POLHUKAM.ID - Rencana mundur Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto setelah Lebaran, rasa-rasanya bakal menjadi sentimen positif di kalangan pelaku pasar.
Suka atau tidak, saat ini, kinerja keduanya sudah tidak relevan membantu Presiden Prabowo Subianto.
"Berita terkait rencana resign Sri Mulyani dengan Airlangga Hartarto, mungkin habis Lebaran ya, harusnya menjadi sentimen posisif bagi pelaku pasar. Kenapa? Kita akan jelaskan," papar Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, Jakarta, Minggu (16/3/2025).
Dijelaskan Bhima, selama ini, cara-cara Sri Mulyani mengelola anggaran, bertolak belakang dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto.
Soal penerimaan pajak, misalnya, mengalami penurunan yang cukup besar.
"Karena Coretax dan permasalahan administrasi pajak yang tidak disiapkan dengan matang. Itu efeknya ke mana-mana," ungkapnya.
Padahal, kata dia, Sri Mulyani sudah dibantu 3 wamen dengan masuknya Anggito Abimanyu.
Anehnya, Sri Mulyani cenderung menunda terbentuknya Badan Penerimaan Negara.
"Padahal, badan penerimaan negara ini bisa membuat lebih fokus genjot pajak dan kepatuhan pajak." kata Bhima.
Kedua, lanjut Bhima, Sri Mulyani tidak mampu mengerem utang ketika menjabat menkeu di era Jokowi.
Utang super jumbo digunakan untuk membangun infrastruktur tanpa perencanaan yang baik. Akibatnya, utang pemerintah menggunung cepat, bunga utangnya memberatkan anggaran.
"Nah, paniknya sekarang. Tahun 2025 dilakukan efisiensi besar-besaran tanpa perencanaan matang. Dampaknya ke mana-mana, sektor usaha atau swasta berat," imbuhnya.
Karena seretnya keuangan negara, lanjut Bhima, pemerintah terpaksa menunda pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Padahal, sudah banyak CPNS dan PPPK mundur dari pekerjaan lama.
Akibatnya, mereka banyak yang terjebak pinjaman online (pinjol), bahkan judi online (judol) atau nekat menjadi buzzer, untuk bertahan hidup.
"Ini jelas menggerus popularitas Presiden Prabowo. Tingkat ketidakpuasan terhadap kebijakan anggaran, perpajakan menjadi salah satu ganjalan bagi Prabowo. Makanya, Sri Mulyani menjadi tidak relevan lagi untuk membantu Prabowo," kata Bhima.
Sedangkan kinerja Airlangga Hartarto, kata dia, sami mawon dengan Sri Mulyani.
Sebagai dirigen tim ekonomi, Airlangga menjalankan tugas itu. Saat ini, industri banyak yang tutup sehingga menimbulkan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
"Berbagai paket stimulus yang dikeluarkan Airlangga gagal mendorong daya beli, koordinasi kementerian bidang ekonomi, amburadul. Apalagi setelah Sri Mulyani langsung di bawah presiden," ungkapnya.
Bhima meyakini, pasar akan melihat sisi positif dari mundurnya Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto. Namun ada syaratnya.
"Pasar pasti merespons positif jika penggantinya adalah teknokrat atau birokrat karir. Respons sebaliknya kalau penggantinya politikus, apalagi kerabat Prabowo. Saat Thomas Djiwandodo masuk menjadi Wamenkeu saja, kredibilitas Kemenkeu langsung turun," pungkasnya.
Sumber: Inilah
Artikel Terkait
Saatnya Bambang Tri Berhak Menerima Tanda Jasa Atas Pembongkaran Ijazah Palsu, dan Jokowi Layak Divonis Mati!
Menelusuri Keaslian Ijazah Jokowi: Pendekatan Keilmuan Dalam Mengungkap Pemalsuan
Program MBG Tuai Banyak Kritik, Kepala BGN Harus Tanggung Jawab!
Puluhan Brimob Diduga Aniaya Karyawan Leasing di Kendari, Polda Sultra Turun Tangan