"Ada kejadian di mana seorang ibu meminta anaknya diberi ganja untuk pengobatan. Tentu harus jelas, apakah itu penilaian sang ibu atau memang berdasarkan hasil medis tapi pihak dokter tidak berani memberikan karena bertentangan dengan aturan di Indonesia. Ini dulu yang harus jelas, sehingga ada dasarnya," kata Teddy kepada Polhukam.id.
"Jika memang berdasarkan hasil medis dan tidak ada obat lain selain ganja, tentu saja hal itu menjadi tidak masalah karena tujuan maupun takarannya diperuntukkan untuk medis. Sesuatu yang dianggap berbahaya menjadi tidak berbahaya ketika tepat dalam penggunaannya dan berdasarkan ilmu," tambahnya lagi.
Teddy mencontohkan derajat berbahaya ganja tak seberbahaya morfin, tentu saja jika hal itu berdasarkan rekomendasi dokter terkait dosis serta bahayanya.
"Morfin itu dilarang, karena bagian dari Narkotika golongan tinggi, ganja itu tidak seberapanya morfin. Tapi morfin boleh digunakan ke pasien untuk proses pengobatan. Tentu dasarnya ada, baik dasar aturan maupun dasar secara medis. Begitupun Ganja, harus memiliki dasarnya juga,"
"Penggunaan Narkotika untuk kebutuhan medis bukan hal baru, sehingga untuk ganja yang tingkat bahayanya lebih rendah dari Morfin apalagi berasal dari tumbuhan alami, tentu akan lebih mudah diizinkan untuk medis," tutupnya.
Sumber: m.jpnn.com
Artikel Terkait
[ANALISIS] Peringatan Keras Panglima TNI Untuk Prajurit Aktif Rangkap Jabatan
Jokowi Diminta Sembunyi Dulu 5 Tahun
Tegas! Dikontak Pertamina, Fitra Eri Tolak Tawaran untuk Bantah Isu Pertamax Oplosan
Intip Dua Sosok Istri Tersangka Mega Korupsi Minyak Mentah, Langsung Gembok Akun Medsos