Belokkan Substansi Soal Ijazah Jokowi, UGM Jangan Cawe-Cawe!

- Minggu, 13 April 2025 | 17:35 WIB
Belokkan Substansi Soal Ijazah Jokowi, UGM Jangan Cawe-Cawe!


'Belokkan Substansi Soal Ijazah Jokowi, UGM Jangan Cawe-Cawe!'


Pernyataan dari guru besar hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Markus Priyo Gunarto, soal ijazah mantan Presiden RI ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi menambah keraguan publik.


Bagaimana tidak, sebelumnya Markus menyebut bahwa ijazah milik Jokowi pernah ada, namun kini tidak lagi berada dalam arsip resmi kampus.


Lucunya, dia mengklaim bahwa dokumen tersebut telah dibuat ulang.

 

Pengamat hukum pidana, Damai Hari Lubis menilai pernyataan tersebut bentuk pembelokan substansi. 


“Pernyataan seperti itu bukan klarifikasi, tapi justru bentuk pembelokan substansi,” kata Damai, Minggu (13/4/2025).


Lantas Damai mempertanyakan keabsahan pernyataan tersebut dari perspektif hukum. 


Menurutnya, dalam ranah pidana, pergantian dokumen resmi tidak bisa dilakukan tanpa prosedur hukum yang jelas dan bukti administrasi yang sah.


“Dalam hukum pidana, dokumen resmi tidak bisa sekadar ‘diganti’ tanpa prosedur. Jika memang hilang, mana bukti laporannya? Mana berita acara kehilangan atau verifikasi forensik atas dokumen pengganti itu," beber Damai.


Dia juga menyoroti sikap Markus yang dianggap lebih condong membela kekuasaan daripada menegakkan prinsip hukum. 


“Narasi ini berbahaya. Ia bisa mengacaukan logika hukum masyarakat, seolah semua bisa dijustifikasi lewat tafsir pribadi guru besar, bukan lewat mekanisme ilmiah dan hukum yang ketat," paparnya.


Ia juga mengingatkan agar UGM tetap memegang nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas sebagai institusi pendidikan. 


“Opini semacam ini justru memberi kesan bahwa kampus tunduk pada kuasa, bukan pada nurani akademik," kata Damai.


Sementara mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr Soffian Effendi menilai bahwa masih banyak kejanggalan dan inkonsistensi yang terus muncul dan belum dijawab secara terbuka oleh pihak kampus.


“Beberapa fakta inkonsistensi tentang ijazah asli Jokowi dan skripsi yang bersangkutan tetap bermunculan,” kata Prof Soffian, Sabtu (12/4/2025).


Menurutnya, klaim bahwa ijazah asli Jokowi hilang tidak pernah disertai bukti kuat. 


“Ijazah asli yang hilang menurut penjelasan Rektor dan Dekan FSP ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti yang membuktikan eksistensi ijazah tersebut,” jelasnya.


Prof Soffian juga menyoroti hasil analisis yang dilakukan oleh ahli kecerdasan buatan (AI) terhadap foto dalam dokumen ijazah Jokowi.


“Analisis yang dilakukan oleh ahli AI tunjukkan bahwa foto di ijazah yang dipakai Jokowi berbeda dari foto Jokowi,” katanya.


Prof Soffian juga menyoroti keabsahan skripsi milik Presiden Jokowi. 


Ia menilai terdapat sejumlah detail krusial dalam dokumen tersebut yang justru menimbulkan keraguan. 


“Keabsahan skripsi Jokowi diragukan karena adanya bukti-bukti yang tidak jelas, baik nama pembimbing, tanggal ujian, dan hasil ujian,” katana melanjutkan.


Prof Soffian juga menyinggung makin besarnya keraguan publik terhadap pernyataan pimpinan UGM. 


“Semakin luas pendapat yang meragukan kejujuran dan kebenaran pendapat Rektor dan Dekan tentang keaslian ijazah Jokowi,” tuturnya.


Prof Soffian menyerukan agar pihak UGM, terutama para pimpinan di tingkat fakultas dan universitas, menunjukkan keberanian moral untuk mengungkapkan fakta yang sebenarnya. 


“Kondisi seperti ini tinggal menunggu keberanian Rektor dan Dekan Fakultas Kehutanan dalam mengungkapkan kebenaran dan kejujuran,” tutupnya. 


Klarifikasi dari Fakultas Kehutanan UGM 


Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan menyesalkan penyebaran informasi yang menyesatkan. 


Dia menjelaskan bahwa pada masa itu, penggunaan font serupa "Times New Roman" sudah lazim di kalangan mahasiswa. 


Beberapa percetakan di sekitar kampus, seperti Prima dan Sanur, memang menyediakan jasa cetak sampul dan lembar pengesahan dengan gaya font yang mirip. 


“Fakta adanya mesin percetakan di sekitar kampus seperti Prima dan Sanur seharusnya diketahui, karena yang bersangkutan juga kuliah di UGM,” kata Sigit Sunarta, Jumat (21/3/2025).


Dia juga menambahkan bahwa skripsi Jokowi sendiri masih ditulis menggunakan mesin ketik. 


Hanya sampul dan lembar pengesahannya yang dicetak di percetakan, praktik yang umum di kalangan mahasiswa saat itu. 


Soal permasalahan format nomor ijazah Jokowi yang disebut tidak menggunakan klaster, Sigit Sunarta meluruskan bahwa di masa itu, Fakultas Kehutanan UGM memang memiliki kebijakan penomoran tersendiri. 


Penomoran ijazah didasarkan pada urutan nomor induk mahasiswa yang lulus, ditambah kode fakultas (FKT).  Kebijakan ini berlaku untuk semua lulusan, bukan hanya Jokowi. 


“Nomor tersebut memang mengikuti urutan nomor mahasiswa yang lulus dan ditambahkan kode fakultas, jadi tidak ada yang aneh,” kata Sigit Sunarta. 


Bagaimana kesaksian kakak angkatan dan teman seangkatan?


Ketua Senat Fakultas Kehutanan UGM, San Afri Awang, turut menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak masuk akal. Dia bahkan berbagi pengalaman pribadi saat menyusun skripsinya dulu. 


“Waktu saya bikin skripsi, saya juga cetak sampul di Prima. Zaman itu, jasa cetak sudah ada, bahkan mesin komputer IBM PC pun sudah tersedia untuk mengolah data statistik,” katanya. 


San Afri juga mengingat bahwa tak semua mahasiswa menggunakan percetakan. 


“Kawan-kawan yang ekonominya sulit, banyak yang tetap pakai mesin ketik buat sampul dan lembar pengesahan,” tuturnya. 


San Afri Awang menegaskan, Jokowi adalah mahasiswa aktif, dikenal teman-teman satu angkatan, mengikuti kegiatan kampus, dan sah lulus dari Fakultas Kehutanan UGM. 


Sementara itu, Frono Jiwo, teman seangkatan Jokowi, mengaku prihatin dengan tuduhan ini. 


Dia membenarkan bahwa mereka masuk kuliah bareng pada 1980 dan lulus bersama di 1985. 


Frono Jiwo juga memastikan bahwa ijazahnya dan Jokowi sama dalam format dan tanda tangan rektor maupun dekan. 


“Yang beda cuma nomor kelulusan,” jelasnya. 


Frono Jiwo juga menuturkan bahwa Jokowi memang dikenal pendiam, tapi punya selera humor yang tinggi saat bercengkerama dengan teman-temannya. 


Dia juga mengenang hobi mendaki gunung Joko Widodo, meski ia sendiri jarang ikut. 


“Pak Jokowi sering naik gunung, beberapa gunung di Jawa dan Sumatra sudah didaki,” katanya.


Sebagai jawaban tegas atas isu yang beredar, UGM menunjukkan bukti autentik berupa skripsi asli Jokowi yang berjudul Studi Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pengrajin Mebel di Surakarta.


Skripsi tersebut tebalnya 91 halaman, ditulis dengan mesin ketik, serta memiliki lembar pengesahan dan sampul yang dicetak di percetakan. 


Penampakan skripsi milik Jokowi yang ditunjukkan oleh pihak kampus. 


Selain itu, foto wisuda Jokowi bersama teman-teman seangkatannya juga ditampilkan sebagai bukti bahwa dia benar-benar mengikuti prosesi kelulusan pada tahun 1985. 


Momen wisuda Jokowi yang dirilis UGM, tetapi pihak kampus tidak menyebutkan yang mana sosok Jokowi dalam foto tersebut. 


Sumber: MonitorIndonesia

Komentar