POLHUKAM.ID - Dua puluh lima tahun lalu, pada 20 Mei 1998, rezim Orde Baru menerima pukulan telak setelah 14 menteri di kabinet Presiden Soeharto menyatakan mundur.
Ketika itu, Soeharto berupaya mempertahankan kekuasaannya yang telah berlangsung selama 32 tahun.
Sehari sebelumnya, ribuan mahasiswa menduduki Gedung Dewan Perwakilan Rakyat menuntut dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR dengan agenda pencopotan Soeharto.
Baca juga: Kunjungan Soeharto ke Mesir Sebelum Mundur sebagai Presiden...
Upaya mengendalikan situasi awalnya coba dilakukan "The Smiling General" dengan usulan membubarkan Kabinet Pembangunan VII dan menggantinya dengan Kabinet Reformasi.
Akan tetapi, 14 menteri di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita menolak masuk ke dalam Kabinet Reformasi.
Tidak diduga SoehartoDilansir Kompas.id, pengunduran diri para menteri itu adalah sesuatu yang tidak diduga Soeharto. Sebab, selama tiga dekade pemerintahannya, dia tidak pernah menerima kritik, apalagi penolakan, dari para pembantunya.
Adapun 14 menteri ekuin yang mundur adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno Hadinardjono, Haryanto Dhanutirto, dan Justika Baharsjah.
Kemudian, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaja, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L Sambuaga, dan Tanri Abeng.
Hanya ada dua menteri yang tidak mengundurkan diri dan menunggu pengumuman Kabinet Reformasi, yaitu Menteri Keuangan Fuad Bawazier serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan Mohamad (Bob) Hasan.
Baca juga: Dinamika Seputar Peralihan Kekuasaan Soekarno ke Soeharto...
Dilansir POLHUKAM.ID, laporan tertulis pengunduran diri 14 menteri itu baru diterima Soeharto sekitar pukul 20.00 WIB.
Soeharto menerimanya dari tangan ajudan, Kolonel Sumardjono. Saat menerima surat itu, Soeharto langsung masuk ke kamar di kediamannya, Jalan Cendana Nomor 8, Jakarta Pusat.
Soeharto digambarkan begitu kecewa saat membaca surat itu. Dia merasa ditinggalkan, karena dari 14 nama menteri itu, ada juga orang-orang dekatnya.
Surat itu juga membuat Soeharto semakin terpukul, karena dalam alinea pertama tertulis bahwa 14 menteri itu tidak hanya menolak masuk Kabinet Reformasi. Mereka bahkan secara implisit meminta Soeharto untuk mundur.
Rencana Soeharto untuk membuat Kabinet Reformasi pun pupus. Dia merasa tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh. Malam itu, Soeharto pun meyakinkan diri untuk mundur esok harinya, 21 Mei 1998.
Kekecewaan SoehartoDilansir POLHUKAM.ID, suasana hati Soeharto pada malam menjelang pengunduran dirinya diungkapkan oleh Probosutedjo, adik Soeharto dalam buku Memoar Romantika Probosutedjo: Saya dan Mas Harto.
Malam sebelum Soeharto lengser, 20 Mei 1998, Probosutedjo kembali ke rumah kakaknya itu sekitar pukul 18.30 WIB. Malam itu Cendana amat sepi.
Namun, Probosutedjo memberanikan diri masuk dan melihat Soeharto bersama sang putri, Siti Hardijanti Rukmana, atau biasa dipanggil Mbak Tutut, duduk di ruang tamu.
Dia langsung duduk bergabung dan coba memberikan semangat untuk kakaknya. Namun, Tutut memintanya untuk tidak lagi berupaya meluruskan keadaan.
Tutut pula, kata dia, yang menyodorkan surat pengunduran diri 14 menteri ke hadapannya. Saat itu, ungkap Probosutedjo, Tutut mengatakan bahwa ayahnya sudah bulat untuk mundur.
"Ia sangat kecewa, itu jelas. Ditinggalkan para menterinya adalah pukulan hebat bagi presiden mana pun," kata dia.
Baca juga: 19 Mei 1998, Ketika Tekanan agar Soeharto Mundur Semakin Kuat
Kekecewaan Soeharto bertambah ketika mendengar kabar bahwa Wakil Presiden BJ Habibie menyatakan bersedia menggantikannya sebagai presiden.
Soeharto mengeluhkan sikap Habibie. Ia tak habis pikir Habibie berubah dalam tempo singkat, padahal sebelumnya menyatakan tak sanggup menjadi presiden.
"Ini membuat kakak saya sangat kecewa. Hari itu juga dia memutuskan untuk tidak mau menegur atau bicara dengan Habibie," ungkapnya.
Malam itu, Habibie menelepon Soeharto. Namun, pemimpin Orde Baru itu enggan bicara.
Cerita Habibie menelepon Soeharto pada 20 Mei 1998 malam juga dikonfirmasi oleh mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, yang pada waktu itu ada di kediaman BJ Habibie.
Bagi Probosutedjo, suasana ruang tamu Cendana malam itu tak akan pernah ia lupakan.
Dengan wajah redup namun tenang, ungkapnya, Soeharto mengatakan dengan lirih, "Saya akan mengundurkan diri, baik."
Probosutedjo sempat menanyakan siapa yang akan menjadi presiden setelah Soeharto lengser, dengan singkat Soeharto menyebut nama Habibie.
Pemimpin 32 tahun Orde Baru itu mengatakan, "Sudahlah saya ikhlas."
Sumber: kompas.com
Artikel Terkait
Jokowi Diminta Sembunyi Dulu 5 Tahun
Tegas! Dikontak Pertamina, Fitra Eri Tolak Tawaran untuk Bantah Isu Pertamax Oplosan
Intip Dua Sosok Istri Tersangka Mega Korupsi Minyak Mentah, Langsung Gembok Akun Medsos
VIRAL Unggahan Warganet Lakukan Uji Coba Pertalite RON 90, Hasilnya Bikin Syok!