JAKARTA, polhukam.id -- M. Qodari selaku Ketua Umum Gerakan Sekali Putaran (GSP), menegaskan bahwa Pilpres 2024 sekali putaran lebih baik daripada harus dua putaran. Sebab, dua putaran berpotensi untuk menimbulkan polarisasi politik ekstrem.
“Nah kalau sekali putaran insyaAllah polarisasi tidak akan dialami dan diulangi lagi,” ujar Qodari dalam Dialektika Demokrasi Voter Of Indonesia (VOI) Pilpres 2024 Dinamis Satu Putaran Logis?, dikutip Minggu 24 Desember 2023.
Persaingan yang menyisakan hanya dua kandidat saja dikhawatirkan oleh Qodari akan kembali menimbulkan suasana mencekam seperti Pilpres 2014 dan 2019 di mana tercipta istilah kubu 'Cebong vs Kampret' bernuansa kebencian yang mengarah perpecahan.
"Kalau ada putaran kedua itu maka kemudian di putaran kedua itu ada potensi polarisasi ekstrem seperti 2014-2019, kandidat dua berhadap-hadapan dan pada titik itu isu primordial akan muncul lagi, Cebong vs Kampret ada lagi," bebernya.
Menurut Qodari, polarisasi bukan sekadar mitos, tetapi nyata adanya di tengah masyarakat Indonesia. Ia menjelaskan tiga variabel yang memercikan polarisasi politik.
Pertama, Qodari menerangkan secara sosiologis pembelahan di masyarakat sudah terjadi sejak lama, bahkan sebelum Republik Indonesia berdiri.
"Jadi dalam politik itu ada terminologi yang namanya itu 'cleavages in society' atau keterbelahan di masyarakat. Nah beda negara beda kultur itu beda-beda pembelahannya, misal di Belgia itu selain suku agama dan bahasa. Kemudian di Malaysia pembelahannya etnis. Kalau kita ini kurang lebih berdasarkan garis nasionalis dan santri katakanlah begitu," ungkapnya.
Menurutnya, pemilu satu putaran dapat membantu mencegah polarisasi yang ekstrem dalam masyarakat. Sistem ini dapat mengurangi konfrontasi politik dan membuat kandidat fokus pada kampanye yang lebih positif, tidak hanya mengandalkan pada ketidaksukaan terhadap lawan politik.
Qodari juga menyoroti pentingnya pendidikan politik dan pemahaman bersama mengenai proses demokrasi. Meningkatkan literasi politik di kalangan masyarakat dapat membantu mengurangi polarisasi, dengan cara memahami bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam sebuah demokrasi.
Selain itu, Qodari menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik. Dengan melibatkan masyarakat secara aktif dan memberikan kesempatan kepada berbagai suara yang ada, sistem politik dapat menjadi lebih inklusif dan mendukung terciptanya keadilan politik.
Terkait dengan hal ini, Qodari juga menyoroti pentingnya partisipasi perempuan dalam politik. Memberikan lebih banyak kesempatan pada perempuan untuk terlibat dalam proses politik dapat membantu menyatukan berbagai perspektif dan menciptakan lingkungan politik yang lebih inklusif.
Baca Juga: Gelar Budaya SDN Karangtengah 1 Memukau Penonton dengan Seni Karawitan dan Tari Daerah
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: ayobatang.com
Artikel Terkait
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?
Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Disabilitas