Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Swiss German University, Loina Lalolo Krina mengatakan, budaya merupakan ciri khas yang mengikat suatu kawanan. Saat ini, menurut dia, dunia digital masih menjadi panggung budaya asing.
"Ini terjadi karena orang Indonesia belum siap. Padahal jumlah pengguna media sosial Indonesia terbilang banyak, tapi masyarakat belum mampu menunjukkan budaya Indonesia," ujar Loina saat Webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk Kelompok Masyarakat Wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (22/6/2022), dalam keterangan tertulis yang diterima.
Indonesia adalah negara heterogen/majemuk, tapi tidak terpolar (tidak terpecah belah atau terpisah secara ekstrem), sehingga potensi dampak konflik antar suku cenderung rendah. Menurut Loina, nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika berhasil menyatukan keragaman di Indonesia.
"Jika kita bisa melakukan seperti ini, mengapa kita tidak bisa melakukannya di dunia digital? Berarti belum paham bahwa dunia digital sama majemuknya dengan Indonesia," tuturnya.
Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika layak menjadi landasan kecakapan digital. Pengguna internet Indonesia harus bisa menunjukkan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital.
Loina mengatakan, tantangan budaya berdigital saat ini adalah mengaburnya wawasan kebangsaan, hingga menipisnya kesopanan dan kesantunan. Hal tersebut membuat pengguna internet Indonesia tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik atau provokasi yang mengarah pada segregasi sosial (perpecahan/polarisasi) di ruang digital.
Dosen Ilmu Komunikasi FIKOM Universitas Dr Soetomo, Nur'annafi Farni Syam Maella mengungkapkan, ada beberapa tipe pengguna internet atau media sosial di Indonesia. Namun, masyarakat belum memahami pentingnya jejak digital.
"Masyarakat harus memanfaatkan media sosial sebaik mungkin. Saat ini, media sosial bisa menjadi penentu karier mereka," kata Nur'annafi.
Sebuah penelitian dilakukan CarrerBuilder, dengan menggelar survei kepada 2303 orang profesional yang bekerja mencari sumber daya manusia. Tercatat 65 persen perekrut menggunakan media sosial untuk melihat apakah calon pekerja menampilkan dirinya sebagai seorang profesional. Sementara itu, 51 persen dari mereka ingin mengetahui apakah kandidatnya sesuai dengan budaya perusahaan dan 45 persen ingin mengetahui kualifikasi seseorang.
Menurut Nur'annafi, hasil survei tersebut semakin menunjukkan komunikasi bersifat ireversible. "Apa yang sudah disampaikan tidak akan dapat ditarik kembali. Hal ini juga berlaku di dunia digital, semua rekam jejaknya ada," ujarnya.
Webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk Kelompok Masyarakat Wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan SiberKreasi. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama, di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety, dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Kali ini hadir pembicara-pembicara yang ahli di bidangnya. Paparan Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Swiss German University Loina Lalolo Krina menjadi pembuka webinar, dilanjutkan penyampaian materi oleh Dosen Ilmu Komunikasi FIKOM Universitas Dr Soetomo Nur'annafi Farni Syam Maella. Diskusi ditutup Pengurus Siberkreasi & MAFINDO Heni Mulyati.
Sumber: republika.co.id
Artikel Terkait
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?
Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Disabilitas