Pakar Berikan Penjelasan Terkait Klarifikasi Jokowi Boleh Kampanye!

- Rabu, 31 Januari 2024 | 12:01 WIB
Pakar Berikan Penjelasan Terkait Klarifikasi Jokowi Boleh Kampanye!

HALLO.DEPOK.ID - Kontroversi Kampanye Presiden: Tudingan Pakar Hukum.

Sebuah kontroversi muncul setelah klarifikasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai hak presiden untuk berkampanye.

Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI), Jentera Bivitri Susanti, menilai bahwa penjelasan Jokowi dapat disebut sebagai misleading.

Dalam acara 'Political Show' di CNNIndonesia TV, Bivitri menjelaskan bahwa klarifikasi Jokowi hanya memaparkan satu ayat dari Pasal 299 dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Namun, menurutnya, Pasal 299 memiliki tiga ayat yang harus dihubungkan dan tidak bisa dipotong-potong.

Menurut Bivitri, meskipun dalam Pasal 299 dijelaskan bahwa presiden, wakil presiden, menteri, atau pejabat negara lainnya memiliki hak untuk berkampanye, terdapat ketentuan lain yang tidak dijelaskan oleh Presiden.

 

Baca Juga: Jokowi Makan Bakso Bareng Prabowo? Apa yang Dibicarakan?



Pertama, presiden dan wakil presiden hanya boleh berkampanye untuk diri mereka sendiri atau saat menjadi petahana untuk periode kedua.

Dalam konteks ini, Jokowi sudah tidak bisa mencalonkan diri lagi sebagai calon presiden.

Kedua, mereka hanya boleh berkampanye jika mendukung partai politik mereka sendiri.

Bivitri menegaskan bahwa Prabowo-Gibran, sebagai pasangan calon nomor 2, tidak diusung oleh partai politik yang menjadi rumah bagi Jokowi, yaitu PDIP.

Ini menjadi poin penting karena hubungan Jokowi dengan pasangan calon nomor 2 adalah hubungan keluarga, bukan hubungan elektoral.

Ketiga, apabila berkampanye, presiden dan wakil presiden harus masuk dalam kepengurusan tim sukses.

Artinya, Jokowi juga harus terdaftar dalam tim kampanye resmi dari pasangan calon yang didukungnya.

Namun, hingga saat ini, hal tersebut tidak terjadi.

 

Baca Juga: Mahfud MD dan Keputusan Eksklusifnya: Mengurai Rencana Pengunduran Diri dan Respons Jokowi

 

Bivitri menyoroti bahwa prinsip dan etika penyelenggara negara harus diperhatikan.

Seorang pejabat negara sulit melepaskan diri dari fasilitas negara yang melekat pada mereka, seperti ajudan, sopir, hingga mobil, yang sulit untuk dilepaskan.

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa pasal yang menyatakan hak presiden dan wakil presiden untuk berkampanye harus dibaca dalam konstruksi hukum yang utuh.

Lebih lanjut, Bivitri menyarankan agar Jokowi mundur dari jabatannya jika ingin terang-terangan turun gunung untuk berkampanye.

Ia mengkhawatirkan bahwa perilaku Jokowi dapat mempengaruhi para pembantunya, terutama Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diatur untuk bersikap netral.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: depok.hallo.id

Komentar