BREAKING NEWS! Ratusan Purn Jenderal TNI Usulkan Pergantian Wakil Presiden

- Jumat, 18 April 2025 | 10:50 WIB
BREAKING NEWS! Ratusan Purn Jenderal TNI Usulkan Pergantian Wakil Presiden




POLHUKAM.ID - RATUSAN PURN JENDERAL TNI MENGUSULKAN PERGANTIAN WAPRES GIBRAN.


Pernyataan Sikap ini ditandatangi oleh purn 103 Jenderal, 73 Laksamana, 65 Marsekal, dan 91 Kolonel TNI pada 17 April 2025.


Pernyataan Sikap Ratusan Purn Jenderal TNI dibacakan oleh Mayor Jenderal TNI (Purn.) Soenarko mantan Danjen Kopassus.


Ada 8 Poin Pernyataan Sikap Ratusan Jenderal TNI:


(1) Kembali kepada UUD 1945 yang asli.


(2) Mendukung program kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN.


(3) Menghentikan PSN PIK-2, PSN Rempang, dan kasus-kasus serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat, serta berdampak pada kerusakan lingkungan.


(4) Menghentikan tenaga kerja asing Cina yang masuk ke wilayah RI dan mengembalikan tenaga kerja asing Cina ke negara asal.


(5) Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan UUD 1945 pasal 33.


(6) Melakukan reshuffle kepada para menteri yang diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para pejabat dan aparat negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden RI Joko Widodo.


(7) Mengembalikan Polri pada fungsi kamtibmas di bawah Kementerian Dalam Negri. 


(8) Mengusungkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR. 


👇👇


[VIDEO]




Pakar HTN Ini Beberkan Kondisi-Kondisi Pemakzulan Wakil Presiden




Wacana pemakzulan atau impeachment Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka menjadi perbincangan publik saat ini. 


Terdapat alasan wacana impeachment tersebut, muncul antara lain isu dugaan gratifikasi dari para Menteri. 


Serta dugaan kepemilikan akun Kaskus ”fufufafa” oleh Gibran yang dianggap merupakan perbuatan tercela.


Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari menjelaskan mekanisme yang dapat menyebabkan pemakzulan presiden dan wakil presiden di Indonesia. 


Berdasarkan UUD 1945 dan UU No.13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), terdapat prosedur ketat yang harus diikuti dalam proses pemakzulan terhadap presiden dan wakil presiden yang telah menjabat.


Dia menjelaskan bahwa pemakzulan hanya dapat diterapkan kepada presiden dan wakil presiden yang sudah resmi menjabat. 


Artinya, mekanisme ini tidak bisa diterapkan pada calon presiden atau calon wakil presiden yang belum dilantik. 


Penerapannya juga memerlukan mekanisme forum khusus atau  previlegiatum.


”Impeachment hanya berlaku untuk presiden dan wakil presiden yang sudah menjabat. Jadi, dia ada semacam forum khusus atau  previlegiatum terhadap presiden dan atau wakil presiden. Tentu tidak dikenakan pada calon presiden dan cawapres atau presiden dan wakil presiden terpilih karena mereka belum menjabat,” ungkap Feri, Rabu (11/9/2024).


Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas itu melanjutkan proses ini diatur oleh UU, dimulai dengan adanya 25 orang pengusul anggota DPR yang mengajukan hak untuk menyatakan pendapat. 


Selanjutnya, pendapat ini kemudian diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan sidang, di mana DPR berpendapat bahwa presiden atau wakil presiden tersebut telah melanggar hukum.


”Pelanggaran yang dimaksud mencakup tindak pidana berat seperti korupsi, suap, pengkhianatan terhadap negara, atau perbuatan tercela,” katanya.


Sehubungan isu yang berkembang saat ini, menurut Feri risiko pemakzulan wakil presiden dapat terjadi karena dianggap melakukan perbuatan tercela. Hal ini tentunya perlu bukti yang konkret dan jelas.


"Kalau itu betul terjadi, DPR periode berikutnya bisa mengambil langkah sepanjang presiden dan wakil presiden tersebut sudah dilantik terlebih dahulu. Hal ini karena pasal-pasal dalam UU berlaku hanya untuk presiden atau wakil presiden yang sudah menjabat, bukan kepada yang belum dilantik," katanya.


Dia menjelaskan perbuatan tercela atau misdemeanor mencakup tindakan yang dianggap tidak pantas oleh masyarakat atau DPR dan tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang presiden atau wakil presiden.


”Definisinya luas, bisa melanggar hukum maupun etika yang berlaku dalam masyarakat," ujarnya.


Sebagai contoh dari kasus luar negeri, skandal Bill Clinton dan Monica Lewinsky di Amerika Serikat. 


Dalam kasus ini, yang menjadi masalah bukan perselingkuhannya, karena dalam budaya barat perselingkuhan adalah urusan pribadi. 


Namun yang membuat Clinton dimakzulkan adalah kebohongan yang ia lakukan terkait perselingkuhan tersebut.


Sejauh ini, Indonesia belum pernah secara eksplisit mempraktikkan pemakzulan berdasarkan perbuatan tercela. 


Namun, dia mengingatkan tentang beberapa peristiwa penting dalam sejarah politik Indonesia dikaitkan dengan perbuatan tercela. 


Seperti Soekarno, Soeharto dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Meski demikian, ketiga kepala negara tersebut tidak melalui persidangan forum khusus.


Sebagai informasi, pengertian Pemakzulan wakil presiden adalah proses pemberhentian wakil presiden dari jabatannya sebelum masa jabatannya berakhir, sebagaimana diatur dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945. 


Alasan Pemakzulan Berdasarkan Pasal 7A UUD 1945, wakil presiden dapat diberhentikan apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.


Sumber: HukumOnline

Komentar