Dalam aksi polisi tembak polisi tersebut, sejauh ini yang menjadi saksi adalah Bharada E dan istri Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo.
Baca Juga: Singgung Kasus Ferdy Sambo, Ahli Soroti Ungkapan Intelijen Soal Fadil Imran: Bahwa Kapolda Metro Sudah...
Sugeng berpendapat bahwa untuk mengungkap kasus tewasnya Brigadir J dalam aksi polisi tembak polisi yaitu dengan metode obstraction of justice.
Dengan metode tersebut, pencarian fakta-fakta kematian seseorang yang dianggap tidak wajar bukan dengan menanyai saksi-saksi kejadian itu.
“Jadi gini, kalo ditemukan mayat yang mati dengan tidak wajar-bukan karena alamiah, maka tindak yang dilakukan itu bukan mencari orang yang tahu, bukan,” ujar Sugeng di kanal YouTube Refly Harun yang ditayangkan pada Selasa (26/7).
Melainkan, caranya dengan melakukan autopsi yang dilakukan oleh ahli forensik untuk membuat mayat tersebut bisa ‘berbicara’.
“Yang tindak dilakukan adalah bedah mayat, yaitu dengan autopsi,” ujar Sugeng.
“Karena mayat yang mendapatkan sebab kematian yang tidak wajar itu di tangan seorang ahli forensil, dokter forensik, atau kedokteran even bisa berbicara dalam tanda kutip,” paparnya.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat tewas dalam aksi polisi tembak polisi dengan Bharada E di rumah Irjen Ferdy Sambo.
Sumber: NewsWorthy
Artikel Terkait
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?
Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Disabilitas