Ijazah Bayangan dan Bayang-Bayang Kekuasaan: 'Pratikno Dalam Pusaran Dugaan Pemalsuan Dokumen Jokowi'
Oleh: H. Damai Hari Lubis, SH., MH
Koordinator Advokat TPUA, Pengamat Hukum dan Politik
Sejak mencuatnya dugaan pemalsuan ijazah Presiden Joko Widodo ke ruang publik, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) terus menyusun keping demi keping puzzle dalam skandal yang membelit mantan orang nomor satu di republik ini.
Salah satu dugaan paling serius adalah keterlibatan Pratikno—mantan Rektor Universitas Gadjah Mada—yang disebut-sebut menjadi pintu masuk legalisasi dokumen pendidikan Jokowi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surakarta.
Jika kabar yang terus bergulir ini benar, maka Pratikno bukan sekadar akademisi, melainkan aktor intelektual dalam skenario besar penyelundupan legitimasi.
Dugaan kami, Pratikno diduga meloloskan fotokopi ijazah Jokowi tanpa memperlihatkan dokumen aslinya, namun tetap memberikan legalisasi seolah-olah autentik. Keputusan itu, jika terbukti, tentu membawa konsekuensi hukum yang sangat serius.
Tak hanya terhadap Jokowi sebagai pihak utama, tapi juga kepada para pihak yang turut serta (deelneming) dalam rangkaian proses administratif yang mengantarkannya ke kursi kekuasaan.
Saya, sebagai bagian dari tim advokasi TPUA yang mendampingi Bambang Tri Mulyono (BTM) dan Gus Nur di Pengadilan Negeri Surakarta, menyaksikan sendiri bagaimana kejanggalan demi kejanggalan mengemuka.
Mulai dari tidak adanya satu pun kepala sekolah maupun teman semasa SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi yang bersumpah pernah melihat ijazah asli milik Jokowi.
Meski ada legalisasi, tetapi substansi dokumennya tetap dipertanyakan—dan kini sudah dinyatakan dalam vonis inkracht.
Nama Pratikno tak asing dalam daftar terduga sejak lama. Ketua Umum TPUA Eggi Sudjana, serta pengurus lainnya seperti saya sendiri dan Muslim Arbi, telah berulang kali menyampaikan hal ini dalam berbagai forum dan media daring.
Dugaan ini bukan tuduhan sembrono, melainkan hasil observasi yang konsisten dan disampaikan dalam koridor hukum.
Jika benar keterlibatan Pratikno saat menjabat sebagai Rektor UGM, maka bisa dipahami bagaimana KPU bisa terperdaya oleh kewibawaan akademik yang dibawanya. Tapi pemahaman semacam ini tidak membebaskan siapapun dari tanggung jawab hukum.
Justru, dalam sudut pandang hukum pidana, penyertaan semacam ini memperkuat unsur delik culfa—kelalaian yang tetap dapat dikenai sanksi pidana, meski dengan ancaman yang lebih ringan dibanding tindakan sengaja (dolus).
Karenanya, penyidikan komprehensif terhadap Pratikno, Jokowi, hingga para komisaris KPU Surakarta, DKI, dan KPU RI menjadi keniscayaan.
Proses hukum tak bisa berhenti hanya karena pelaku berada dalam lingkaran kekuasaan. Karena, hukum pidana tidak mengenal kasta.
TPUA telah mengadukan perkara ini ke Bareskrim Polri. Kini tinggal menunggu, apakah lembaga penegak hukum di bawah Presiden Prabowo Subianto yang dikenal tegas namun demokratis, berani menapaki jalur yang sama: due process of law yang profesional dan presisi. Keyakinan publik terhadap aparatur negara berada di titik genting.
Sebagian besar rakyat percaya, Prabowo tak akan mengubur kasus ini di bawah karpet merah kekuasaan.
Namun kita juga memahami, proses ini tidak akan semudah membalik telapak tangan. Jokowi bukan figur biasa.
Ia mantan presiden dengan jaringan kekuasaan yang masih mengakar kuat, termasuk sisa kekuatan politik yang kini terserap ke dalam Kabinet Merah Putih.
Tapi seperti kata pepatah Latin, fiat justitia ruat caelum—biarlah keadilan ditegakkan meskipun langit runtuh.
Publik hanya perlu satu hal: kesabaran dan keteguhan untuk menanti kebenaran terkuak.
Karena dalam hukum yang adil, tak ada tempat bagi kebohongan—apalagi yang berselimut legitimasi akademik dan politik.
***
Artikel Terkait
ANEH! CV Jokowi Saat Mendaftar Capres Mendadak Lenyap di Situs KPU Jelang Sidang Ijazah, Ada Apa?
Bocor Dokumen Salinan Putusan Perceraian Baim Wong, Paula Verhoeven Disebut Kena HIV
Walid Real Version! Pimpinan Ponpes di Lombok Barat Cabuli 20 Santriwati dengan Modus Sucikan Rahim
Beredar Isu Kena HIV, Paula Verhoeven Tak Bisa Berkata-kata Saat Ditanya Soal Penyakitnya