POLHUKAM.ID -Indikasi Presiden Joko Widodo sedang pecah kongsi politik dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri semakin menguat. Salah satu indikasinya, Jokowi tidak mengunggah satu pun foto agenda konsolidasi akbar PDIP, yakni puncak Bulan Bung Karno di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Sabtu (24/6) lalu.
Pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Andi Yusran menganalisa, fenomena pecah kongsi antara Jokowi dengan Megawati diindikasikan oleh perilaku politik orang nomor satu di Indonesia itu dalam meng-endorse Prabowo sebagai calon presiden.
Penjelasannya, kata Andi, pertama dari perspektif realis, yakni Jokowi memilikii kepentingan politik kekuasaan pasca dirinya lengser. Artinya, Jokowi perlu membangun dinasti dari trah-nya, Gibran, Kaesang, dan Bobby.
"(Jokowi) perlu mendapat dukungan patron dari presiden baru. Dan itu paling mungkin Jokowi dapatkan pada diri Prabowo," jelas Andi Yusran kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (5/7).
Faktor kedua, dari perspektif ekonomi politik. Tidak bisa dipungkiri bahwa Jokowi, keluarga dan kelompok kepentingan yang mengitarinya butuh kepastian akan keberlangsungan bisnisnya. Tujuannya, untuk mengakomodasi kepentingan ekonomi-bisnis tersebut.
"Jokowi tentu butuh capres yang akomodatif, dan itu paling mungkin dinegosiasikan dengan Prabowo dan tidak kepada Ganjar yang sudah terlanjur membuat 'kontrak politik' dengan PDIP," pungkas Direktur Eksekutif Lanskap Politik Indonesia (LPI) itu.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Menko Yusril Sebut Prabowo Siapkan Program KOMCAD untuk Terpidana Kasus Narkoba
Berhasil Dilantik jadi Menteri Investasi, Rosan Roeslani Ternyata Punya Kekayaan Senilai Lebih dari 860 Miliar!
Saling Bantah Anies vs Khoirudin PKS, Ini Pernyataan Lengkap Keduanya Lewat Pesan Suara
Dewan Pakar Tak Kaget Airlangga Mundur dari Ketum Golkar: Harusnya dari Dulu!