Dilansir dari laman Majalah Sawit Indonesia pada Selasa (28/6), Prof. Nuri mengatakan, karakteristik fisik minyak sawit dan produknya sangat dipengaruhi oleh komposisi asam lemaknya. Kandungan asam lemak jenuh yang tinggi – padat suhu ruang (titik leleh tinggi, lebih stabil terhadap pemanasan dan ketengikan) serta kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi – cair pada ruang (titik leleh rendah).
Produk minyak sawit dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan kadar lemaknya yaitu produk minyak/lemak (RBDPO, olein, stearin, PKO, vegetable ghee, shortening) dan produk emulsi (margarin, margarin-butter blend).
Terkait dengan minyak sawit sebagai ingredien minyak/lemak makan, Prof. Nuri mengatakan minyak sawit sangat sulit untuk disubstitusi oleh minyak/lemak yang ada di pasaran. Minyak sawit untuk ingredien minyak/lemak makan dapat dikelompokkan mulai dari tingkat kesulitan tinggi untuk disubstitusi oleh minyak/lemak lainnya (chocolate coating, non-dairy cream margarine for croissant, margarine for cream); tingkat kesulitan sedang (cocoa cream, donuts, margarine for cooking, dan biscuits); sementara untuk tingkat kesulitan rendah (margarine for spreading dan frying oils) yang masih dapat disubstitusi minyak nabati lain.
“Minyak nabati lain (minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak biji bunga matahari) jika digunakan untuk menggoreng memiliki keterbatasan karena asam lemak tidak jenuh sangat tinggi, sehingga tidak tahan panas dan mudah tengik. Minyak nabati tersebut agar stabil (tahan panas dan tidak mudah tengik) harus dihidrogenasi dan saat ini proses tersebut dilarang. Inilah salah satu alasan minyak sawit saat ini menjadi minyak goreng dunia,” kata Prof. Nuri, dilansir dari laman Majalah Sawit Indonesia.
Sumber: genpi.co
Artikel Terkait
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?
Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Disabilitas