Saat ini, Anies menjadi salah satu tokoh yang punya elektabilitas tinggi dan berpeluang maju sebagai capres 2024. Partai NasDem yang dipimpin Surya Paloh sedang menyiapkan kendaraan politik untuk Anies. Bila Paloh cs berhasil menjaring partai lain, terbuka peluang Anies akan berhadapan dengan Prabowo di Pilpres 2024.
Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani sepertinya paham dengan peta politik ini. Di tengah upaya partainya mematangkan deklarasi pencapresan Prabowo, Muzani cs malah menyindir tokoh lain. Kata dia, selama ini banyak tokoh politik yang namanya melambung tinggi berkat bimbingan orang lain. Namun, sayangnya sedikit di antara mereka yang mengerti rasa berterima kasih. Baik itu kepada ketua umum partai politik, maupun parpol itu sendiri. "Sepertinya hal itu sesuatu yang mahal," kata Muzani, dalam keterangannya, kemarin.
Kendati demikian, dia tidak mengatakan secara gamblang tokoh yang disindirnya itu. Hanya, dia kembali menyampaikan kritik, selama ini di dunia politik, adab politisi itu sudah mulai luntur.
“Dalam tradisi politik kita, terima kasih adalah suatu yang langka, jarang dijumpai," tambahnya.
Apakah menyindir Anies? Wakil Ketua MPR itu, tidak mau membeberkan secara gamblang. Hanya dia bilang, tokoh yang dimaksudnya itu memang tengah berambisi untuk bersaing dengan Prabowo, tokoh yang dulu ikut membesarkannya.
"Orang yang dibesarkan partai, justru bersaing dengan partai yang membesarkannya, bersaing demi jabatan-jabatan. Adab politik kita telah dijauhi oleh pelaku politik kita," tegasnya.
Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad berupaya menerjemahkan maksud Muzani. Namun, Dasco tidak berani mengungkap siapa yang dimaksud Muzani. "Saya pikir, yang dinyatakan Pak Muzani itu kan secara umum, perumpamaan-perumpamaan yang ada, dalam menyikapi dinamika politik di Indonesia," sebut Dasco, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Dasco meminta, pernyataan Muzani itu tidak perlu dibesar-besarkan. "Tetap menjadi acuan berpolitik yang santun dan bijak bagi kita semua," imbuh Wakil Ketua DPR itu.
Meskipun Gerindra tidak menyebut nama, Pengamat Politik dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad menduga, peluru yang ditembakkan itu ada kaitannya dengan kepala daerah yang pernah dibesarkan oleh Prabowo dan sekarang terancam menjadi rivalnya di Pilpres 2024.
"Mungkin bisa ditujukan pada tokoh-tokoh yang pernah diusung Gerindra," sebut Saidiman saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Kalau pun benar tembakkan itu diarahkan ke Anies, kata Saidiman, masalah itu sebenarnya tidak perlu dibesarkan. Menurutnya, setiap orang memiliki hak untuk dipilih dan memilih.
"Rasanya tidak bijak kalau tokoh yang pernah didukung tidak boleh berkompetisi," tegasnya.
Sekalipun itu harus melawan parpol dan tokoh yang membesarkan kepala daerah tersebut. "Politik itu dinamis. Gerindra tidak boleh membatasi kompetisi siapapun orangnya," terang dia.
Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno meminta Muzani tidak perlu menyesalkan fenomena "kacang lupa kulitnya". Karena yang dimaksud anak buah Prabowo itu bisa risiko ke partai.
"Jadi siap-siap saja partai itu dikangkangi dan ditinggalkan oleh orang-orang yang dibesarkan namanya," tegas Adi, saat berbincang dengan Rakyat Merdeka.
Toh, ada peran partai juga yang membuat fenomena "kacang lupa kulitnya" menjamur. Misalnya, proses kaderisasi rendah, sehingga memaksakan untuk mengusung orang lain yang elektabilitasnya tinggi. "Istilahnya itu semacam nemu kader di jalan, potensial, elektabilitasnya kuat, lalu diusung," pekik Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu.
Lebih lanjut, sejauh ini acuan politik di Indonesia bukan berbasis konstitusi dan etika. Cuma bermodal ketenaran lalu ketiban durian runtuh. "Jadi pernyataan Pak Muzani semakin menebalkan banyak pemimpin di negara ini dibesarkan partai, dan setelah itu partai ditinggalkan. Hanya sedikit saja yang istiqomah," tekannya.
Lebih kencang, dia mengungkapkan peran partai yang ada di Indonesia. Kata dia, partai itu hanya sebatas alat untuk merebut kekuasaan politik. Banyak pihak yang menganggap partainya tidak lagi menguntungkan, kemudian jadi kutu loncat. Ataupun ikut rombongan bedol desa.
"Artinya berlaku umum untuk siapapun. Bahkan di momen politik selanjutnya bisa saling berhadapan," pungkas dia.
Sumber: rm.id
Artikel Terkait
Menko Yusril Sebut Prabowo Siapkan Program KOMCAD untuk Terpidana Kasus Narkoba
Berhasil Dilantik jadi Menteri Investasi, Rosan Roeslani Ternyata Punya Kekayaan Senilai Lebih dari 860 Miliar!
Saling Bantah Anies vs Khoirudin PKS, Ini Pernyataan Lengkap Keduanya Lewat Pesan Suara
Dewan Pakar Tak Kaget Airlangga Mundur dari Ketum Golkar: Harusnya dari Dulu!