Membongkar Dua Akar Masalah Indonesia: Sistem Yang Buruk dan Kekebalan Hukum Jokowi

- Kamis, 13 Maret 2025 | 13:05 WIB
Membongkar Dua Akar Masalah Indonesia: Sistem Yang Buruk dan Kekebalan Hukum Jokowi


Membongkar Dua Akar Masalah Indonesia: 'Sistem Yang Buruk dan Kekebalan Hukum Jokowi'


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Indonesia saat ini dihadapkan pada dua persoalan besar yang menjadi sumber utama berbagai permasalahan bangsa: 


(1) sistem pemerintahan dan hukum yang buruk, sebagaimana diungkap oleh Mahfud MD, dan 


(2) belum diadilinya Joko Widodo (Jokowi) di ranah hukum meskipun terdapat banyak indikasi penyalahgunaan kekuasaan. 


Kedua faktor ini saling berkaitan dan berkontribusi terhadap kemunduran demokrasi serta keadilan di Indonesia.


1. Sistem yang Buruk: Fondasi Ketidakadilan

Mahfud MD, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, pernah mengungkapkan bahwa sistem hukum dan pemerintahan di Indonesia telah dirusak oleh praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). 


Ketimpangan dalam sistem ini menghambat penegakan hukum yang adil dan mendorong kekuasaan untuk menyalahgunakan wewenang tanpa konsekuensi hukum yang nyata.


Secara yuridis, buruknya sistem ini bertentangan dengan konstitusi dan berbagai peraturan hukum yang mengatur tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. 


Beberapa dalil hukum yang seharusnya menjadi pedoman tetapi justru sering diabaikan antara lain:


- Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” 


Ini berarti segala bentuk pemerintahan harus didasarkan pada supremasi hukum, bukan pada kekuasaan individu atau kelompok tertentu.


- Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” 


Sayangnya, dalam praktiknya, hukum sering kali tebang pilih dan tunduk pada kepentingan politik.


- UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN dengan tegas melarang pejabat negara menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. 


Namun, sistem yang lemah membuat banyak kasus KKN tak tersentuh hukum.


Buruknya sistem ini memungkinkan oligarki politik dan ekonomi menguasai berbagai sektor, termasuk hukum dan kebijakan publik. 


Implikasinya, keadilan menjadi sesuatu yang sulit dicapai oleh rakyat kecil, sementara elite politik terus menikmati impunitas.


2. Jokowi dan Kekebalan Hukum: Demokrasi yang Tercederai!

Jokowi, selama dua periode kepemimpinannya, banyak dikritik karena dugaan penyalahgunaan kekuasaan, nepotisme, serta berbagai kebijakan yang merugikan negara. 


Namun hingga kini, belum ada langkah hukum serius yang diarahkan padanya.


Beberapa prinsip hukum yang seharusnya diterapkan dalam menindak penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat negara antara lain:


- Pasal 7A UUD 1945 mengatur bahwa Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berat seperti korupsi atau pengkhianatan terhadap negara.


- Pasal 3 UU Tipikor (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001) menyebutkan bahwa setiap pejabat negara yang dengan sengaja memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara dapat dipidana.


- Pasal 421 KUHP juga melarang penyalahgunaan wewenang yang merugikan masyarakat atau kepentingan negara.


Salah satu contoh nyata dari dugaan penyalahgunaan kekuasaan adalah proyek-proyek infrastruktur yang tidak transparan dan dugaan keterlibatan keluarganya dalam berbagai proyek bisnis negara. 


Selain itu, pengelolaan sumber daya alam yang lebih menguntungkan oligarki dibanding kesejahteraan rakyat juga menjadi bukti bahwa kepentingan politik lebih diutamakan daripada kepentingan publik.


Namun, dengan sistem hukum yang telah dikuasai oleh kepentingan politik, sulit bagi aparat penegak hukum untuk bertindak secara independen. 


Ini mencerminkan bahwa hukum di Indonesia belum sepenuhnya tegak dan masih tunduk pada kepentingan elite berkuasa.


Kesimpulan


Dua persoalan besar ini—sistem yang buruk dan kekebalan hukum Jokowi—menjadi bukti nyata bahwa demokrasi Indonesia dalam kondisi kritis. 


Negara hukum yang seharusnya menjadi pilar keadilan justru dimanfaatkan oleh segelintir elite untuk melanggengkan kekuasaan dan menghindari pertanggungjawaban.


Tanpa reformasi sistem hukum yang serius dan kemauan politik yang kuat untuk menegakkan supremasi hukum, Indonesia akan terus terjebak dalam lingkaran ketidakadilan. 


Rakyat harus terus bersuara dan mengawal jalannya pemerintahan agar prinsip keadilan dan demokrasi benar-benar ditegakkan, bukan hanya menjadi jargon kosong dalam konstitusi. ***


Sumber: FusilatNews

Komentar