Alhasil, Sri Lanka mencari bantuan keuangan dari negara tetangga seperti India dan China, termasuk dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, yang menjabat pada Mei, menekankan tugas monumental yang dia hadapi dalam membalikkan ekonomi yang dia katakan sedang menuju "titik terendah."
Orang-orang Sri Lanka menghadapi nasib yang tidak dapat dibayangkan. Mereka bisa makan karena kekurangan bahan pangan dan harus mengantre berjam-jam untuk mencoba membeli bahan bakar minyak (BBM) yang langka.
Situasi tersebut adalah kenyataan pahit bagi negara yang ekonominya tumbuh dengan cepat, kelas menengan tumbuh dan nyaman, hingga krisis terakhir semakin dalam.
Seberapa serius krisis di Sri Lanka dapat diukur salah satunya dengan kelangkaan pangan dan potensi kelaparan nasional.
Negara yang dipimpin Wickremesinghe biasanya tidak kekurangan makanan tapi diprediksi akan menghadapi kelaparan.
Program Pangan Dunia PBB mengatakan hampir sembilan dari 10 keluarga melewatkan makan atau berhemat untuk mengulurkan makanan mereka, sementara 3 juta menerima bantuan kemanusiaan darurat.
Dokter telah menggunakan media sosial untuk mencoba mendapatkan persediaan peralatan dan obat-obatan yang penting.
Semakin banyak orang Sri Lanka yang mencari paspor untuk pergi ke luar negeri untuk mencari pekerjaan.
Pekerja pemerintah telah diberikan hari libur ekstra selama tiga bulan untuk memberi mereka waktu untuk menanam makanan mereka sendiri. Singkatnya, orang-orang menderita dan putus asa untuk memperbaiki keadaan.
Sumber: repjogja.republika.co.id
Artikel Terkait
[ANALISIS] Peringatan Keras Panglima TNI Untuk Prajurit Aktif Rangkap Jabatan
Jokowi Diminta Sembunyi Dulu 5 Tahun
Tegas! Dikontak Pertamina, Fitra Eri Tolak Tawaran untuk Bantah Isu Pertamax Oplosan
Intip Dua Sosok Istri Tersangka Mega Korupsi Minyak Mentah, Langsung Gembok Akun Medsos