Prof Nasaruddin Umar Negarawan Religius

- Kamis, 18 Mei 2023 | 16:31 WIB
Prof Nasaruddin Umar Negarawan Religius

Oleh: Muhammad Rafly Setiawan

(Ketua Umum Forum Milenial Nasaruddin Umar)

TRIBUN-TIMUR.COM - Imam Besar Mesjid Istiqlal Jakarta, Prof Nasaruddin Umar merupakan sosok intelektual, agamawan, dan birokrat humanis yang pemikirannya berorientasi pada kemanusiaan, demokrasi, kesetaraan gender, dan kemajuan bangsa Indonesia.

Hal itu dapat ditelaah dalam karya intelektual yang telah dihasilkannya.

Prof Nasaruddin Umar dalam salah satu artikelnya tentang "Meneladani Kenegarawanan Nabi", menjelaskan tentang pemikiran dan sikap Nabi Muhammad SAW jauh melampaui zamannya.

Bahwa kemudian, Nabi Muhammad SAW bukan hanya mengurusi sosial keagamaan, melainkan juga dalam bidang politik kenegaraan.

Salah satu contoh yang diterangkan ulama kelahiran Bone Provinsi Sulawesi Selatan ini adalah ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Yastrib (sekarang Madinah) atas undangan Suku Aus dan suku Khazraj.

Dimana Nabi diminta untuk berkumim ke salah satu lingkungan mereka.

Atas permintaan itu, kedua suku tersebut hampir terjadi konflik, untungnya solusi bijak dari Nabi dengan memutuskan berkumim dimana unta yang menemani berhenti.

Unta tersebut berhenti di suatu tempat berbatasan geografis antara suku Aus dan suku Khazraj, yang sekarang diketahui tempat itu kini menjadi mesjid dan makam Nabi.

Dari sinilah, kebijakan Nabi di dalam pembinaan masyarakat yang plural dan meminimalisasi perpecahan di antara sesama.

Imam Besar Mesjid Istiqlal ini juga menjelaskan bahwa Nabi sebagai negarawan tidak terbantahkan.

Dalam sejarah kemanusiaan, Nabi Muhammad SAW tidak tertandingi.

Pengakuan diberikan Michael H Hart dalam buku monumentalnya, The 100 A Ranking of The Most Influential Persons in History, yang menghimpun 100 tokoh terkemuka dan menempatkan Nabi Muhammad di urutan pertama.

Kesimpulannya ialah Nabi menjadi besar tanpa menimbulkan tragedi kemanusiaan.

Kendati demikian, apa yang dituliskan oleh Prof Nasaruddin Umar tersebut merupakan semangat dan pembelajaran utama terhadap pentingnya mendahulukan aspek kemanusiaan untuk mencegah terjadinya tragedi.

Banyak leader di masa sekarang, tetapi tidak maksimal menjadi manajer. Karena tidak mempertontonkan keteladanan sesuai apa yang diajarkan oleh Nabi.

Imam Besar Mesjid Istiqlal, dalam segala aspek serta pemikirannya dan kesehariannya, senantiasa mencurahkan pada nilai-nilai humanis religius. Pentingnya pemahaman nilai kemanusiaan bagi pemimpin merupakan modal dasar untuk membawa masyarakat dalam menciptakan perdamaian sesama anak bangsa maupun dunia.

Figur Negarawan Religius

Prof Nasaruddin Umar merupakan ulama kharismatik yang menularkan nilai-nilai egaliter dan kemanusiaan dalam setiap karya, tutur kata, dan perbuatannya.

Betapa aspek kemanusiaan, amat dijadikan keutamaan sebagai landasan pijak untuk menerjemahkan pemikirannya dalam keseharian.

Ini membuktikan bahwa dengan sepak terjang yang amat panjang, baik sebagai intelektual, tokoh lintas agama, birokrat, ia tetap membuktikan untuk mendahulukan aspek kemanusiaan dalam segala hal.

Ditandai dengan semangatnya yang tidak pernah surut terkait kesetaraan, perdamaian, dan pentingnya hidup berdampingan antar umat beragama lain untuk kemajuan bangsa Indonesia.

Tidak pernah pula ditemui adanya tudingan yang tidak baik kepada penulis buku Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran, melainkan hal-hal positif selalu diterimanya.

Bahkan tentang korupsi menjadi fokus utamanya yang dapat ditemui dalam bukunya yang berjudul Teologi Korupsi.

Dalam buku Teologi Korupsi hasil buah pemikirannya, ia menerangkan negara saat ini masih mengalami problem dasar yakni ketidakjujuran.

Bahwa perilaku koruptif melahirkan banyak kerusakan, baik itu terhadap alam maupun relasi sosial kemasyarakatan dan kebangsaan menjadi renggang.

Kendati negara Indonesia berketuhanan Yang Maha Esa, harusnya nilai-nilai keagamaan menjadi dasar moralitas untuk menghindari perilaku koruptif karena perbuatan demikian merupakan tindakan tercela, tidak terpuji, dan sangat menyimpang dalam agama apapun.

Jebolan Universitas Leiden, Belanda itu kemudian mengajarkan kepada kita tentang sejarah Khalifah Umar bin Khattab. Umar bin Khattab adalah salah satu khalifah yang meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang menerapkan pengendalian pengelolaan keuangan secara transparan, dan merupakan sosok yang begitu detail dalam mengelola keuangan negara.

Oleh sebab itu, Prof�Nasaruddin Umar menekankan kepada kita akan pentingnya nilai kemanusiaan dan keagamaan menjadi pandangan hidup bagi pemeluknya sehingga akan senantiasa memberi ketenangan, kedamaian, kearifan, keadilan, dan ketenteraman.

Inilah poin-poin utama dari Imam Besar Mesjid Istiqlal agar kita sebagai bangsa Indonesia, dan juga menjadi negara telah dikarunia atas tanahnya yang subur, sumber daya alam yang melimpah, diberkahi keragaman suku, bahasa, budaya dan agama, harus mendahulukan nilai kemanusiaan.

Karena dengan itu, Indonesia dapat menjadi negara percontohan global dengan kemajemukan yang luar biasa namun tetap hidup berdampingan secara harmonis dan menjunjung tinggi toleransi sehingga bangsa ini tidak mengalami tragedi kemanusiaan seperti yang banyak diceritakan dalam sejarah. (*)

Sumber: makassar.tribunnews.com

Komentar