JAKARTA, TRIBUN - Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, dan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, mengkritik pemerintahan era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kritik yang mereka sampaikan terkait pembangunan jalan tol, kesejahteraan masyarakat, hingga penegakan hukum dan demokrasi di tanah air.
Kritikan dilontarkan ketiganya dalam sambutannya pada Milad ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5/23).
Anies Baswedan yang memberikan sambutan pertama, menyinggung pembangunan infrastruktur jalan di era pemerintahan Jokowi lebih sedikit dibandingkan era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Awalnya, Anies mengakui pembangunan infrastruktur jalan era pemerintahan Jokowi menjadi paling terpanjang dibandingkan kepemimpinan sebelumnya.
Namun, eks Gubernur DKI Jakarta itu menyoroti bahwa mayoritas infrastruktur jalan yang dibangun era Jokowi merupakan jalan berbayar.
"Pemerintahan kali ini berhasil membangun jalan tol terpanjang dibandingkan periode-periode sebelumnya. 63 persen jalan tol berbayar yang berada di seluruh Indonesia itu dibangun di era pemerintahan sekarang. Sepanjang 1.569 kilometer dari total 2.499 km itu adalah jalan berbayar," kata Anies.
Namun, kata Anies, jalan-jalan yang tak berbayar atau gratis yang dibangun di era Presiden Jokowi justru sangat sedikit.
Padahal, jalan tersebut dipakai untuk mobilitas penduduk dari sudut desa ke perkotaan.
"Jalan yang tak berbayar yang digunakan oleh semua secara gratis yang menghubungkan mobilitas penduduk dari sudut sudut desa ke perkotaan yang menbawa produk-produk pertanian, produk pertanian, produk perikanan dari sentra-sentra tempat mereka dihasilkan ke wilayah-wilayah pasar baik jalan nasional, jalan provinsi, atau pun jalan kabupaten terbangun 19.000 kilometer di pemerintahan ini," ungkap Anies.
Anies membandingkan pembangunan jalan yang tak berbayar di era Jokowi dengan era SBY. Menurut dia, SBY unggul lebih tujuh kali lipat dari Jokowi.
"Kalau coba saya bandingkan dengan pemerintahan 10 tahun yang lalu di jaman presiden pak SBY jalan tak berbayar yang dibangun adalah sepanjang 144.000 atau 7 setengah kali lipat. Bila dibandingkan dengan jalan nasional, di pemerintahan ini membangun jalan nasional sepanjang 590 Km di 10 tahun sebelumnya 11.800 Km 20 kali lipat. Kita belum bicara mutu, kita belum bicara standar dan lain-lain, kita bicara panjangnya," sambungnya.
Menurut Anies seharusnya pembangunan infrastruktur harus memberikan keberpihakan kepada masyarakat kecil. Khususnya, pembangunan jalan yang tak berbayar atau gratis bagi masyarakat Indonesia.
"Infrastruktur yang bukan hanya untuk sebagian tetapi infrastruktur untuk semuanya," ujarnya.
Selain masalah infrastruktur, Anies menyinggung soal subsidi yang tidak tepat. Menurutnya, subsidi seharusnya diberikan kepada yang membutuhkan.
"Bagaimana subsidi kita kelak diatur secara berkeadilan, jangan sampai alokasi subsidi kita justru diberikan kepada mereka yang tidak membutuhkan subsidi. Sementara mereka yang membutuhkan subsidi justru dilewatkan," kata Anies.
Jusuf Kalla
Jusuf Kalla juga mengritik pembangunan jalan pada era Presiden Jokowi yang rusak di beberapa kota, seperti Lampung, Jambi, hingga Makassar.
Seperti Anies, Ia memandang Jokowi lebih masif melakukan pembangunan jalan tol yang dipersepsikan 'hanya untuk orang-orang beruang'.
Menurut JK, hal itu merupakan ketidakadilan untuk rakyat. "Dengan bangga bahwa pemerintah, juga waktu saya memerintah membuat jalan tol. Itu penting. Tapi 170 ribu Km jalan rusak di Indonesia. Itu data BPS. Artinya orang menganggap, kalau mau jalan baik hanya orang mampu yang bisa dapat. Itu ketidakadilan untuk rakyat," ujar JK.
Dia berpendapat tak semua orang bisa menikmati jalan tol. Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 itu pun mengakui dirinya turut bertanggung jawab akan kondisi kerusakan jalan dan pembangunan tol.
"Tapi jangan kita lihat sesuatu dari apa yang dilihat orang, tapi lihat dari apa yang dirasakan orang. Petani yang enggak bisa bayar tol, makanya jalannya berlubang-lubang," katanya.
Sementara itu AHY menyoroti sistem penegakan hukum di Indonesia saat ini yang dinilainya merosot tajam. Ia bahkan menilai hukum saat ini tajam ke lawan tumpul ke kawan.
"Banyak yang merasakan praktik penegakan hukum yang seolah tajam ke bawah, tumpul ke atas, tajam ke lawan tumpul ke kawan," kata AHY.
Di sisi lain, AHY menilai demokrasi Indonesia juga semakin merosot dan sebentar lagi akan jatuh ke jurang. Ia mengatakan rakyat yang kritis justru dianggap melawan dan dibungkam.
"Kita yang kritis, PKS, NasDem, Demokrat, kalau kritis dibilang musuh negara. Bukankah negeri ini milik kita semuanya?," katanya.(tribun network/igm/dod)
HL TRIBUN TIMUR SENIN (22/5/2023).(*)
�
�
Sumber: makassar.tribunnews.com
Artikel Terkait
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?
Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Disabilitas