Disebut Penistaan Agama Islam Imbas Salat Tak Baca Amin, Zulkifli Hasan Bakal Terancam Pasal dan Sanksi Ini

- Kamis, 21 Desember 2023 | 13:00 WIB
Disebut Penistaan Agama Islam Imbas Salat Tak Baca Amin, Zulkifli Hasan Bakal Terancam Pasal dan Sanksi Ini

polhukam.id - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kiai Muhyiddin, angkat bicara terkait pernyataan kontroversial Zulkifli Hasan dalam sebuah acara yang menyinggung tentang keengganan sebagian warga dalam bacaan amin saat salat, serta pemakaian jari saat pelafalan tahiyat.

Pernyataan tersebut, menurut Kiai Muhyiddin, menunjukkan indikasi upaya penistaan agama demi kepentingan politik.

Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan, memaparkan situasi yang menggambarkan kelompok yang, menurutnya, enggan mengucapkan amin saat salat atau menggunakan telunjuk pada tahiyat karena terpengaruh fanatisme politik.

Ia bahkan merinci tentang warga yang tak menggunakan satu telunjuk pada tahiyat namun mengulurkan dua jari sebagai ekspresi dukungan politik.

Baca Juga: Hore! Pemerintah Berikan 7 Hak Ini untuk PPPK, Makin Setara dengan PNS?

“Jadi kalau sholat maghrib, baca Al Fatihah, ada yang diam sekarang Pak, saking cintanya sama Pak Prabowo, itu kalau Tahiyatul akhir Pak Kiai, kan tangannya gini (sambil menunjukkan jari telunjuk), sekarang banyak yang gini pak (menunjukkan dua jari),” ungkap Zulkifli Hasan di Rakernas APPSI 2023.

Kiai Muhyiddin menilai bahwa pernyataan tersebut masuk dalam kategori penistaan agama dan bagian dari usaha merendahkan serta memanfaatkan agama untuk kepentingan tertentu.

Ia menegaskan bahwa penistaan agama adalah perbuatan yang merendahkan, menghina, atau bertentangan dengan nilai-nilai suci suatu keyakinan agama, sebagaimana diatur dalam undang-undang Indonesia seperti KUHP dan UU No 1/PNPS/1965.

Dalam pandangan hukum, pasal-pasal yang mengatur penodaan agama menegaskan larangan atas tindakan yang bersifat menghina, mempermainkan, atau mencemarkan agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia.

Sebagai contoh, Pasal 156 KUHP melarang keras penghinaan dan pernyataan yang bersifat permusuhan terhadap suatu agama, sedangkan Pasal 156a KUHP mengatur pidana bagi siapa pun yang sengaja melakukan tindakan permusuhan terhadap agama di depan umum.

Baca Juga: Viral Candaan Zulkifli Hasan Menyebut Gerakan Salat dan Bacaannya Identik dengan Capres AMIN, Ulama Buka Suara

Dalam pasal 156a dijelaskan tersangka pidana penista agama dipenjara paling lama 5 tahun.
Aturan ini berlaku terhadap siapa saja dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Namun, pelaksanaan hukum terkait penistaan agama sering kali menimbulkan persoalan dalam tafsir dan implementasinya.

Aturan yang mengatur penistaan agama bertujuan melindungi nilai-nilai keagamaan masyarakat, namun konteks dan interpretasi seringkali menjadi titik perdebatan yang kompleks.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: ayobandung.com

Komentar