Membedah Rencana Rahasia di Balik Revisi UU TNI

- Jumat, 21 Maret 2025 | 23:50 WIB
Membedah Rencana Rahasia di Balik Revisi UU TNI


Membedah 'Rencana Rahasia' di Balik Revisi UU TNI


Pembahasan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia dikebut Dewan Perwakilan Rakyat meski sejak awal tidak masuk dalam daftar prioritas legislasi nasional 2025. Adakah rencana rahasia di baliknya?


Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) meski menuai penolakan dari publik. Ketika massa berdemonstrasi di luar pagar, pada saat yang sama: rapat paripurna DPR menyepakati RUU itu pada Kamis (20/3/2025) pagi.


Ketua DPR RI Puan Maharani meminta publik tak curiga.


“Jangan ada prasangka dulu, mari kami sama-sama baca dengan baik setelah UU ini disahkan," katanya kepada jurnalis.


Puan menjelaskan prajurit TNI tetap dilarang berbisnis hingga menjadi anggota partai politik.


“Tetap dilarang, tidak boleh berbisnis, tidak boleh menjadi anggota parpol, dan ada beberapa lagi, itu harus," ujarnya.


TNI aktif hanya boleh menempati jabatan sipil di 14 kementerian/lembaga. Yang lain harus mengundurkan diri dari kedinasan atau pensiun.


Namun, publik publik sejauh ini masih belum mendapatkan draf revisi UU TNI yang disahkan tersebut. Rencana revisi beleid ini sejak awal juga tidak masuk dalam daftar prioritas legislasi nasional 2025.


Peneliti Kebijakan Publik dan Militer, Made Supriatma, mengatakan ada sesuatu yang lebih penting dibanding kekhawatiran militer akan menduduki jabatan sipil jika Undang-Undang TNI direvisi.


Sebab, militer masuk ranah sipil itu sudah lebih dulu dilaksanakan jauh sebelumnya. Bagi Made, masalah lebih penting adalah mendefinisikan ulang komando teritorial.


“Sebenarnya komando teritorial ini penting tidak? Ini tidak bisa kita hapuskan sehingga TNI secara struktural dari tingkat pusat sampai desa strukturnya masih utuh,” katanya dalam diskusi virtual Di Balik Pasal-Pasal Revisi UU TNI di akun X @dirtyvote, Rabu (20/3/2025) malam.


Made menyoroti klaim TNI bahwa komando teritorial adalah bagian dari doktrin perang Indonesia. Padahal, doktrin ini masih bisa dikaji ulang.


Komando teritorial menempatkan satuan TNI di berbagai tingkatan, dari Komando Daerah Militer hingga Komando Rayon Militer.


Selain itu, Made juga mengulas perubahan usia pensiun dalam revisi UU TNI. Pasal 53 menetapkan batas pensiun: bintara dan tamtama 55 tahun, perwira hingga kolonel 58 tahun, perwira tinggi bintang satu 60 tahun, bintang dua 61 tahun, dan bintang tiga 62 tahun.


Untuk jenderal bintang empat, batas usia pensiun adalah 63 tahun. Namun, presiden bisa memperpanjangnya dua kali, masing-masing satu tahun.


Made membandingkan dengan negara lain. Di Amerika Serikat, usia pensiun militer hanya 42-45 tahun.


“Tentara memerlukan basis kekuatan fisik. Menembak saja susah. Butuh orang muda dan kuat,” tuturnya.


Ia menduga penambahan usia pensiun itu ada kaitan dengan rencana penambahan 22 Komando Daerah Militer (Kodam) baru di Indonesia yang akan selesai dibangun pada 2029.


Menurut dia, jika wacana itu bakal terlaksana, setiap provinsi yang berjumlah 38 akan memiliki Kodam tersendiri.


Tak cuma itu, tiap Kodam membutuhkan dua Komando Resor Militer (Korem). Di bawahnya paling tidak ada 10 Komando Distrik Militer (Kodim).


“Tentu kebutuhan prajurit akan membesar. Ini akan menjadi pertimbangan untuk menaikkan usia pensiun?” ucap Made.


“Penambahan 22 Kodam itu jauh memperbesar personel TNI.”


Postur TNI juga makin lebar dengan rencana pembentukan 100 batalion teritorial pembangunan pada 2025. Hal ini sebelumnya diungkap Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam rapat bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat pada November 2024.


Menurut Made, rencana tersebut bakal melahirkan kompi-kompi pertanian hingga perikanan, yang salah satu tugasnya seperti menanam padi. Bagi dia, ini sesuatu yang janggal.


“Dalam tradisi TNI dan juga di mana pun di dunia, saya tidak pernah melihat tentara bertani. Di mana-mana tentara tugasnya berperang,” katanya.


Batalion-batalion itu akan berada di bawah Kodim. Sementara itu, Kodim juga membawahkan dua batalion komite cadangan–warga sipil yang diberi latihan militer.


Alhasil, setiap Kodim akan memiliki tiga batalion. Made menilai hal itu menyalahi kaidah: batalion seharusnya di bawah Kodam atau Korem tipe A.


Sedangkan dari sisi warga sipil, kehadiran batalion yang personelnya bertugas tanam padi hingga pelihara ikan akan membuat persaingan di akar rumput. Misal, merebut air hingga pupuk yang kerap langka.


“Bisa bayangkan antara petani sendiri bentrok karena berjuang mendapatkan air. Kalau tentara masuk ke bagian ini terus bagaimana?” tanya Made.


Meski pun itu bukan hal baru. Sejak 2015, tentara di tingkat desa atau Babinsa mendampingi petani untuk produksi jagung, padi, dan kedelai. Tentara lantas mendorong petani menjual gabahnya ke Bulog melalui Babinsa.


Selain itu, Made melihat tentara juga terlibat dalam Proyek Strategis Nasional hingga food estate. Terbaru, tentara turut membuka lahan di Merauke, Papua.


“Menurut saya, RUU TNI menyentuh sedikit sekali hal-hal yang sudah dilakukan TNI untuk masuk ke ranah sipil. Yang kami lihat, keterlibatan tentara itu dari atas sampai bawah, dan itu sudah terjadi,” ujarnya.


Karena itu, Made menyebut tentara telah dijerumuskan ke lubang yang berbahaya bagi negara.


“RUU TNI menjadi krusial karena akan kehilangan tentara seperti kita idealkan untuk menjadi negara modern.”


Mengapa Buru-Buru Revisi UU TNI Meski Ekonomi Memburuk?


Made mengatakan pemerintahan saat ini menyadari bahwa mereka lemah sehingga jika ekonomi anjlok mereka tidak akan bisa berpaling ke mana-mana. Lalu, kebijakan mereka tidak disukai banyak orang, seperti Danantara dan Makan Bergizi Gratis yang menimbulkan protes publik.


“Menurut saya, yang mereka lakukan saat ini adalah menyiapkan satu infrastruktur kekerasan atau represi,” kata Made.


“Karena ini Prabowo, yang dia tau kan tentara. Kalau itu Jokowi, ya, polisi,” imbuhnya.


Made melihat ada rencana lain jika revisi UU TNI ini mandek di DPR, yaitu akan meloloskan uji materi UU TNI yang saat ini sedang berproses di Mahkamah Konstitusi. Gugatan itu dilayangkan oleh Guru Besar Universitas Pertahanan Kolonel Sus Prof Mhd. Halkis.


“Banyak orang mengatakan ini plan B-nya. Kalau RUU tidak lolos di DPR, maka gugatan dimenangkan, terus memaksa DPR mengamandemen UU ini lagi,” katanya.


Bagaimana di internal TNI, ada gejolak? Made belum tahu perdebatan di dalam TNI dari matra berbeda. Namun, ia melihat ada perdebatan halus di kalangan militer di publik. “Kita tidak tahu perdebatan di dalam itu seperti apa,” tuturnya.


Made khawatir keterlibatan lebih banyak tentara di ranah sipil membikin worst-case scenario atau sesuatu yang paling buruk. Sebab, tentara yang memiliki kekuasaan dan akses ke sumber-sumber ekonomi akan rentan disalahgunakan.


“Orang sipil juga bisa, tapi terbatas. Orang sipil tidak bersenjata,” kata Made.


Ini pula yang membuat tentara enggan melepas kemiliterannya ketika masuk ke jabatan sipil. “Karena di militer punya kekuatan simbolik dan senjata.”


Made melihat proses revisi UU TNI bagai serangan mendadak, persis gaya militer. Alhasil masyarakat tidak terlalu siap. Tapi Made memperkirakan gerakan sosial untuk melawan akan meningkat setelah Lebaran, ketika suhu politik naik dan ekonomi juga tak kunjung membaik.


“Kalau keadaan ekonomi tidak membaik, tidak ada yang bisa membendung kemarahan masyarakat, dan UU TNI ini akan menjadi isu besar,” ujarnya.


Meningkatnya Kehadiran Militer di Papua


Dalam satu dekade terakhir, Made mencatat jumlah militer di Tanah Papua meningkat. Selain mengatasi perang dari warga Papua, pemicu lain merespons kehadiran pangkalan militer Amerika Serikat di Papua Nugini, yang dianggap sebagai bagian dari strategi AS untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok di kawasan Pasifik.


Menurut Made, pangkalan operasi Angkatan Udara berada di Biak dan pangkalan operasi Angkatan Laut di Sorong. “Ini membawa jumlah-jumlah militer yang sangat besar ke Papua,” katanya.


Di sisi lain, Angkatan Darat memperluas struktur komandonya di Papua. Kini ada tiga Kodam dengan yang terbaru di Merauke. Ke depan, diperkirakan jumlah Kodam di Papua akan bertambah menjadi enam. Jumlah pasukan non-organik yang dikirim dari berbagai daerah ke Papua juga meningkat.


“Saya baru saja menyelesaikan pencatatan, tentang batalion-batalion BKO non-organik yang diterjunkan dari berbagai daerah di Indonesia ke Papua. Itu jumlahnya sekitar 12.900 personel,” ujar Made.


Operasi di Tanah Papua juga naik. Selain Damai Cartenz dan operasi reguler lainnya, sekarang ini terdapat operasi Habema.


Saat ini, total pasukan TNI di Papua diperkirakan mencapai 56.000 hingga 58.000 personel untuk populasi penduduk di sana sekitar 5,6 juta jiwa. “Satu tentara untuk 100 penduduk. Itu jauh lebih tinggi dari perbandingan di Indonesia,” katanya.


Terkait RUU TNI, Made belum dapat memastikan apakah akan berdampak pada pengurangan atau justru penambahan jumlah pasukan di Papua. Namun, melihat kepentingan strategis pemerintah saat ini terhadap Papua, skenario lebih mungkin adalah peningkatan kehadiran militer.


“Kalau melihat daerah kepentingan pemerintah yang sekarang ini terhadap Papua, itulah yang akan mereka lakukan menambah jumlah pasukan,” kata Made.


***


Sumber: Suara

Komentar