Kepala Bidang (Kabid) Pengolahan dan Pemasaran, Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau, Defris Hatmaja menjelaskan bahwa pada saat ini merupakan masa transisi. Hal ini lantaran eksportir menjadi wait and see karena lelang CPO di KPBN Jakarta juga tidak ada deal (WD) sesuai harga dasar penawaran lelang.
"Apalagi pasca terbitnya juknis Dirjendaglu Nomor 18/22 bahwa rasio ekspor CPO ditetapkan oleh Dirjendaglu pada masa transisi saat ini," kata Defris, dilansir dari laman resmi Pemerintah Provinsi Riau pada Kamis (2/6/2022).
Dikatakan Defris, tidak serta merta begitu dicabut larangan ekspor, harga CPO bisa naik atau langsung bisa diekspor ke luar negeri.
Umumnya pembelian CPO atau produk sawit dilakukan dalam jangka panjang yakni satu tahun. Dampaknya, para negara importir terbesar selama satu bulan pelarangan ekspor minyak sawit di Indonesia berpindah ke Malaysia dan melakukan kontrak dengan Malaysia karena mereka butuh konsistensi atau kepastian pasokan CPO.
"Dampak akibat kondisi ini, karena pasar ekspor CPO belum normal dan harga TBS kelapa sawit yang kita tetapkan masih belum normal seperti yang kita harapkan," jelasnya.
Sumber: republika.co.id
Artikel Terkait
[ANALISIS] Peringatan Keras Panglima TNI Untuk Prajurit Aktif Rangkap Jabatan
Jokowi Diminta Sembunyi Dulu 5 Tahun
Tegas! Dikontak Pertamina, Fitra Eri Tolak Tawaran untuk Bantah Isu Pertamax Oplosan
Intip Dua Sosok Istri Tersangka Mega Korupsi Minyak Mentah, Langsung Gembok Akun Medsos