Hal tersebut ditanggapi Rudi Valinka melalui akun Twitter pribadi miliknya. Dalam cuitannya, Rudi Valinka mengungkit soal politisasi agama yang kerap meriuhkan Pilkada DKI Jakarta 2017.
Baca Juga: Nah Kan! Soal Tabloid Anies Baswedan yang Disebar di Masjid, JK Kena Senggol: Jangan Cuma Bisa Mengecam, Apa Tindakan Konkretnya?
Rudi Valinka menuturkan bahwa penggunaan tempat ibadah juga dilakukan saat itu untuk politisasi agama.
"Berita tahun 2017 lalu saat seorang Calon Gubernur menggunakan Rumah Ibadah sebagai cara Politisasi Agama dan Bapak Politik Identitas Terbaik yang pernah ada," tutur Rudi Valinka melalui akun Twitter pribadi miliknya pada Selasa (20/9).
Lanjut, Rudi Valinka juga menegaskan bahwa kejadian Pilkada DKI Jakarta 2017 justru terulang kembali dengan diawali pada daerah Malang.
"Di tahun 2022 cara ini mulai diulang utk Pilpres dan diawali dari Malang. Masih percaya Firaun?," tandas Rudi Valinka.
Diketahui, tabloid berisi kesuksesan Anies Baswedan disebarkan di Masjid Al Amin, Jalan Pelabuhan Tanjung Perak. Diketahui, depan tabloid tersebut tampak jelas tulisan "Mengapa Harus Anies?".
Hal tersebut membuat geram Wali Kota Malang, Sutiaji. Ia merasa geram lantaran masjid yang sebagai tempat beribadah justru dijadikan sasaran kepentingan politis.
"Jangan membawa dan menarik-narik urusan berbau politik ke tempat ibadah. Walaupun domainnya itu domainnya ibadah masing-masing," ungkap Sutiaji.
Sutiaji menilai bahwa tabloid itu dikhawatirkan memicu persoalan atau kekacauan di tengah umat. Sebab, tabloid itu disebarkan di masjid yang merupakan tempat ibadah.
"Nanti dapat menimbulkan kekacauan umat, pro dan kontra. Jangan sampai nilai-nilai baik yang ada di sana itu hilang," ujar Sutiaji.
Baca Juga: Nah Lho! Kejadian Tabloid Anies Baswedan Bukan Pertama Kalinya, Denny Siregar: Memang Memalukan, di Jakarta Dulu Begitu! Eh Sekarang...
Sementara itu, terkait Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017 menjadi hal yang tak terlupakan bagi warga Jakarta. Hal tersebut lantaran banyak munculnya kasus penistaan agama.
Pilkada 2017 melahirkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam pasangan terpilih Gubernur dan Wakil Gubernur yang ramai oleh isu-isu SARA dan sentimen identitas. Hal tersebut tidak hanya membawa ketegangan politik di Ibu Kota tapi juga merembet ke daerah lainnya.
Bahkan Pilkada di tahun 2017 tersebut berimbas pada nama baik DKI Jakarta mendapat predikat sebagai kota intoleransi. Padahal, tercatat dalam penelitian tahun 2015, DKI Jakarta mendapat peringkat 65 dari 94 kota toleran.
Berita tahun 2017 lalu saat seorang Calon Gubernur menggunakan Rumah Ibadah sebagai cara Politisasi Agama dan Bapak Politik Identitas Terbaik yang pernah ada.Di tahun 2022 cara ini mulai diulang utk Pilpres dan diawali dari Malang.Masih percaya Firaun?https://t.co/yyxRtVLQdH
— RUDI VALINKA (@kurawa) September 20, 2022Sumber: NewsWorthy
Artikel Terkait
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?
Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Disabilitas