Mata Uang Rupiah Babak Belur, Ramalan PEPS Kurs Tembus Rp17.000/USD Semakin Nyata

- Senin, 03 Maret 2025 | 12:35 WIB
Mata Uang Rupiah Babak Belur, Ramalan PEPS Kurs Tembus Rp17.000/USD Semakin Nyata


POLHUKAM.ID -
Akhir pekan ini, nilai tukar (kurs) rupiah semakin 'ndelosor' hingga level terendah yakni nyaris Rp16.600 per dolar AS (US$). Angka ini lebih buruk ketimbang kurs saat krisis 1998-1996 dan pandemi COVID-19, sebesar Rp16.000/US$.

Lalu bagaimana dengan pekan ini? Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra menyebut pelemahan rupiah, berpeluang berlanjut.

"Rupiah bisa mengarah ke area Rp16.700 per dolar AS. Karena berbagai sentimen negatif dari luar yang masih terus berkembang saat ini," papar Ariston, Jakarta, dikutip Minggu (2/3/2025).

Tak hanya rupiah yang terjun bebas, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan kondisi yang sama. Pada pekan lalu, IHSG rontok dari angka psikologis 6,500 ke level 6.200.  

Ke depan, Ariston memproyeksikan mata uang Garuda masih akan mengalami tekanan. "IHSG pun masih mungkin tertekan ke area support penting 6.000," kata Ariston.

Sejatinya, jauh-jauh hari, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan sudah memperkirakan kurs rupiah bakal mengalami pelemahan dengan durasi panjang. Dia meyakini, kurs rupiah terhadap dolar AS bisa ambruk ke level Rp17.000/US$.

"Jika itu yang terjadi, tekanan terhadap rupiah akan semakin berat. Jangan sampai tekanan ini menjadi bola salju, memicu panik di dunia usaha, memicu gagal bayar utang luar negeri, yang bisa menjadi pangkal pokok krisis moneter," ungkapnya.

Semakin melempemnya rupiah, lanjut Anthony, menandakan operasi moneter Bank Indonesia (BI) sudah tidak 'digdaya' lagi.  Dan, pelemahan rupiah, tidak sekadar dipicu faktor eksternal.

Faktor internal juga memberikan efek yang luar biasa. Ketika pasar merespons negatif kebijakan pemerintah saat ini, maka rupiah semakin sempoyongan yang akhirnya ambruk.

"Penurunan kurs rupiah kemarin itu terlalu tajam. Menandakan Bank Indonesia semakin tidak berdaya. Tanda bahwa ekonomi Indonesia semakin memprihatinkan," ungkap Anthony.

Selaras dengan Anthony, Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C Permana, menyebut, investor memiliki kekhawatiran terhadap tata kelola pemerintahan Indonesia. Mulai dari berbagai kasus korupsi besar yang mencuat.

Kehadiran BPI Danantara hingga bank emas atau bullion bank tak mampu menahan dana investor asing di pasar keuangan tanah air. "Keduanya memiliki tujuan positif, tetapi mungkin ada kekhawatiran terkait dengan eksekusinya," sebutnya.

Sumber: inilah

Komentar

Terpopuler