Program MBG Tuai Banyak Kritik, Kepala BGN Harus Tanggung Jawab!

- Minggu, 16 Maret 2025 | 23:55 WIB
Program MBG Tuai Banyak Kritik, Kepala BGN Harus Tanggung Jawab!


Program MBG Tuai Banyak Kritik, Kepala BGN Harus Tanggung Jawab!


Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pasalnya, selama ini terkesan ada upaya untuk menutupi permasalahan yang terjadi dalam program tersebut.


Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai kritik setelah ditemukan berbagai permasalahan dalam penyajiannya. Dari buah busuk, ayam mentah, hingga kasus keracunan massal, kondisi ini memicu kekhawatiran publik terhadap keamanan pangan dalam program ini.


Pengamat kesehatan sekaligus anggota BPJS Watch, Timboel Siregar menegaskan bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) harus bertanggung jawab penuh atas permasalahan ini. 


Ia juga menyoroti peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam memastikan kualitas dan keamanan makanan yang dikonsumsi anak-anak penerima manfaat program MBG.


"BGN adalah pengelola program makan siang bergizi yang harus berkoordinasi dengan BPOM. BPOM memiliki kewenangan dalam mengawasi pasokan bahan baku, proses pengolahan, hingga pengemasan makanan," ujar Timboel, Jumat (28/2/2025).


Sejumlah temuan mencengangkan terkait program MBG terus bermunculan di berbagai daerah. Di Surabaya, Jawa Timur misalnya, Ombudsman RI menemukan makanan tidak layak konsumsi, seperti buah melon busuk dan sayuran yang sudah tidak segar di SMPN 13 Surabaya.

   

Sementara di Waingapu, Sumba Timur, NTT, makanan dalam program MBG ditemukan mengandung potongan daging ayam mentah, yang berisiko menyebabkan gangguan kesehatan.


Adapun di Takalar, Sulawesi Selatan, puluhan siswa di tiga SD mengalami keracunan setelah menyantap menu MBG yang berisi nasi, ikan, tahu, sayur, dan pisang. Para siswa mengalami mual dan pusing setelah makan.


Di luar masalah penyajian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan dugaan adanya pengurangan harga dalam program MBG. Berdasarkan informasi yang diterima, makanan yang seharusnya diterima senilai Rp10.000 hanya diberikan senilai Rp8.000.


"Salah satunya memang saya sampaikan, berdasarkan informasi, informasi ini kan belum diverifikasi, belum divalidasi. Ini baru informasi. Tapi karena kegiatannya adalah bersifat kegiatan pencegahan, maka kami sampaikan dengan harapan informasi ini bisa segera disikapi secara preventif," kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Jakarta, Jumat (7/3/2025).


Setyo mengingatkan agar distribusi dana yang terpusat di BGN tidak menimbulkan penyimpangan di tingkat daerah.


Ia menjelaskan bahwa temuan ini telah disampaikan kepada Kepala BGN Dadan Hindayana, agar dapat segera ditindaklanjuti. Serta mendapat respon yang baik.


Dadan pun menanggapi hasil temuan KPK tersebut. Menurutnya, KPK belum mendapat informasi jika pagu bahan baku berbeda sejak awal.


"KPK belum mendapat penjelasan bahwa pagu bahan baku berbeda dari awal, Anak PAUD-SD kelas 3 patokannya Rp8.000. Anak lainnya Rp10.000," kata Dadan saat dihubungi, Sabtu (8/3/2025).


Istana pun buka suara. Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) mengatakan BGN berjanji akan mengecek informasi temuan KPK tersebut.


"Ketua KPK memberikan informasi awal sebagai bentuk upaya pencegahan. Bukan temuan yang sudah diverifikasi atau dicek ke lapangan. Dan BGN berjanji mengecek informasi ini ke lapangan," kata Kepala PCO Hasan Nasbi kepada wartawan, Sabtu (8/3/2025).


Ramadan Bersama Mayora


Memasuki bulan Ramadan, program MBG ikut menyesuaikan dengan menu yang bisa dibawa pulang oleh siswa, seperti kurma, telur rebus, dan biskuit. 


Menariknya, produk Mayora cukup mendominasi pada makanan instan yang disajikan dalam bentuk biskuit.


Direktur Eksekutif Global Strategi Riset Indonesia (GSRI) Sebastian Salang menyoroti bila BGN justru melibatkan korporasi besar seperti Mayora, maka perlu dicurigai motif di baliknya.


"Jika konsisten dengan tujuan program ini, maka BGN harus memprioritaskan kerja sama dengan pihak UMKM dan para petani, peternak, serta nelayan. Jika BGN memilih bekerja sama dengan korporasi besar, perlu dipertanyakan dan dicurigai motif BGN," ucap Sebastia saat dihubungi di Jakarta, Senin (10/3/2025).


Ia mengingatkan, selain untuk perbaikan gizi anak sekolah dan ibu hamil, salah satu tujuan Program MBG adalah memberdayakan perekonomian rakyat bidang pertanian, peternakan, dan perikanan, serta mendorong pertumbuhan UMKM.


"Sebab, jika BGN memilih bekerja sama dengan korporasi besar, maka UMKM akan mati dan sulit terlibat dalam program ini, karena tak bisa bersaing dengan korporasi yang memiliki segala-galanya," jelasnya.  


"Jangan sampai pelibatan korporasi besar, karena kegagalan BGN mencapai target pembentukan SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi/dapur MBG) sehingga memilih jalan pintas dan jalan yang paling mudah," sambung Sebastian.


Oleh karena itu, ia menyebut BGN harus segera dievaluasi kinerjanya selama beberapa bulan ini, sebelum uang negara terlanjur diselewengkan. 


Selain itu, lanjut Sebastian, BGN harus menjelaskan kepada publik, mengapa memilih bekerja sama dengan korporasi besar?


"BGN harus transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan negara. Mengingat anggaran program MBG sangat besar, maka pengelolaannya harus lebih berhati-hati dan transparan. Selain itu, MBG adalah program prioritas Presiden Prabowo. Jika pengelolaannya amburadul, maka presiden akan dipermalukan bahkan dimintai pertanggungjawabannya," tegasnya membeberkan.


Terkait dugaan adanya praktik rente di balik mendominasinya produk Mayora, Sebastian menyatakan tentu siapapun yang mengerjakan program MBG ini, baik perusahaan besar atau kecil pasti mencari keuntungan.


"Jika tidak ada keuntungan pasti, tidak ada yang mau mengerjakannya. Persoalannya jika dikerjakan oleh korporasi besar, maka UMKM tidak akan mendapat bagian, dan keuntungan akan menumpuk di satu korporasi," terangnya.


KAMAKSI Desak Prabowo Copot Kepala BGN


Kaukus Muda Anti Korupsi (KAMAKSI) menyoroti dugaan praktik rente atas dominasi Mayora di program MBG selama Ramadan.


"Seharusnya produk MBG di Ramadan ini melibatkan produk UMKM hal tersebut juga bisa menstimulus perekonomian rakyat khususnya para pelaku UMKM. KAMAKSI menduga ada yang janggal atas dominasi produk Mayora di MBG, KPK perlu mendalami dugaan praktik rente atas dominasi Mayora di MBG jangan sampai menjadi Bancakan oknum tertentu," tegas Ketua Umum DPP KAMAKSI Joko Priyoski.


Terkait dugaan adanya praktik rente di balik dominasi produk Mayora, KAMAKSI menganggap tentu siapapun yang mengerjakan program MBG ini, baik perusahaan besar atau kecil pasti mencari keuntungan.


Jika tidak ada keuntungan, pasti tidak ada yang mau mengerjakannya. Jika dikerjakan oleh korporasi besar, maka UMKM tidak akan mendapat bagian, dan keuntungan akan menumpuk di satu korporasi.


Hal itu, menurut KAMKSI menjadi persoalan baru munculnya kecurigaan dugaan praktik suap dan korupsi. Dugaan praktik rente dalam pengadaan barang bisa saja terjadi dalam kasus korupsi suap pengadaan barang.


“Pembentukan Badan Gizi Nasional dan program MBG adalah cita-cita mulia Presiden Prabowo untuk memakmurkan rakyat sesuai amanat Konstitusi. Jangan sampai ada oknum di BGN yang diduga 'bermain' dalam program MBG," kata Sekjen KAMAKSI Sutisna.


"Saatnya Presiden Prabowo mencopot Kepala BGN Dadan Hindayana karena kinerjanya amburadul dan tidak selaras dengan program Presiden,” imbuh dia.


ICW Nilai BGN Tutupi Borok MBG


Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak BGN untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG. 


Pasalnya, selama ini terkesan ada upaya untuk menutupi permasalahan yang terjadi dalam program tersebut.


"Menilai program MBG cacat dari sektor anggaran, kebijakan teknis, pelaksanaan, hingga pengawasan. Selain itu, segala informasi mengenai program MBG tertutup untuk publik," kata Peneliti ICW Bidang Akademi Antikorupsi, Dewi Anggraeni, dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (9/3/2025).


Dewi mengatakan pihaknya sudah mencatat sejumlah permasalahan dalam program MBG yang diduga sengaja ditutupi oleh BGN.


Salah satunya adalah belum adanya kebijakan yang mengatur tata kelola dan mekanisme pelaksanaan MBG secara komprehensif. ICW menilai produk kebijakan yang dihasilkan hanya mengakomodasi ambisi Prabowo.


Sejak diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2024 tentang pembentukan BGN sebagai koordinator pelaksana program MBG, program ini langsung dijalankan dalam waktu empat bulan di seluruh wilayah Indonesia.


Dalam perjalanannya, menurut ICW, terjadi pemotongan anggaran negara untuk membiayai MBG dan program presiden lainnya. 


Perencanaan yang terburu-buru, minim transparansi informasi, serta kurangnya pelibatan pemangku kepentingan dan publik, ditambah dengan larangan mempublikasikan program MBG, dinilai membuka peluang besar terjadinya korupsi.


***


Sumber: Inilah

Komentar