"Jadi kalau mesin politik Partai Golkar, PPP, dan PAN ini dalam aksi bisa mendua kali lipatkan 24 persen yang didapatkan 2019, ya menang. Saat ini saja 24 persen kali dua berarti sekitar 50 an persen," kata pengamat politik Adi Prayitno dalam acara diskusi Lembaga Komunikasi dan Informasi (LKI) Partai Golkar dengan tema "Membaca Arah Koalisi Indonesia Bersatu", di Jakarta, Jumat (24/6/2022).
Adi membaca KIB sebagai kekuatan politik dengan anatomi berbeda. Koalisi berbagi peran setara, dan bukan mengandalkan figur tapi pada kerja-kerja lintas sektoral dan struktural.
Sederhananya, kata Adi, KIB harus bisa mengkapitalisasi apa yang dilakukan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga; Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan dan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa yang saat ini sebagai menteri sebagai bagian dari insentif KIB.
"Jadi kalau Zulhas misalnya saat ini berhasil menurunkan harga-harga pokok bisa mengeksekusi persoalan minyak goreng itu bukan hanya untuk Zulhas kedepan tapi harus dibaca sebagai deal politik KIB dengan pak airlangga dan itu tidak diketahui publik," paparnya.
Kemudian kerja Suharso juga perlu dibuktikan untuk melakukan insentif politik dan harus bisa dikapitalisasi sebagai dari kerja-kerja kolektif. Dengan demikian Adi yakin, publik akan menyukai koalisi KIB ketimbang koalisi lainnya yang mengandalkan jualan figur.
"Karena begitu KIB dibentuk banyak elit tokoh melakukan Pertemuan dan konsolidasi. KIB kan memprovokasi partai partai politik yang lain untuk segara membentuk perkongsian politik," tuturnya.
"Kan begitu, setelah KIB muncul banyak partai kemudian melakukan pertemuan dan silaturahmi politik. Ingin membentuk semut merah setelah itu gak jadi, ada naga merah sampai sekarang juga belum jelas," sambungnya.
Sumber: akurat.co
Artikel Terkait
KERAS! Mantan Wapres Try Sutrisno Turut Mendukung Penggantian Wakil Presiden Gibran
Jokowi Beri Arahan Peserta Sespimen Polri di Rumahnya
Dukungan Ganti Wapres Gibran Terus Mengalir
JANGGAL! Selain Ijazah, Skripsi Jokowi Ternyata Berbeda Dengan Teman Seangkatan, Kok Bisa?