ALOWARTA.COM - Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menekankan bahwa persaingan bukan untuk dijadikan sebagai permusuhan.
Hal ini menjadi pelajaran yang berharga bagi Prabowo saat menceritakan kilas balik cara berpolitiknya pada 2014 dan 2019 lalu.
"Saya mengerti kenapa dua kali kalah. Terus terang saja kala itu belum sampai kepada pemahaman saya yang sekarang," kenang Prabowo di acara pertemuan relawan Erick Thohir alumni Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Senin (22/1).
"Pencerahan itu terjadi waktu 2019 saya kalah," tambah Prabowo.
Saat itu, Prabowo merasa dirinya yang belum sampai pada pemahaman untuk meredam ego dalam suatu persaingan, begitu pula para pendukungnya.
"Di jalan Thamrin, ada pendukung saya teriak siap mati untuk saya," kata Prabowo.
"Di situ saya langsung berlutut, saya bilang berhenti, saya tidak mau kau mati untuk saya, kau harus hidup untuk orang tuamu dan Indonesia," imbuhnya.
Ia pun sadar, jika dirinya terus mengedepankan ego, ketegangan bakal semakin meluas dan merugikan banyak pendukungnya.
Ia tak ingin Indonesia menjadi negara yang saling konflik antarsesama.
Baca Juga: Jadwal Indonesia Masters 2024, 12 Wakil Merah Putih Tanding Hari Ini
"Saya waktu itu benar-benar bilang, daripada saya jadi presiden melalui jalan kekerasan, lebih baik saya nggak jadi presiden," ucapnya.
Berkaca dari pengalaman tersebut, Prabowo menghadapi kontestasi politik 2024 ini dengan cara santai, meskipun terkadang beberapa pihak ofensif kepada dirinya.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: alowarta.alonesia.com
Artikel Terkait
FIFA akan Perkenalkan Kamera Tubuh pada Wasit di Piala Dunia Antarklub
Satu-satunya Tim ASEAN di Piala Asia U-17, Ketum PSSI: yang Terbaik untuk Merah Putih
Tekuk Yaman, Timnas U-17 Indonesia Raih Tiket ke Piala Dunia
Tenteng Pedang, Cristiano Ronaldo Ucapkan Selamat Idulfitri