MAFIA MIGAS: 'REGULASI YANG DIMAINKAN, SKANDAL BESAR, DAN KEGAGALAN PEMBERANTASAN'
KASUS BBM oplosan kembali mengguncang publik, memicu kepanikan, dan membuka kembali perbincangan soal mafia migas yang tak pernah usai.
Dari jalur setoran hingga permainan regulasi, praktik busuk ini telah berlangsung sejak kasus besar Pertamina yang melibatkan era Ibnu Sutowo, kemudian diteruskan melalui Petral, hingga kini semakin gila dengan berbagai modus baru.
Pertamina pun sering dituding sebagai sarang penyamun, tempat mafia migas bercokol dan berbagi bancakan.
Namun, di balik semua itu, permainan sebenarnya bukan hanya terjadi di lapangan atau di ranah bisnis migas, melainkan juga dalam pembuatan regulasi dan kebijakan.
Inilah cara mafia bertahan: bukan sekadar menyelundupkan BBM, kencing minyak di tengah laut jadi permaianan, tetapi juga mengendalikan aturan yang seharusnya menjerat mereka.
Bahkan ketika kasus besar terbongkar, selalu ada cara untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu. Akankah mereka bertahan?
Salah satu titik terang dalam pemberantasan mafia migas adalah Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap SKK Migas yang terjadi pada 2013. Namun, apakah setelah itu mafia benar-benar hilang?
Faktanya, setelah satu kasus terbongkar, pola yang sama tetap berulang dalam wajah yang berbeda. tapi pemiannya sama.
SKK Migas dan Skandal yang Mengguncang
Kita tak salah kalau menenggok kasus SKK Migas dibentuk sebagai pengganti BP Migas setelah Mahkamah Konstitusi membubarkan lembaga tersebut pada 2012.
Seharusnya, SKK Migas menjadi garda terdepan dalam transparansi dan efisiensi industri migas nasional.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya: petinggi lembaga ini terjerat skandal besar dan bermain-main soal regulasi, alasan ijin blok dan para pemain itu menyetor dengan cara yang tak elok, maka yang ada regulasi dimainkan.
Pada 13 Agustus 2013, Rudi Rubiandini, Ketua SKK Migas, ditangkap KPK dalam sebuah OTT mengejutkan di rumahnya kawasan Kebayoran Jakarta Selatan.
Ia kedapatan menerima suap sebesar US$ 700.000 dari Kernel Oil, sebuah perusahaan migas yang bermain dalam bisnis Indonesia.
Kasus ini mengungkap bahwa mafia migas bukan hanya tentang penyelundupan BBM atau mark-up harga, tetapi juga korupsi dalam sistem regulasi dan kebijakan.
Namun, apakah setelah kasus ini, skandal di sektor migas berakhir?
Nyatanya, tidak. Setelah Rudi Rubiandini ditangkap, tetap ada indikasi permainan dalam regulasi migas.
Jalur lobi, permainan tender, dan pengaturan harga BBM tetap menjadi bagian dari pola yang menguntungkan segelintir orang. Kasus Shorebase banyak terjadi. Fiktif tender dll.
Banyak sekali regulasi yang dimainkan, ini menjadikan para Mafia Migas Bertahan dan berkedok dengan kongsi yang makin seakan tak terlihat.
Mafia migas bukan hanya pemain bisnis di lapangan, mereka juga bermain di balik meja, di ranah kebijakan dan regulasi.
Gambaran beberapa cara bagaimana regulasi dimainkan demi kepentingan mafia: Manipulasi Kuota dan Izin Impor BBM, mafia sering kali bermain dalam pengaturan kuota impor BBM untuk menguntungkan pihak tertentu.
Izin impor BBM menjadi alat untuk mengontrol harga pasar dan menguntungkan jaringan mafia tertentu. Permainan dalam Skema Subsidi BBM, Skema subsidi BBM kerap dijadikan ladang bancakan.
BBM bersubsidi yang seharusnya untuk rakyat malah dialihkan ke industri atau diselundupkan keluar negeri.
Kasus penyimpangan distribusi Solar Subsidi, yang ditimbun lalu dijual kembali dengan harga industri, adalah contoh nyata bagaimana regulasi dimanfaatkan untuk keuntungan besar.
Tender Pengadaan yang Diatur
Pada kasus tender pengadaan migas di Pertamina dan SKK Migas sering kali diduga diatur. Perusahaan yang ‘diatur’ memenangkan tender, sementara pesaing hanya sebagai formalitas.
Ini membuat harga BBM di Indonesia tidak kompetitif karena adanya permainan mafia di belakang layar.
Ada pelemahan KPK dalam Kasus Migas benarkah? Setelah OTT KPK terhadap Rudi Rubiandini, upaya pemberantasan mafia migas semakin sulit.
Revisi UU KPK pada 2019 semakin melemahkan kewenangan lembaga ini dalam menyelidiki kasus migas. Dengan lemahnya pengawasan, mafia migas semakin leluasa bergerak.
Apakah Ada Harapan untuk Membersihkan Sektor Migas?
Setiap kali skandal migas mencuat, selalu ada harapan untuk membersihkan industri ini dari mafia dan korupsi. Namun, sejarah menunjukkan bahwa mafia migas memiliki daya tahan luar biasa.
Jika pemerintah benar-benar serius membersihkan sektor migas, langkah-langkah berikut harus segera dilakukan: Pengawasan Ketat dalam Distribusi BBM, sistem digitalisasi harus diperkuat agar setiap liter BBM bisa dipantau dari kilang hingga SPBU.
Ini sudah dijalani. Transparansi impor dan distribusi BBM harus diperketat untuk menutup celah permainan mafia.
Penindakan Serius Terhadap Mafia Migas, OTT KPK harus menjadi gerakan berkelanjutan, bukan sekadar aksi sesaat. Revisi kembali UU KPK agar bisa kembali berperan dalam pemberantasan korupsi di sektor energi.
Reformasi Total SKK Migas dan Pertamina
SKK Migas harus diaudit secara berkala dan melibatkan publik dalam pengawasannya. Pertamina harus lebih transparan dalam tender dan pengadaan BBM agar tidak lagi menjadi sarang penyamun.
Perbaikan Regulasi yang Tidak Bisa Dimainkan Mafia. Regulasi harus berpihak kepada kepentingan rakyat, bukan hanya elite bisnis dan politisi.
Hapus celah dalam aturan distribusi dan impor BBM yang sering kali dijadikan alat permainan mafia. Dan yang terbaru adalah kaus Oplosan yang tiba-tiba diganti jadi Blending hehehe..
Kita tahu Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini membongkar dugaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (persero) periode 2018-2023.
Dalam perkara ini, Kejagung memperkirakan negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp193,7 triliun pada tahun 2023.
Kerugian tersebut terdiri atas lima komponen, yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp21 triliun.
Kasus Oplosan yang sedang ramai dibicarakan publik adalah oplosan Pertamax oleh orang tamak. Pertamax RON (Research Octane Number) 92 dioplos Pertamax RON 90. Rakyat bayar Pertamax 92, padahal itu oplosan. Sadis memang.
RON ( Research Octane Number ) atau nilai/tingkat oktan, adalah ukuran stabilitas pada kandungan bahan bakar.
Dalam RON terdapat angka yang menunjukkan tingkat tekanan yang dihasilkan saat pembakaran bahan bakar di mesin kendaraan.
Setiap mobil memiliki preferensi RON masing-masing. Demikian juga setiap kabinet memiliki RON yang berbeda apalagi setelah panduan Pancasila dan UUD 45 sudah dimusnahkan. Kabinet oplosan dengan tekanan dan pembakaran bebas dengan macam – macam oktan dipastikan kehancuran, kekacauan yang akan terjadi
Akhirnya, kasus BBM oplosan, mafia migas, hingga skandal di SKK Migas hanyalah bagian dari lingkaran besar permainan kotor yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Dari era Ibnu Sutowo, Petral, hingga OTT KPK terhadap Rudi Rubiandini, polanya selalu sama: mafia menemukan cara untuk bertahan dan beradaptasi dengan sistem.
Selama regulasi masih bisa dimainkan, selama pejabat bisa disuap, dan selama pengawasan tetap lemah, mafia migas akan terus hidup.
Apakah pemerintah benar-benar serius membersihkan sektor migas ini? Atau hanya akan membiarkan lingkaran setan ini terus berputar? Dan pemainnya ada dalam lingkaran itu dan tak pernah di tumpas?….Tabik…!!! ***
Artikel Terkait
Nikita Mirzani Ditahan 20 Hari di Polda Metro Jaya, Barang Bukti Ini Jadi Alasannya!
Resmi Ditahan, Nikita Mirzani: Santai, Sesuai Kemauan Lo!
Viral Kasus BBM Oplosan, PB HMI Minta Pertamina Setop Jualan Pertamax
Pernah Jadi Gangster hingga Syahadatkan Ribuan Mualaf, Ini Kisah Luar Biasa Shaykh Uthman ibn Farooq