Prihatin, Kisah Keturunan RA Kartini Sang Pahlawan Wanita, Anaknya Terlibat PKI, 5 Cicitnya Idap Autisme

- Selasa, 22 April 2025 | 07:25 WIB
Prihatin, Kisah Keturunan RA Kartini Sang Pahlawan Wanita, Anaknya Terlibat PKI, 5 Cicitnya Idap Autisme


POLHUKAM.ID
- Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini dikenal sebagai pionir emansipasi wanita di Indonesia.

Melalui surat-suratnya, ia menyuarakan hak-hak perempuan untuk mendapat pendidikan dan kebebasan berpikir.

Namun, di balik perjuangannya yang begitu mulia, Kartini harus berpulang di usia 25 tahun pada 1904, hanya beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya—RM Soesalit Djojoadhiningrat.

RM Soesalit Djojoadhiningrat: Anak Kartini yang Terlibat Kontroversi


RM Soesalit merupakan anak semata wayang hasil pernikahan Kartini dengan KRM Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat, Bupati Rembang saat itu.

Setelah dewasa, Soesalit sempat meniti karier militer dan pernah menjadi Panglima Divisi III Diponegoro pada masa pendudukan Jepang.

Ia dikenal sebagai tokoh yang ikut bergerilya melawan penjajahan Belanda saat Agresi Militer II.

Namun, namanya tercemar akibat disebut dalam dokumen terkait Pemberontakan PKI Madiun 1948.

Akibatnya, ia dikenai tahanan rumah dan penurunan pangkat.

Sejak saat itu, bayang-bayang keterlibatan PKI melekat pada keluarganya, membuat kehidupan mereka semakin terpinggirkan.

Cucu Kartini: Boedi Soesalit dan Kehidupan yang Semakin Sulit


Soesalit menikah dengan Siti Loewijah dan memiliki seorang anak, yakni RM Boedi Setyo Soesalit.

Boedi meneruskan darah biru keluarganya, namun hidup dalam tekanan sosial dan politik karena masa lalu ayahnya.

Boedi menikah dengan Ray Sri Biatini Boedi Setyo Soesalit, dan dari pernikahan tersebut lahir lima anak yang kelak menjadi cicit dari R.A. Kartini.

Lima Cicit Kartini Hidup Memprihatinkan: Semua Mengidap Autisme


Kisah pilu terus berlanjut pada generasi keempat.

Kelima cicit R.A. Kartini diketahui mengidap autisme, yang membuat mereka kesulitan dalam bekerja dan berinteraksi secara sosial.

Nama-nama kelima cicit tersebut antara lain:

RA Kartini Setiawati Soesalit

RM Kartono Boediman Soesalit

RA Roekmini Soesalit

RM Samingoen Bawadiman Soesalit

RM Rahmat Harjanto Soesalit

Keluarga ini tidak tinggal di Jepara, melainkan menetap di Parung, Bogor, dalam kondisi ekonomi yang serba kekurangan.

Boedi Soesalit meninggal dalam usia 57 tahun, meninggalkan sang istri, Sri Biatini, untuk merawat lima anak berkebutuhan khusus seorang diri.

Nasib Tragis Para Cicit: Dari Tukang Ojek hingga Bunuh Diri


Kehidupan kelima cicit Kartini amat jauh dari kata sejahtera.

Berikut sekelumit kisah memilukan mereka:

Kartono dan Samingoen sempat menjadi tukang ojek demi menyambung hidup.

Roekmini harus menjanda setelah suaminya bunuh diri karena tekanan ekonomi.

Rahmat Harjanto meninggal dunia lebih dulu.

Hanya Kartini Setiawati yang kehidupannya sedikit lebih baik dibanding saudara-saudaranya.

Pemerintah sempat memberi perhatian dan bantuan kepada mereka, tetapi beban merawat lima anak autis tetap menjadi ujian berat bagi sang ibu, Sri Biatini.

Kartini Day: Antara Peringatan dan Perjuangan yang Belum Usai


Setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini.

Namun, tak banyak yang tahu bahwa cicit-cicit sang pahlawan masih berjuang untuk bertahan hidup,

bertolak belakang dengan simbol kehormatan yang disandang nenek moyangnya.

Kisah ini menjadi pengingat bahwa penghargaan terhadap tokoh nasional seharusnya juga diwujudkan dalam

perhatian nyata kepada keturunannya—terutama yang hidup dalam keterbatasan dan kebutuhan khusus.

Mari Jaga Warisan Kartini: Bukan Hanya Nama, Tapi Juga Kemanusiaan

Kartini tak hanya mewariskan gagasan emansipasi.

Ia meninggalkan jejak tentang hak untuk hidup layak bagi semua, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus.

Sudah saatnya masyarakat dan negara benar-benar menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk untuk keluarga tokoh bangsa sendiri.

Sumber: suaramerdeka

Komentar