Sajak "Di Langit Ada Revolusi", Ilustrasikan Pemimpin Partai yang Belingsatan di Istana

- Rabu, 21 Juni 2023 | 21:36 WIB
Sajak



POLHUKAM.ID -Aktivis pergerakan sekaligus budayawan Adhie Massardi tetap produktif dalam mengkritisi panggung politik nasional. Bukan hanya dengan pernyataan terbuka, melainkan juga dengan karya sastra.


Pandangan Adhie acap kali disampaikan melalui karya puisi kritik sosial yang tajam tapi dengan bahasa tertata-sastra. Sajaknya paling anyar adalah Di Langit Ada Revolusi.  


Berbeda dengan sajak-sajaknya yang lain, dalam Di Langit Ada Revolusi ini, mantan jurubicara Presiden Gus Dur ini menyisipkan “bara api perlawanan” yang dikemas WS Rendra, sahabat sekaligus gurunya, dalam sajak Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta.


Adhie memberikan ilustrasi tentang para pemimpin partai yang belingsatan di Istana. Maksudnya, kata Adhie, peristiwa politik saat Presiden Widodo mengumpulkan para ketua partai untuk mendesain kandidat capres 2024.


"Secara keseluruhan sajak Di Langit Ada Revolusi ini seperti didesain untuk menjadi pengantar perubahan politik yang akan terjadi," kata Adhie Massardi, Rabu (21/6).


Adhie nyindir peristiwa cawe-cawe Joko Widodo ini dengan beberapa penggalan bait, di antaranya:

Revolusi para pemimpin (partai)

Adalah revolusi dewa-dewa

Mereka berjuang untuk surga

Dan tidak untuk bumi


Sajak ini lantas dibacakan sebagai pembuka dalam “Orasi Kebangsaan Gatot Nurmantyo dan tokoh Indonesia" yang digelar di Al Jazeerah Function Hall, Polonia, Jakarta hari ini.


Berikut sajak Di Langit Ada Revolusi karya Adhie yang juga Ketua Komite Eksekutif KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia).


*Di Langit Ada Revolusi*


Mesin pancaroba tiba-tiba tiba

Mesin waktu dengan kecepatan cahaya

Membawanya ke sini dengan lekas

Banyak orang was-was, para pejabat cemas


Angin kencang berpusar di halaman Istana

Nyingkap awan gelap di langit kekuasaan

Gunung bergetar muntahkan magma jingga

Yang lama terpendam di dada anak-anak muda


Tak ada lagi hutan penahan lahar

Karena habis dicuri atas rekomendasi menteri

Lahar pun mengalir ke kota kantor polisi terbakar

Mengalir ke balai kota pejabat gubernur berlari


Musim pancaroba, kenapa tiba-tiba tiba

Mesin waktu dengan kecepatan cahaya

Yang membawanya ke sini dengan lekas

Lalu siapa ngumpulkan pelacur-pelacur itu?


Pelacur-pelacur kota Jakarta

Yang ngibar-ngibarkan kutang di lapangan Monas

Korban permainan politik statistik

Disatukan Rendra untuk ngatasi musim paceklik


Bagi pujangga prostitusi lebih mulia dibanding politisi

Mereka menjual diri demi masa depan anak-anaknya

Sedangkan politisi menjual ayat-ayat konstitusi

Menghancurkan masa depan anak-anak bangsa


Maka sambil ngangkang dan ngibarkan kutang

Mereka cibir para pemimpin partai itu

Yang cemas bergegas masuk Istana

Soal kandidat jadi masalah gawat, seperti mau revolusi


Seseorang yang tampak seperti muncikari

Mengambil secarik kertas dari balik beha

Dengan suaranya yang parau

Ia baca pesan dari pujangga kita


Revolusi para pemimpin (partai)

Adalah revolusi dewa-dewa

Mereka berjuang untuk surga

Dan tidak untuk bumi


Revolusi dewa-dewa

Tak pernah menghasilkan

Lebih banyak lapangan kerja

Bagi rakyatnya


Musim pancaroba yang ditenteng tangan waktu

Adalah isyarat langit untuk perubahan

Untuk meruntuhkan dinding batas keadilan

Untuk melahirkan lapangan kerja lebih banyak


Inilah saat para ksatria ngayunkan cangkul

Nanam benih kehidupan yang lebih baik. 


Sumber: RMOL

Komentar