POLHUKAM.ID - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memutuskan untuk tidak mencabut sejumlah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di sekitar pagar laut Tangerang, Banten.
Salah satu yang tetap dinyatakan berlaku adalah SHGB milik PT Cahaya Inti Sentosa (CIS), perusahaan yang terafiliasi dengan Sugianto Kusuma atau Aguan.
Menurut Nusron Wahid, SHGB milik PT CIS mayoritas berada di dalam garis pantai atau daratan, sehingga dinyatakan legal.
Total ada 58 sertifikat di wilayah itu yang ternyata berada di dalam garis pantai dan akhirnya tidak dibatalkan.
"CIS aman di dalam garis pantai mayoritas. Mungkin ada dua bidang tanah milik CIS yang berada di luar garis pantai atau masuk wilayah laut," ujar Nusron di kantornya, Jumat 22 Februari 2025.
Sementara itu, Kementerian ATR/BPN telah membatalkan 192 sertifikat tanah di area pagar laut Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji.
Dengan tambahan ini, total sertifikat yang telah dicabut mencapai 209 dari keseluruhan 280 sertifikat yang terbit di kawasan perairan tersebut.
Saat ini, masih ada 13 sertifikat yang statusnya belum jelas karena berada di antara garis pantai dan laut.
“Ada 13 sertifikat yang masih ditelaah lebih lanjut karena posisinya abu-abu, antara pantai, darat, atau laut,” jelas Nusron.
Bareskrim: Aguan dan Agung Sedayu 'Tak Tersangkut' Kasus Pagar Laut Tangerang
POLHUKAM.ID - Bareskrim Polri menegaskan bahwa pengusaha Sugianto Kusuma alias Aguan tidak terlibat dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) terkait pagar laut di Kabupaten Tangerang.
Dalam kasus ini, Bareskrim telah menetapkan empat tersangka, termasuk Kepala Desa Kohod, atas dugaan pemalsuan dokumen untuk pengurusan hak atas tanah di wilayah tersebut.
Namun, meskipun nama perusahaan Agung Sedayu milik Aguan sempat dikaitkan, polisi memastikan bahwa tidak ada bukti yang mengarah pada keterlibatan taipan properti tersebut.
"Apa hubungannya?" ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, saat menanggapi pertanyaan wartawan mengenai dugaan keterlibatan Aguan.
Ia menegaskan bahwa tidak ada saksi yang menyebut nama Aguan dalam penyelidikan yang tengah berlangsung.
Djuhandhani juga menekankan bahwa informasi yang beredar di media sosial tidak dapat dijadikan dasar dalam penyelidikan kasus ini.
"Kalau hanya berdasarkan perbincangan di media sosial, itu tidak bisa menjadi patokan dalam proses hukum," tegasnya.
👇👇
Dalam kasus ini, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Kepala Desa Kohod berinisial A, Sekretaris Desa Kohod berinisial UK, serta dua orang lainnya, SP dan CE, yang diduga sebagai penerima kuasa dalam pengurusan SHGB dan SHM pagar laut di Tangerang.
Penyidik mengungkap bahwa Kepala Desa Kohod, Arsin, membuat dan menandatangani sendiri surat palsu yang kemudian digunakan untuk mengajukan permohonan pengukuran dan pengakuan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
Hingga saat ini, sudah 44 saksi diperiksa dalam kasus ini, dan polisi juga telah menggeledah tiga lokasi, yaitu Kantor Desa Kohod, rumah Kepala Desa Arsin, serta rumah Sekretaris Desa Kohod.
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah barang bukti, termasuk dokumen rekapitulasi transaksi keuangan Desa Kohod serta beberapa rekening yang kini sedang ditelusuri aliran dananya.
"Kami masih mendalami apakah transaksi dalam rekening-rekening ini sesuai dengan dugaan aliran dana yang sedang diselidiki," jelas Djuhandhani.
Aguan Tidak Ngurusin Gituan
Sebelumnya Kuaasa hukum pengembang Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Muannas Alaidid, membantah keterlibatan kliennya terkait hl tersebut.
Menurut dia, pengembang PSN PIK 2 bukan yang memasang pagar laut tersebut.
Ia menyatakan tidak mungkin pengembang melakukan pemasangan itu.
"Bukan pengembang yang pasang, ngapain urusin beginian," katanya beberapa waktu lalu.
Muannas mengatakan, pagar laut yang terbuat dari bambu itu merupakan tanggul laut biasa yang merupakan hasil inisiatif dan swadaya masyarakat.
Pagar laut bambu itu disebut berfungsi untuk memecah ombah dan dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai tambak ikan di dekatnya.
Selain itu, tanggul laut bambu itu juga disebut Muannas digunakan untuk membendung sampah seperti yang ada di Muara Angke dan bisa juga menjadi pembatas lahan warga pesisir yang tanahnya terkena abrasi.
Sumber: Sawitku
Artikel Terkait
Rocky Gerung Anggap Jokowi Kompori Kader PDIP Tolak Perintah Megawati: Dia Ingin Memecah Belah
Boikot Retret, Megawati Dianggap Mengajari Kader Melawan Konstitusi
Adian Napitupulu hingga Ahmad Basarah Merapat ke Rumah Megawati
Pakar: Retret Kepala Daerah Punya Legal Basis yang Kokoh