Penjelasan tersebut dipaparkan Menkeu dalam pidato Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2023. Tema yang diangkat dalam KEM PPKF tahun 2023 adalah "Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan".
Selaras dengan tema tersebut, Menkeu menjelaskan bahwa pemerintah akan menempuh dua strategi. Pertama, memfokuskan anggaran untuk penguatan kualitas SDM, akselerasi pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi dan regulasi, revitalisasi industri, dan mendorong pembangunan ekonomi hijau.
"Kedua, meningkatkan efektivitas transformasi ekonomi didukung dengan reformasi fiskal yang holistik melalui mobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal, konsistensi penguatan spending better untuk efisiensi dan efektivitas belanja, serta terus mendorong pengembangan pembiayaan yang kreatif dan inovatif," ujar Menkeu Sri Mulyani, mengutip dari siaran resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jumat (3/6/2022).
Pemerintah menentukan usulan kisaran indikator ekonomi makro sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN 2023 dilakukan secara hati-hati serta mempertimbangkan berbagai risiko dan potensi pemulihan ekonomi nasional di tahun depan.
Dalam KEM PPKF tahun 2023, pemerintah mengusulkan pertumbuhan ekonomi 5,3 hingga 5,9 persen; inflasi 2,0 hingga 4,0 persen; nilai tukar rupiah Rp14.300 hingga Rp14.800 per USD; tingkat suku bunga SBN 10 tahun 7,34 persen hingga 9,16 persen; harga minyak mentah Indonesia US$80 hingga US$100 per barel; lifting minyak bumi 619 ribu hingga 680 ribu barel per hari; lifting gas 1,02 juta hingga 1,11 juta barel setara minyak per hari.
Menkeu juga turut menjelaskan bahwa penyusunan KEM PPKF tahun 2023 telah mempertimbangkan dinamika perekonomian, tantangan, dan agenda pembangunan. Ia juga menggarisbawahi pentingnya memperkuat kembali kesehatan APBN melalui konsolidasi fiskal agar mampu berperan optimal sebagai instrumen shock absorber saat terjadi gejolak pada masa mendatang.
"Suatu keniscayaan jika suatu perekonomian akan menghadapi siklus ekonomi (business cycle), episode makmur (boom), dan episode paceklik (resesi). Oleh karena itu, sangat krusial untuk menyiapkan bantalan kebijakan (policy buffer) untuk menghadapi situasi sulit (masa resesi)," tutupnya.
Sumber: republika.co.id
Artikel Terkait
[ANALISIS] Peringatan Keras Panglima TNI Untuk Prajurit Aktif Rangkap Jabatan
Jokowi Diminta Sembunyi Dulu 5 Tahun
Tegas! Dikontak Pertamina, Fitra Eri Tolak Tawaran untuk Bantah Isu Pertamax Oplosan
Intip Dua Sosok Istri Tersangka Mega Korupsi Minyak Mentah, Langsung Gembok Akun Medsos