Fakta Menarik! Ramadan Terjadi Dua Kali dalam Setahun pada 2030, Begini Penjelasan Secara Sains

- Minggu, 30 Maret 2025 | 23:45 WIB
Fakta Menarik! Ramadan Terjadi Dua Kali dalam Setahun pada 2030, Begini Penjelasan Secara Sains


POLHUKAM.ID -
Ramadan pada 2030 diperkirakan akan terjadi sebanyak dua kali dalam setahun.

Fenomena unik ini rupanya dapat dijelaskan secara ilmiah melalui ilmu sains.

Dijelaskan oleh Guru Besar Fisika Teori IPB University Prof Husin Alatas, dunia fisika masih menganggap bahwa besaran waktu merupakan sebuah misteri yang belum dapat diungkap penjelasannya secara memadai, dan tampaknya tidak akan pernah bisa.

“Meskipun demikian, bagi manusia, waktu merupakan sesuatu yang nyata dirasakan setiap hari, yang dirasakan melalui kehadiran perubahan di semua aspek kehidupan. Termasuk perubahan yang terkait dengan fenomena alam tertentu,” ucap Husin dalam keterangannya, dikutip 30 Maret 2025.

Cara Mengukur Besaran Waktu


Dalam mengukur dan menandai besaran waktu, "Para ilmuwan kerap kali menggunakan fenomena periodik di alam."

Saat ini, terdapat alat bernama jam kisi optik yang digunakan sebagai penentu waktu yang sangat akirat dan presisi.

Jam ini memanfaatkan transisi frekuensi optik pada atom-atom seperti Ytterbium (Yb), Strontium (Sr) ataupun Aluminum (Al).

“Penentuan satuan waktu yang akurat memanfaatkan pola turun-naik level energi elektron pada atom-atom tersebut yang sangat stabil,” paparnya.

Sementara itu, dosen Mekanika Lagrange-Hamilton di Departemen Fisika IPB University tersebut menjelaskan, pengukuran waktu tradisional yang telah dikenal sejak dulu memanfaatkan fenomena alam yang bersifat periodik, yaitu pergerakan semu matahari.

Rotasi Bumi menjadi dasar penentuan waktu harian, sedangkan revolusi Bumi mengelilingi matahari menghasilkan gerak semu matahari yang digunakan untuk penentuan waktu tahunan dan pergantian bulan.

Gerak periodik bulan juga telah lama digunakan dalam menentukan waktu tahunan, terutama dalam kaitannya dengan pergantian bulan pada kalender lunar, seperti kalender Hijriah.

Gerak Periodik Bulan


Berdasarkan penampakannya, gerak periodik bulan dapat diklasifikasikan menjadi gerak periodik sideral dan sinodik.

Gerak sideral bulan adalah gerak revolusi bulan mengelilingi bumi yang diukur berdasarkan posisi relatifnya terhadap objek tetap langit (seperti bintang, galaksi, atau kuasar).

Satu periode sideral diukur setelah bulan mengelilingi bumi selama 27,32 hari.

“Sementara pada periode sinodik yang dijadikan patokan satu gerak revolusi adalah melalui penampakan fase-fase bulan dengan lama 29,53 hari,” katanya.

Perlu diketahui bahwa orbit bulan tidaklah bulat sempurna, melainkan berbentuk elips yang mengelilingi bumi dengan kemiringan sekitar 5,1 derajat terhadap bidang orbit bumi saat mengelilingi matahari.

Akibat dari kemiringan inilah muncul fase-fase bulan, mulai dari bulan baru, sabit muda, purnama, hingga sabit tua.

“Perbedaan antara lama periode sideral dan sinodik terletak pada fakta bahwa selain mengorbit bumi, bulan juga mengikuti gerak orbit bumi mengelilingi matahari,” ucapnya.

Fase Bulan Baru


Lebih lanjut, fase bulan baru terjadi ketika bulan berada segaris dengan matahari dan bumi (konjungsi).

Sedangkan ketika bulan mulai bergeser sedikit dari posisi ini, pengamat di bumi dapat melihat sedikit cahaya matahari yang terpantul dari sebagian kecil permukaan bulan.

Pantulan ini kemudian menghilang kembali seiring perubahan posisi pengamat.

“Pantulan tipis cahaya matahari pada fase bulan baru inilah yang lazim dikenal sebagai hilal yang menjadi penentu awal bulan kalender lunar/Hijriah,” katanya.

Ramadan Terjadi Dua Kali dalam Setahun


Sebagai informasi, terdapat perbedaan 10,88 hari antara tahun matahari (kalender Masehi) dan tahun lunar (kalender Hijriah).

Tahun Masehi berlangsung selama 365,24 hari. Sementara panjang tahun lunar dalam kalender Hijriah adalah 354,36 hari.

“Karena perbedaan panjang hari tersebut, maka terdapat peluang tanggal satu bulan Hijriah tertentu dapat terjadi dua kali dalam satu tahun matahari, termasuk bulan Ramadan. Berdasarkan perhitungan, pada tahun 2030 mendatang, akan ada dua tanggal satu Ramadhan,” ungkapnya.

Terlepas dari fenomena bulan baru tersebut, penetapan kalender Hijriah melalui dua cara: perhitungan analitik-matematis yang bersifat prediktif (hisab) dan observasi yang bersifat faktual (rukyat).

“Perlu direnungkan bahwa keduanya pada hakikatnya merupakan fondasi utama sains modern saat ini, yakni prediksi dan observasi,” tutupnya.

Sumber: disway

Komentar