Dana Haji Dikemanakan BPKH? Harus Segera Diaudit

- Kamis, 20 Maret 2025 | 15:15 WIB
Dana Haji Dikemanakan BPKH? Harus Segera Diaudit


POLHUKAM.ID -
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah, sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen (Persero) tahun anggaran 2019 pada 6 Maret 2025 lalu.
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Taspen dan mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management. 

Keduanya diduga terlibat dalam penempatan dana investasi PT Taspen sebesar Rp1 triliun pada Reksadana RD I-Next G2 yang dikelola PT IIM, yang mengakibatkan kerugian negara.

Panggilan KPK itu jadi mengingatkan terkait uang publik pada BPKH yang disebut-sebut dikelola bank syariah pertama di Indonesia, yakni bank Muamalat Indonesia (BMI). 

"BPKH sebagai pemegang saham pengendali utama di BMI dalam perspektif UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebut memiliki kewajiban untuk mengelola dana nasabah dengan prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) agar tetap sesuai dengan syariah dan aman dari risiko kerugian yang tidak wajar," kata Iskandar Sitorus Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) kepada Monitorindonesia.com, Kamis (20/3/2025).

Di balik kisah panjang keberangkatan haji setiap tahunnya, ada satu elemen krusial yang jarang disorot, yaitu dana haji. Uang yang ditabung bertahun-tahun oleh jutaan calon jamaah itu bukan sekadar parkir di kas negara. 

Dana ini sekarang dikelola oleh BPKH yang diberi mandat untuk menginvestasikannya agar nilai manfaatnya bertambah. "Tapi, di balik angka-angka triliunan rupiah itu, muncul pertanyaan besar, benarkah dana umat ini dikelola dengan aman? Ataukah justru sedang dihadang bahaya karena salah langkah investasi?" tanya Iskandar Sitorus.

Dia mengajak untuk cermati asal muasal tata kelola dana haji, dimulai dari sejarah BPKH hingga ambisi investasi. BPKH lahir dari semangat reformasi pengelolaan dana haji. 

Sejak dulu, dana jamaah dikelola Kementerian Agama, yang kerap dikecam karena kurang transparan. Lewat UU No. 34 Tahun 2014, menyebut pengelolaan itu dialihkan ke BPKH sebagai lembaga independen yang bertugas untuk mengelola dana haji secara transparan dan profesional; menginvestasikan dana agar memberikan nilai manfaat serta membiayai operasional haji dan subsidi jamaah.

Uang umat dikelola ke mana saja?

Berdasarkan laporan keuangan BPKH, total dana kelolaan per 2023 mencapai Rp167 triliun. Tapi di sinilah masalah dimulai, yakni mayoritas dana ditempatkan di sektor perbankan syariah, dengan investasi paling kontroversial ada di Bank Muamalat Indonesia (BMI). BPKH kini memegang 82,65% saham BMI setelah menyuntikkan Rp1 triliun dalam bentuk rights issue dan Rp2 triliun dalam bentuk sukuk subordinasi

Sejatinya, investasi ini dimaksudkan untuk menyelamatkan BMI yang hampir kolaps. Namun, yang terjadi berikutnya justru berbalik yakni terlihat jadi bumerang, papar Iskandar Sitorus.

Bank Muamalat tempat investasi penyelamatan atau jerat?

Data menunjukkan BMI masih berada dalam kondisi rawan: Non Performing Financing (NPF) BMI masih di atas 5%, jauh dari batas aman. Lalu sengketa hukum BMI berpotensi merugikan BPKH hingga Rp39,5 miliar. Belum lagi surat utang yang dibeli BPKH dari BMI cenderung memicu konflik kepentingan, karena BPKH adalah pemegang saham mayoritas sekaligus pembeli surat utang dari bank yang sama.

"Sehingga kita patut bertanya, apakah BPKH sedang menyelamatkan BMI, atau menyelamatkan investasinya sendiri? Dan jika BMI tetap merugi, siapa yang menanggung? Apakah dana haji akan terancam?" tanya Iskandar lagi.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah beberapa kali mengaudit BPKH. Itu alarm bahaya. Temuan mereka tidak bisa diabaikan. Mari lihat laporan hasil pemeriksaan (LHP) tahun 2021, BMI disebut sebagai investasi berisiko tinggi dengan NPF yang belum teratasi. BPK mendesak BPKH segera mencari exit strategy untuk keluar dari BMI. 

Lalu di LHP 2022  BPK menyoroti surat utang BMI yang dibeli BPKH sebagai pemegang saham. Ada potensi benturan kepentingan yang harus segera ditindak. Terlebih sebelumnya yakni pada LHP tahun 2018-2020 SOP investasi BPKH dinilai lemah dan belum memadai.

BPK menemukan manajemen risiko di BPKH belum terintegrasi dengan baik. Pertanyaannya adalah, apakah BPKH mengabaikan peringatan BPK?, tanya dia heran.

Apa ada potensi pelanggaran hukum?

Mari kita tarik ke ranah hukum dan perspektif audit, UU No. 34 Tahun 2014 menyebut BPKH wajib mengelola dana haji dengan prinsip kehati-hatian dan nilai manfaat. 

Lalu UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan dana haji adalah bagian dari keuangan negara, artinya setiap kerugian adalah kerugian negara. Lantas UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) di Pasal 3 berbunyi “Setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara dipidana.” Dan di Pasal 15 disebut “Pembiaran terhadap praktik korupsi juga bisa dikenakan sanksi hukum.”

Dana umat harus selamat maka pemerintah bersama BPK dan aparat penegak hukum harus fokus mencermati kinerja BPKH agar tidak menimbulkan hal buruk terhadap pemilik dana tersebut. Itu harus diutamakan untuk diwujudkan, tegas Iskandar Sitorus.

IAW menyarankan kinerja untuk menemukan solusi dari kekusutan ini seperti:

1. Exit strategy, harus segera dilakukan, terlebih BPKH sudah menyebut akan mencari investor strategis untuk BMI. Namun, hingga kini belum ada kepastian. Jika tak ada investor yang masuk, BPKH bisa terjebak lebih dalam.
2. Diversifikasi investasi, harus dipercepat, BPKH jangan terlalu bertumpu pada sektor perbankan. Investasi harus masuk ke sektor lain yang lebih stabil, seperti emas, properti, atau infrastruktur halal.
3. Audit investigatif menyeluruh harus segera digelar BPK! KPK, Kejagung, dan Kepolisian harus cepat turun tangan lebih dalam jika ditemukan indikasi penyimpangan atau benturan kepentingan dalam investasi BPKH, utamanya di BMI.

Dana umat bukan alat spekulasi, bukan pula modal investasi yang bisa disuntikkan sembarangan. Dana haji adalah amanah besar yang harus dikelola dengan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan akuntabilitas. BPKH harus kembali ke ruh utamanya yakni mengelola dana haji demi kepentingan jamaah, bukan menyelamatkan investasi yang berisiko tinggi.

Kalau dibiarkan, investasi yang dimaksudkan untuk menyelamatkan Bank Muamalat bisa jadi justru akan menjerumuskan BPKH dan dana haji ke jurang yang lebih dalam. 

"BPKH jangan coba-coba berposisi sebagai penyelamat dikala institusi atau korporasi bisnis murni malah tidak berperilaku seperti aksi BPKH itu. Masa BPKH hendak menyiapkan bom waktu?" tutup Iskandar Sitorus.

Sumber: monitor

Komentar