TRIBUNSUMSEL.COM - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mengkritisi pernyataan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait bocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Pemilu 2024 yang dibongkar Denny Indrayana.
Diketahui, jika Denny Indrayana menyebut MK� akan putuskan proses Pemilu 2024 menggunakan proporsional tertutup.
Pernyataan tersebutpun lantas turut dikomentari oleh SBY yang menyebut bakal timbul kekacauan akibat hal tersebut.
Tak setuju atas pernyataan SBY, Anas Urbaningrum meminta SBY untuk menunggu putusan MK secara lengkap.
Hal itu diungkapkan oleh Anas melalui akun twitternya @anasurbaningrum.
"Lebih baik tetap menunggu bunyi persisnya putusan MK secara lengkap dan apa saja yg menjadi dasar pertimbangan hukumnya. Termasuk kapan akan diberlakukan putusan tersebut," tulisnya.
Selanjutnya, Anas menyebutkan fakta terkait Pemilu 2009 yang juga terjadi pergantian sistem di tengah jalan.
"Maaf, sekadar menuliskan fakta kecil terkait pemilu 2009 yg juga terjadi pergantian sistem pemilu di tengah jalan. Tidak mungkin beliau lupa atas peristiwa pemilu 2009 tersebut yg alhamdulillah tidak terjadi �chaos�, melainkan baik2 saja," katanya.
Anas Urbaningrum meminta SBY untuk tidak menimbulkan kecemasan dan kegaduhan atas hal tersebut.
"Perubahan sistem untuk pemilu tahun 2009 terjadi pasca putusan MK 23 Desember 2008. Pemungutan suaranya terjadi pada 9 April 2009. Pemilu 2009 terbukti berjalan lancar dan tidak ada �chaos� politik. Jadi lebih baik Pak @SBYudhoyono tidak bicara �chaos� terkait dengan pergantian sistem pemilu di tengah jalan. Tidak elok bikin kecemasan dan kegaduhan. Cukuplah bicara dalam konteks setuju atau tidak. Itu perihal perbedaan pendapat yg biasa saja," pungkasnya.
Sebelumnya, SBY turut mengomentari pernyataan dari Denny Indrayana soal putuskan proses Pemilu 2024 yang akan menggunakan proporsional tertutup.
Melalui akun twitternya @SBYudhoyono. SBY menyebutkan�pergantian sistem ditengah jalan bisa menimbukan kekacauan politik.
Oleh karena itu dirinya menyarankan sistem proposional terbuka tetap dipakai pada pemilu mendatang.
1.Menarik yg disampaikan Prof Denny Indrayana melalui twitnya ttg informasi bakal ditetapkannya Sistem Proporsional Tertutup oleh MK dlm Pemilu 2024. Juga menarik, mengait PK Moeldoko di MA yg digambarkan Partai Demokrat sangat mungkin diambil alih Moeldoko *SBY*
2. Prof Denny Indrayana adl mantan Wamenkumham & ahli hukum yg kredibel. Karenanya, saya tergerak berikan tanggapan ttg sistem pemilu yg akan diputus MK & PK Moeldoko di MA yg ramai diisukan Partai Demokrat bakal dikalahkan & diambil alih oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko *SBY*
3. Jika yg disampaikan Prof Denny Indrayana �reliable�, bahwa MK akan menetapkan Sistem Proporsional Tertutup, dan bukan Sistem Proporsional Terbuka seperti yg berlaku saat ini, maka hal ini akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia *SBY*
4. Ada 3 hal yg ingin saya sampaikan berkaitan dgn sistem pemilu yg hendak diputuskan MK. Mungkin ini juga pertanyaan mayoritas rakyat Indonesia & mayoritas partai-partai politik. Saya pikir para pemerhati pemilu & demokrasi juga memiliki kepedulian yg sama *SBY*
5. Pertanyaan pertama kpd MK, apakah ada kegentingan & kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kpd KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan �chaos� politik *SBY*
6. Pertanyaan kedua kpd MK, benarkah UU Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dgn konstitusi? Sesuai konstitusi, domain & wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dgn konstitusi, & bukan menetapkan UU mana yg paling tepat ~ Sistem Pemilu Tertutup atau Terbuka? *SBY*
7. Kalau MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dgn konstitusi sehingga diganti menjadi Tertutup, mayoritas rakyat akan sulit menerimanya. Ingat, semua lembaga negara tmsk Presiden, DPR & MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat *SBY*
8. Ketiga, sesungguhnya penetapan UU ttg sistem pemilu berada di tangan Presiden & DPR, bukan di tangan MK. Mestinya Presiden & DPR punya suara ttg hal ini. Mayoritas partai politik telah sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar *SBY*
9. Saya yakin, dlm menyusun DCS, Parpol & Caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah, tetap sistem terbuka. Kalau di tengah jalan diubah oleh MK, menjadi persoalan serius. KPU & Parpol harus siap kelola �krisis� ini. Semoga tdk ganggu pelaksanaan pemilu 2024. Kasihan rakyat *SBY*
10. Pandangan saya, untuk pemilu 2024 tetap menggunakan Sistem Proporsional Terbuka. Setelah pemilu 2024, Presiden & DPR duduk bersama utk menelaah sistem pemilu yg berlaku, utk kemungkinan disempurnakan menjadi sistem yg lebih baik. Dengarkan pula suara rakyat *SBY*
Baca juga: SBY Mengaku Ditelepon Mantan Menteri Usai Moeldoko Ajukan PK : Ada yang Ingin Demokrat Gagal Pemilu
Baca juga: MK Angkat Bicara Denny Indrayana Sebut Pemilu 2024 Bakal Coblos Partai Saja: Tanya yang Bersangkutan
Sebelumnya pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menyebut MK� akan putuskan proses Pemilu 2024 menggunakan proporsional tertutup.
Ini diterima informasi terkait sistem Pemilu Legislatif sesuai gugatan Nomor 114/PUU-XX/2022.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindrayana99, dikutip Minggu (28/5/2023).
Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.
Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny dilansir Tribunnews.com�.
Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba).
"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.
Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini.
Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK.
"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," kata Denny.
"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," sambungnya.
Petugas mendapati surat suara telah tercoblos mulai dari DPRD, DPR Provinsi, DPR RI, DPD RI dan Presiden telah tercoblos di TPS 11 Kelurahan Plaju Ulu. (NANDO)
"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!" tutup Denny.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi telah rampung menggelar sidang Uji Materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem proporsional terbuka pada Selasa (23/5/2023).
Sidang dengan materi perkara nomor 114/PUU-XX/2022 tuntas dilaksanakan setelah mengagendakan keterangan pihak terkait Partai Nasdem dan Partai Garuda.
�Hari ini akan menjadi sidang terkahir,� ucap Wakil Ketua MK Saldi Isra di persidangan, Selasa.
Dengan demikian, maka pihak terkait sudah tidak bisa lagi mengajukan saksi ahli untuk memberikan keterangan. Sebab MK telah menetapkan batas pengajuan ahli tersebut pada 18 April 2023 lalu.
Ia menambahkan jikapun ada permohonan keberatan dari pemohon, maka itu disampaikan dalam kesimpulan.
�Jadi ini perlu penegasan-penegasan terutama yang memungkinkan penambahan waktu, karena kita akan segera menyelesaikan permohonan ini,� katanya.
Sementara itu, Ketua MK Anwar Usman mengatakan bahwa setelah persidangan hari ini, maka agenda selanjutnya adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak terkait.
Penyerahan tersebut diserahkan paling lambat 7 hari kerja usai sidang terakhir ini digelar.
Setelah tahapan tersebut selesai, Mahkamah akan menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan waktu menggelar sidang putusan sistem pemilu.
�Acara selanjutnya atau agenda selanjutnya adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak, termasuk pihak terkait.�
�Penyerahan kesimpulan paling lambat hari Rabu 31 Mei 2023 jam 11.00 WIB,� tuturnya.
Namun demikian, hingga sidang selesai dan ditutup pada sekira pukul 12.36 WIB, MK belum menyatakan kapan sidang putusan gugatan sistem pemilu ini akan dilaksanakan.
�
�
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Sumber: sumsel.tribunnews.com
Artikel Terkait
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?
Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Disabilitas