Jika dibandingkan dengan surplus per April 2022 yang sebesar Rp103,1 triliun atau setara 0,58 persen PDB, surplus hingga Mei 2022 jauh lebih tinggi.
Dan jika dibandingkan dengan kinerja APBN pada Mei 2021, surplus APBN Mei 2022 juga jauh lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pada Mei 2021, APBN mengalami defisit 1,29 persen dari PDB atau Rp219,2 triliun.
"Ini merupakan pembalikan yang luar biasa dari kondisi fiskal kita. Pada tahun lalu (Mei 2021) kita mengalami defisit 1,29 persen dari PDB," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa yang dilakukan secara daring, pada Kamis (23/6/2022).
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dalam APBN 2022 sebetulnya telah didesain pada akhir tahun akan mengalami defisit Rp868 triliun atau 4,85 persen PDB.
"Akan tetapi, jika dilihat dari situasi Mei 2022 ini yang APBN-nya masih surplus, saya berharap di akhir tahun defisitnya tidak akan sebesar yang sudah diproyeksikan. Ini menggambarkan kesehatan dari APBN akan mulai kita pulihkan," ujarnya.
Adapun, untuk keseimbangan primer per Mei 2022 juga mengalami surplus Rp298,9 triliun, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp220,9 triliun.
"Ini juga lebih baik dari keseimbangan primer per Mei 2021 yang pada waktu itu defisit Rp67,4 triliun," terang Menkeu.
Menkeu turut menjelaskan bahwa surplus APBN ini didorong oleh pendapatan negara yang lebih besar daripada belanja negara. Pendapatan negara realisasinya mencapai Rp1.070,4 triliun, sementara untuk belanja negara tercatat realisasinya Rp938,2 triliun.
Realisasi pendapatan negara masih akan terus berlanjut atau tumbuh 47,3 persen dan diperkirakan masih akan tumbuh naik, didorong juga dengan mulai pulihnya ekonomi yang menuju pada tingkat normal.
"Optimalisasi belanja negara terutama untuk mendorong kinerja daerah, perlu terus dilakukan agar pemulihan ekonomi terus terjaga dan juga untuk melindungi masyarakat. Selain itu, perlu adanya mitigasi dampak risiko global terhadap belanja dan pembiayaan ke depannya," kata Sri Mulyani.
Menurutnya, surplus APBN Mei 2022 juga kembali berdampak pada penurunan pembiayaan utang. Sampai dengan Mei 2022, pembiayaan utang baru senilai Rp83,3 triliun atau 73,2 persen dari PDB, sedangkan pada periode yang sama di tahun 2021 mencapai Rp310,4 triliun atau 13,3 persen PDB.
"Belanja masih cukup, dan penerimaan yang cukup tinggi, maka kita memiliki SiLPA Rp215,5 triliun," ujarnya.
Sumber: jpnn.com
Artikel Terkait
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?
Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Disabilitas