Kebebasan berekspresi yang kebablasan menjadi salah satu tantangan budaya digital. Fasilitator Sekertariat Nasional GUSDURian, Muhammad Bakhru Thohir mengatakan, salah satu keuntungan adanya media sosial adalah bisa berekspresi, tapi tentunya tidak boleh menyinggung satu dan yang lain.
"Berekspresi yang kebablasan harus menjadi perhatian bersama," kata Bakhru saat Webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk Kelompok Masyarakat Wilayah Kota Batu, Jawa Timur, Selasa (22/6/2022), dalam keterangan tertulis yang diterima.
Indonesia memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Meski harus mempelajari terlebih dulu, menurut Bakhru, aturan ini bisa menjadi acuan batasan berekspresi di dunia digital karena adanya pasal 28 ayat 3 tentang ujaran kebencian.
Bagi orang awam cukup mudah untuk mengetahui apakah ekspresi itu bertujuan untuk ujaran kebencian. Bakhru menjelaskan, jika sudah ada itikad mengajak orang lain membenci yang dibencinya, itu bisa dikatakan ujaran kebencian.
"Kita bebas berekspresi, tapi tetap harus ada batasannya. Kita harus bisa mengendalikan diri dan tidak merugikan orang lain," ujar Bakhru.
Webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk Kelompok Masyarakat Wilayah Kota Batu, Jawa Timur, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Siber Kreasi.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama, di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety, dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Kali ini hadir pembicara-pembicara yang ahli di bidangnya. Paparan Founder-Komisaris Lenere Business Suite Eko Prasetyo menjadi pembuka webinar, dilanjutkan penyampaian materi oleh Fasilitator Sekertariat Nasional GUSDURian Muhammad Bakhru Thohir. Diskusi ditutup Relawan TIK dan Dosen Edy Wihardjo.
Dalam kesempatannya, Relawan TIK dan Dosen Edy Wihardjo membahas mengenai penipuan di dunia digital. Menurut dia, kasus penipuan sekarang ini semakin canggih, pelaku melakukan riset terlebih dulu sebelum melakukan penipuan. Meski demikian, masyarakat dinilai tetap bisa mencegahnya.
"Kita harus mengenali pola penipu. Pola penipu rata-rata sama sejak dulu," katanya.
Sumber: suara.com
Artikel Terkait
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
Rocky Gerung Sebut Ucapan Selamat Jalan Luhut ke Jokowi Penanda, Penanda Apa?
Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Disabilitas