Menteri-Menteri Yang Seharusnya Mundur: Ujian Kepemimpinan Presiden Prabowo

- Selasa, 04 Maret 2025 | 00:20 WIB
Menteri-Menteri Yang Seharusnya Mundur: Ujian Kepemimpinan Presiden Prabowo


Menteri-Menteri Yang Seharusnya Mundur: 'Ujian Kepemimpinan Presiden Prabowo'


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Ketika Prabowo Subianto resmi menjabat sebagai Presiden Indonesia, harapan besar muncul bahwa pemerintahannya akan membawa perubahan signifikan, terutama dalam aspek penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. 


Namun, kabinet yang dibentuknya justru menyisakan banyak tanda tanya, terutama terkait keberadaan beberapa menteri yang seharusnya tidak lagi berada di lingkar kekuasaan.


Erick Thohir dan Mega Korupsi Pertamina

Salah satu nama yang mencuat adalah Erick Thohir. Menteri BUMN ini seharusnya angkat kaki dari kabinet akibat kasus mega korupsi di tubuh Pertamina. 


Sebagai pemimpin tertinggi di sektor BUMN, Erick tidak bisa menghindar dari tanggung jawab moral dan politik terkait berbagai skandal di perusahaan pelat merah tersebut. 


Jika pemerintahan Prabowo ingin menunjukkan komitmen antikorupsi, maka Erick adalah sosok yang harus segera dipertimbangkan untuk mundur atau diberhentikan. 


Seperti yang dikatakan oleh mantan Presiden AS Theodore Roosevelt, “A vote is like a rifle: its usefulness depends upon the character of the user.” Jika pemimpin tak berkarakter, suara rakyat menjadi sia-sia.


Bahlil Lahadalia dan Kontroversi Akademik

Bahlil Lahadalia, yang menjabat sebagai Menteri Investasi, juga tidak luput dari kontroversi. 


Disertasinya yang dinyatakan memiliki unsur plagiat telah menodai integritas akademiknya. 


Bagaimana mungkin seorang pejabat tinggi yang semestinya menjadi teladan justru tersangkut dalam skandal akademik? 


Kredibilitasnya kini dipertanyakan, dan alih-alih tetap dipertahankan, Bahlil seharusnya mengundurkan diri demi menjaga marwah institusi yang diwakilinya. 


Seperti kata Albert Einstein, “Whoever is careless with the truth in small matters cannot be trusted with important matters.” 


Jika kejujuran akademik saja tidak bisa dijaga, bagaimana bisa seseorang dipercaya untuk memimpin?


Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan: Integritas yang Dipertanyakan

Dua nama lain yang turut menjadi beban bagi kabinet Prabowo adalah Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan. 


Kedua menteri ini kerap dikaitkan dengan persoalan korupsi dan integritas yang dipertanyakan. 


Airlangga, yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, terindikasi tersangkut dalam beberapa kasus yang mengarah pada dugaan korupsi. 


Sementara itu, Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan, juga tidak luput dari sorotan terkait praktik-praktik yang kurang transparan dalam kebijakan perdagangan yang dikeluarkannya.


Seperti yang dikatakan Mahatma Gandhi, “The best way to find yourself is to lose yourself in the service of others.” 


Namun, para menteri ini tampaknya lebih sibuk melayani kepentingan diri sendiri daripada rakyat.


Ewuh Pakewuh atau Titipan Jokowi?

Lantas, mengapa Prabowo masih mempertahankan mereka? Apakah ini sekadar bentuk “ewuh pakewuh” terhadap partai-partai pendukungnya atau karena mereka adalah orang-orang yang sengaja dititipkan oleh Jokowi? 


Tidak bisa dimungkiri bahwa kabinet Prabowo masih memiliki jejak warisan dari pemerintahan sebelumnya, yang sarat dengan kepentingan politik dan oligarki. 


Jika Prabowo benar-benar ingin menegakkan prinsip pemerintahan yang bersih dan efektif, maka membersihkan kabinet dari figur-figur bermasalah adalah langkah pertama yang harus diambil. 


Seperti yang dikatakan John F. Kennedy, “Let every public servant know… that a good conscience is our only sure reward.” Jika integritas pejabat diragukan, maka rakyat hanya bisa menanggung akibatnya.


Kesimpulan: Ujian bagi Prabowo

Prabowo kini menghadapi ujian kepemimpinan yang nyata. Apakah ia berani mengambil langkah tegas untuk menyingkirkan menteri-menteri yang berpotensi menjadi beban, ataukah ia justru akan tunduk pada kepentingan politik dan kompromi dengan para elite? 


Keputusan ini tidak hanya akan menentukan masa depan kabinetnya, tetapi juga akan menjadi ukuran bagi rakyat dalam menilai komitmennya terhadap reformasi dan integritas pemerintahan. 


Jika Prabowo benar-benar ingin menunjukkan perubahan, tidak ada pilihan lain selain bertindak tegas—dan itu harus dimulai dari kabinetnya sendiri. Mengutip Winston Churchill, “The price of greatness is responsibility.” 


Jika Prabowo tidak mengambil tanggung jawab ini, maka ia hanya akan menjadi pemimpin yang gagal dalam membangun pemerintahan yang lebih baik. ***


Sumber: FusilatNews

Komentar