi pelanggaran hukum yang telah dilakukan.
Tentang Penulis:
Penulis adalah dosen hukum acara pidana dan hukum pidana di Universitas Satya Gama, Jakarta Barat.
Pakar dalam bidang Peran Serta Masyarakat serta Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. ***
Artikel Terkait
Bukan Mobil atau Motor, Pria Ini Naik Babi Terobos Banjir
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?