Oleh: Karyudi Sutajah Putra,
Calon Pimpinan KPK 2019-2024
Ada beragam jenis kejahatan yang bisa diadili Mahkamah Kejahatan Internasional atau International Crime Court (ICC) di Den Haag, Belanda, mulai dari pembunuhan, penipuan, kejahatan perbankan, kejahatan lingkungan, kejahatan seksual, pencucian uang, hingga kejahatan korupsi.
ICC baru saja menangkap Rodrigo Duterte karena kasus pembunuhan yang ia lakukan semasa menjabat Presiden Filipina tahun 2016-2022.
Saat itu Duterte sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan narkoba. Ribuan orang terbunuh tanpa pengadilan. Duterte dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan.
Dalam kasus kejahatan korupsi, apakah ICC akan menangkap Joko Widodo? Bekas Presiden RI ini telah dinobatkan sebuah lembaga internasional sebagai salah satu pemimpin terkorup di dunia.
Korupsi sesungguhnya juga kejahatan kemanusiaan karena menyebabkan kemiskinan massal yang bisa memicu kematian.
Lantas, apakah nasib Jokowi akan seperti Duterte, yakni ditangkap ICC?
Duterte ditangkap Interpol di bandara Filipina ketika tiba dari Hongkong, Selasa (11/3/2025), dan kemudian diserahkan ke ICC di Den Haag.
ICC menyatakan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan telah ditindaklanjuti kepolisian Filipina, sehingga penangkapan Duterte dapat dilakukan. Sekali lagi, ICC menyebut Duterte telah melakukan kejahatan kemanusiaan.
Diketahui, Jokowi masuk daftar finalis Person of The Year 2024 untuk kategori kejahatan terorganisasi dan korupsi versi Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang bermarkas di Amsterdam, Belanda. Apakah ICC akan mengadopsi data dari OCCRP dan kemudian menerbitkan “red notice” ke Interpol untuk menangkap Jokowi?
Tak mudah. Sebab, penangkapan Duterte pun baru bisa dilakukan Interpol setelah Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr alias Bongbong mengizinkannya.
Hal itu dilakukan Bongbong setelah dirinya pecah kongsi dengan Wakil Presiden Sara Duterte yang merupakan putri dari Rodrigo Duterte.
Keduanya pecah kongsi setelah terlibat persaingan menjadi nominator calon presiden di Pemilu 2028 mendatang. Sara bahkan sudah menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh Bongbong jika dirinya terbunuh duluan. Bongbong kemudian mengizinkan Duterte, ayah Sara, ditangkap Interpol.
Apakah Presiden Prabowo Subianto akan mengizinkan jika ICC menerbitkan “red notice” agar Interpol menangkap Jokowi?
Format politik Indonesia kini mirip dengan Filipina. Sara yang merupakan anak sulung Duterte menjadi wakil presiden bagi Bongbong yang didukung Duterte.
Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak sulung Jokowi juga menjadi wapres bagi Prabowo yang didukung bekas Gubernur DKI Jakarta itu.
Jika sebelumnya Sara adalah Walikota Davao, Gibran sebelumnya adalah Walikota Solo, Jawa Tengah.
Bongbong adalah anak Ferdinand Marcos Sr, diktator yang berkuasa di Filipina selama 26 tahun.
Adapun Prabowo adalah bekas menantu mendiang Soeharto, Presiden RI yang berkuasa dengan tangan besi selama 32 tahun.
Namun, sejauh ini Gibran belum pecah kongsi dengan Prabowo. Jika sudah pecah kongsi, mungkin seperti Bongbong, Prabowo pun akan mengizinkan Interpol menangkap Presiden yang digantikannya.
Berharap pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tak mungkin lembaga yang masih dalam kendali Jokowi ini akan melakukan penangkapan terhadap wong Solo itu. Jangankan menangkap, menindaklanjuti laporan masyarakat untuk memeriksa Jokowi dan keluarganya terkait dugaan korupsi saja tidak dilakukan KPK.
Ketika ada pihak-pihak yang melaporkan Jokowi dan kekuarganya ke KPK, justru pihak-pihak itulah yang diminta KPK untuk membuktikannya. Padahal tugas KPK-lah untuk melakukan pembuktikan. Tugas masyarakat sekadar melaporkan.
Begitu pun Polri dan Kejaksaan Agung, lebih tidak mungkin lagi. Yang mengangkat Kapolri dan Jaksa Agung adalah Prabowo. Sementara bekas Komandan Jenderal Kopassus itu terus berkarib ria dengan Jokowi karena merasa berutang budi dalam Pemilihan Presiden 2024. Prabowo bahkan kerap memuja-muji Jokowi dalam acara-acara resmi.
Alhasil, berharap nasib Jokowi akan seperti Duterte untuk sementara ini adalah ibarat jauh panggang dari api. Kecuali jika nanti Gibran (Jokowi) dan Prabowo pecah kongsi. Tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Apalagi di dunia politik. (*)
Artikel Terkait
Ungkap Kekecewaan Pada Fenomena BBM Oplosan, Said Aqil: Rugikan Rakyat
Kakak-Adik Masuk Islam, Seorang Cewek Ikrar Syahadat Air Matanya Langsung Mengalir
Rekrutmen Guru Sekolah Rakyat Akan Dibuka Sekitar April 2025
Korban Penipuan Kacab Maybank Rp30 Miliar Meninggal Dunia, Depresi Berujung Serangan Jantung