"Ini sangat merugikan industri garmen rumahan yang berskala UMKM dan juga tidak ramah lingkungan,” katanya, Jumat, 10 Juni 2022.
“Selain ada faktor kesehatan, kita juga harus mempertimbangkan aspek moralitas bangsa dan aspek pemihakan kepada industri nasional,” kata Gobel.Gobel mengatakan, industri garmen rumahan dan skala UMKM merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional.
“Sektor ini menyerap banyak tenaga kerja dan menjadi salah satu penggerak ekonomi di lapis bawah sehingga sangat berpengaruh dalam mengangkat kemiskinan. Ingat, Bapak Presiden Jokowi selalu berpesan tentang membangun dari pinggiran. Itu artinya membangun dari desa dan dari bawah. Impor pakaian bekas tentu bertentangan dengan visi Bapak Presiden dan memperburuk ekonomi di lapis bawah serta melemahkan UMKM,” katanya. Di negeri asalnya, kata Gobel, pakaian bekas berkategori limbah dan sampah. Selain itu, katanya, tak semua pakaian bekas itu bisa layak pakai dan akan menjadi sampah bagi Indonesia.
“Di sini kita sebagai bangsa harus menjaga dignity sebagai bangsa. Indonesia bukan bangsa sampah. Ini yang saya maksud tentang moralitas bangsa. Di mana wajah Indonesia diletakkan dalam konteks ini,” katanya.
Membangun industri, kata Gobel, membutuhkan kreativitas dan intelektualitas.
“Bukan seperti impor pakaian bekas tersebut. Tak butuh kreativitas dan intelektualitas yang tinggi untuk impor pakaian bekas. Sedangkan membangun industri garmen, walau berskala rumahan dan UMKM tetap membutuhkan kerativitas dan intelektualitas. Harus bisa memahami desain, mengikuti tren, membaca pasar, manajemen industri, manajeman sumberdaya manusia, dan sebagainya,” katanya.
Ia mengakui bahwa industri garmen rumahan memang berskala kecil dan sederhana, namun itu akan menjadi wawasan dan pengalaman bagi dirinya, bagi anak-anaknya, dan bagi masyarakat sekelilingnya. Hal ini, katanya, tentu tak bisa dibandingkan dengan skill importir pakaian bekas yang hanya membutuhkan koneksi dengan para pemegang kekuasaan dan kekuatan modal saja.
“Jangan lupa dari yang kecil akan menjadi besar,” katanya.
Namun hal yang lebih penting lagi, kata Gobel, kemampuan membangun industri sekecil apapun akan memiliki dampak bagi keluarga dan masyarakat sekelilingnya.
“Bukan sekadar menghidupkan ekonomi komunitas, tapi juga yang utama adalah membangunkan kewarasan publik,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa industri garmen rumahan biasanya dipicu oleh satu orang lalu akan ditiru oleh komunitas di lingkungannya. Karena itu, industri garmen rumahan, katanya, selalu tumbuh dalam suatu kelompok masyarakat.
“Kita jangan membunuh ekonomi masyarakat hanya untuk mengimpor barang yang di negeri asalnya sudah dikategorikan sebagai sampah,” Katanya.
Sumber: genpi.co
Artikel Terkait
Agar Petani Tidak Rugi, Prabowo Minta Bulog Wajib Beli Gabah Rp 6.500 Per Kilogram
LHKPN Raffi Ahmad, Harta 1 Triliun, Punya 45 Tanah dan 23 Kendaraan
Nelvin Ndruru, Bocah 10 Tahun di Nias Selatan, Menjadi Korban Penyiksaan oleh Keluarga Ayah
PSSI Rencana Undang Timnas Belanda Untuk Melawan Timnas Indonesia