Hanya ada satu tempat bagi partai termuda dan paling progresif di Thailand untuk merayakan keberhasilan mereka yang menakjubkan dalam pemilihan umum, Minggu (14/05).
Partai Move Forward alias Bergerak Maju dan para pendukungnya menggelar pawai kemenangan mereka di samping sebuah bangunan bergaya art deco yang dikenal sebagai Monumen Demokrasi.
Terletak tepat di tengah-tengah bulevar termegah yang melintasi kawasan kerajaan Bangkok yang bersejarah, monumen tersebut sudah lama menjadi harapan demokrasi Thailand, sekaligus hubungan yang sulit antara harapan tersebut dengan status monarki yang diagungkan.
Hubungan tersebut, yang dahulu adalah topik yang tidak boleh dibicarakan, sekarang menjadi agenda partai pemenang. Begitu pula mengubah lese majeste atau pasal 112 dalam UU hukum pidana Thailand, yang melarang penghinaan terhadap monarki. Melalui UU tersebut, puluhan anak muda yang berunjuk rasa - seringkali di monumen ini - telah didakwa dan dipenjara.
Truk-truk oranye yang menyimbolkan warna partai, mengelilingi monumen. Para pemimpin partai melambai kepada massa pendukung yang bersorak-sorai, banyak dari mereka mengenakan pita oranye di rambut dan pergelangan tangan mereka.
"Kami sangat bersemangat dan gembira," kata Wiwan Sirivasaree, 35 tahun, dan Narunphas Kornasavakun, 36 tahun, dua perempuan yang begadang semalaman untuk menyaksikan hasil pemilu. "Kami sudah menunggu empat tahun untuk ini, setelah apa yang terjadi terakhir kali."
Mereka merujuk pada Partai Future Forward, yang juga mendapatkan hasil yang baik pada pemilu sebelumnya di tahun 2019 berkat dukungan banyak anak muda. Namun, partai itu dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi Thailand dan banyak anggota parlemen dari partai tersebut dilarang berpartisipasi dalam politik.
Tapi mereka telah bereinkarnasi menjadi Move Forward yang lebih kuat, dan menarik dukungan dari lebih banyak orang.
"Saya pikir kita bisa mengatakan bahwa sentimen zaman sudah berubah," kata pemimpin Move Forward, Pita Limjaroenrat, pada konferensi pers pasca-pemilu pertamanya.
Baca juga:
Pita Limjaroenrat, sosok reformis yang disebut-sebut calon PM Thailand Pemilu Thailand: Partai oposisi menimbulkan 'gempa politik', mayoritas pemilih menolak kekuasaan militer Kisah kaum muda yang mengguncang pemilu ThailandKendati perolehan kursi partai - sekitar 151 kursi - belum mencapai mayoritas di parlemen, hasil itu jauh lebih kuat dari yang diperkirakan dan lebih baik daripada partai lain, sehingga secara luas dipandang sebagai mandat populer untuk agenda reformasinya.
Move Forward sekarang sudah sepakat dengan Pheu Thai, partai terbesar kedua, yang juga oposisi, untuk membentuk pemerintahan koalisi. Dengan empat partai lawan yang lebih kecil, kata Pita, mereka mengantongi mayoritas yang jelas, dan mandat untuk memerintah.
"Rakyat Thailand telah menyuarakan harapan mereka, dan saya siap menjadi perdana menteri untuk semua, apakah Anda setuju dengan saya atau tidak setuju dengan saya," imbuhnya.
Namun, koalisi dua partai ini tidak punya kursi yang cukup untuk mengungguli suara partai-partai lawannya dan 250 kursi di senat — yang, di bawah konstitusi yang dirancang militer, diizinkan untuk ikut serta dalam pemungutan suara untuk memilih perdana menteri berikutnya.
Karena para senator ditunjuk oleh Perdana Menteri petahana Prayuth Chan-ocha, ada anggapan bahwa mereka akan menentang pemerintahan yang dipimpin Move Forward. Jika itu terjadi, akan ada kebuntuan politik yang panjang di Thailand.
Move Forward tampaknya siap untuk mengambil risiko itu, seolah-olah menantang senat untuk menghalangi mereka.
"Dengan konsensus yang dihasilkan dari pemilihan, akan ada harga yang cukup mahal untuk dibayar bagi seseorang yang berpikir untuk menghapuskan hasil pemilu, atau membentuk pemerintahan minoritas, dan saya pikir rakyat Thailand tidak akan membiarkan itu terjadi," kata Pita.
Selain para senator, hal lain yang belum diketahui ialah apakah Komisi Pemilihan Umum atau Mahkamah Konstitusi, dua lembaga yang terkenal karena peran mereka dalam melumpuhkan pemerintahan terpilih sebelumnya, akan mencari-cari suatu alasan untuk membubarkan Move Forward.
"Di negara-negara lain, ketika Anda punya dua partai terbesar seperti ini, bergabung, dengan kontrol lebih dari setengah majelis rendah, Anda harus dapat membentuk pemerintahan," kata Thitinan Pongsudhirak dari Universitas Chulalongkorn. "Tapi di Thailand itu terserah para lembaga wasit. Dan mereka telah menunjukkan bahwa mereka tidak imparsial."
Sementara ini, Move Forward mengatakan mereka sedang mempersiapkan pemerintahan, pengalaman yang tidak biasa bagi para anggota parlemen barunya, beberapa di antara mereka adalah aktivis politik muda yang dibayangi berbagai dakwaan kriminal akibat protes jalanan mereka.
Jika Move Forward dibiarkan untuk memerintah, rakyat Thailand akan memiliki pemerintahan termuda dan paling progresif dalam sejarah negara mereka.
Sumber: bbc.com
Artikel Terkait
Bukan Mobil atau Motor, Pria Ini Naik Babi Terobos Banjir
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?