"Sebelum kisruh harga TBS sawit ini muncul, kami sudah melakukan tumpangsari di kebun sawit kami. Saya dan para petani lainnya menanam jagung sejak awal tanam perdana sawit kami," kata anggota Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE) Cabang Kabupaten Simalungun, dilansir dari laman InfoSAWIT pada Selasa (5/7/2022).
Dengan tumpangsari tersebut, Marihot dan petani sawit lainnya justru menikmati hasil panen jagung di lahan sawit PSR-nya setiap empat bulan sekali selama beberapa tahun terakhir. "Tapi kalau yang sekarang harga jagung agak anjlok. Kalau jagung kering dihargai sekitar Rp4.000 per kg, kalau yang basah sekitar Rp3.000-Rp3.500 per kg," kata Marihot.
Lebih lanjut disampaikan Marihot dalam laman InfoSAWIT, jika lahan sawit yang mengikuti program PSR sekitar empat hektare, dengan proses tumpangsari tanaman jagung, para petani sawit di Hatonduan bisa menikmati hasil panen jagung hingga Rp20 juta. Jika dikurangi berbagai biaya seperti pupuk, pembelian bibit, upah pekerja, dan lainnya, Marihot mengaku di awal-awal masih bisa menikmati keuntungan hingga sekitar Rp10 juta.
"Tapi kalau sekarang paling bersih keuntungan saya sekitar Rp5 juta. Sebab, selain pupuk mahal, ternyata saat ini harga jagung malah anjlok. Mungkin saat rotasi panen empat bulan lagi kami harapkan harga jagung bisa pulih," kata Marihot.
Kata Marihot, pilihan tumpangsari dengan tanaman jagung juga ternyata membuat mereka bisa merawat kebun sawit secara bersamaan. Sebab, pupuk yang diberikan untuk tanaman jagung juga dinikmati tanaman sawit.
"Sekali melakukan pemupukan, dua tanaman yang dirawat sekaligus. Walau harga jagung sekarang lagi turun, puji Tuhan kami bisa merawat tanaman sawit kami," tegas Marihot.
Sumber: m.republika.co.id
Artikel Terkait
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?
Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Disabilitas