RUU TNI Sah Menjadi Undang-Undang, YLBHI: Matinya Supremasi Sipil dan Demokrasi di Indonesia

- Kamis, 20 Maret 2025 | 14:10 WIB
RUU TNI Sah Menjadi Undang-Undang, YLBHI: Matinya Supremasi Sipil dan Demokrasi di Indonesia


POLHUKAM.ID
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dalam rapat paripurna pada Kamis pagi, 20 Maret 2025. Keputusan ini memicu protes dari masyarakat sipil dan aktivis pro-demokrasi.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyuarakan keprihatinan atas pengesahan RUU TNI tersebut.

"Kamis hitam untuk matinya supremasi sipil dan demokrasi di Indonesia," tulis YLBHI dalam platform X, Kamis, 20 Maret 2025.

Selain itu, YLBHI juga mengunggah rekaman video di luar suasana gedung DPR, di mana menampilkan aparat TNI yang melakukan penjagaan.

Rapat paripurna yang dipimpin oleh Puan Maharani, sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI, mensahkan RUU TNI Nomor 34 Tahun 2024.

"Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" lempar Puan dalam rapat Paripurna.

"Setuju!" jawab hadirin.

Adapun perubahan ini mencakup perluasan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang, peningkatan jumlah kementerian yang dapat diisi prajurit, serta penambahan masa dinas keprajuritan.

Revisi UU ini menambah cakupan tugas pokok TNI dari 14 menjadi 16 dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

"Penambahan dua tugas pokok dalam OMSP tersebut meliputi membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber dan membantu dalam melindungi serta menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri," ucap Puan Maharani.

Perubahan lainnya adalah peningkatan jumlah kementerian dan lembaga yang dapat ditempati prajurit TNI aktif.

"Sebagaimana diketahui, bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan di beberapa kementerian dan lembaga yang semula berjumlah 10 menjadi 14," lanjutnya.

Kendati YLBHI menyebut pengesahan ini sebagai matinya supremasi sipil dan demokrasi, namun pihak DPR menyebut bahwa upaya ini "tetap berlandaskan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, serta memenuhi ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah disahkan," kata Puan.

Sumber: poskota

Komentar