POLHUKAM.ID - Suasana duka menyelimuti ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) setelah Pengadilan Negeri (PN) Semarang menolak upaya going concern yang telah diperjuangkan selama lebih dari lima bulan.
Keputusan tersebut menjadi pukulan berat bagi perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang telah berdiri selama puluhan tahun dan berjasa dalam industri garmen nasional maupun global.
Puluhan ribu karyawan yang telah mengabdikan diri mereka dalam produksi tekstil dan pakaian berkualitas tinggi harus menerima kenyataan pahit bahwa Sritex tidak lagi dapat melanjutkan operasionalnya.
Tangis haru dan kesedihan tidak bisa terbendung saat Komisaris Utama sekaligus Presiden Direktur Sritex, HM Lukminto, turun langsung menemui para karyawan yang selama ini menjadi bagian dari keluarga besar perusahaan.
“Kami berduka. Sritex berduka," kata Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, dengan suara bergetar, Jumat (28/2/2025).
Di di tengah lautan kesedihan para karyawan yang kehilangan pekerjaan, Wawan panggilan akrab Iwan Kurniawan meminta maaf.
"Kami mohon maaf karena tidak mampu memperjuangkan keinginan karyawan agar dapat tetap bekerja kembali di Sritex,” ungkapnya.
Sementara itu, ribuan buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) berbondong-bondong mendatangi pabrik di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (1/3/2025).
Dikutip Tribun Solo, meskipun perusahaan telah resmi tutup permanen, kedatangan mereka bukan untuk bekerja, melainkan untuk mengurus pencairan dana BPJS Ketenagakerjaan.
Pantauan TribunSolo.com, ribuan mantan karyawan tampak memadati gedung HRD PT Sritex.
Mereka membawa berkas persyaratan, mengisi absensi, dan meninggalkan nomor telepon untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait pencairan BPJS.
Salah satu mantan karyawan, Jumari (40), mengaku telah bekerja di PT Sritex selama 13 tahun.
Ia harus antre untuk mengurus pencairan BPJS Ketenagakerjaan.
“Saya sudah melengkapi berkas, ada Nomor Pokok Karyawan (NPK), buku peserta BPJS, KTP, KK, dan buku rekening. Tapi soal pencairannya, kami belum diberi tahu kapan bisa dicairkan," ujar Jumari, Sabtu (1/3/2025).
Jumari berencana menggunakan dana BPJS untuk modal usaha kecil-kecilan.
Selain itu, ia juga mengaku akan mencari pekerjaan di pabrik lain yang masih beroperasi di sekitar Sukoharjo.
“Harus tetap mencari penghasilan karena memiliki anak yang masih bersekolah,” katanya.
Selain BPJS, para buruh juga menantikan pencairan Tunjangan Hari Raya (THR).
Sritex, yang telah menjadi simbol kejayaan industri tekstil nasional, telah berjuang keras untuk mempertahankan kelangsungan usahanya di tengah tekanan finansial yang semakin berat.
Sejak mengalami kesulitan likuiditas dan masalah utang, manajemen Sritex terus berupaya mencari solusi, termasuk melalui restrukturisasi keuangan dan negosiasi dengan para kreditur. Sayangnya, upaya tersebut tidak cukup untuk menyelamatkan perusahaan dari keterpurukan.
Sejak pertengahan tahun lalu, Sritex telah berusaha mendapatkan persetujuan restrukturisasi dari berbagai pihak, termasuk pemasok, perbankan, serta pemangku kepentingan lainnya. Namun, keputusan PN Semarang menutup harapan terakhir untuk mempertahankan operasional perusahaan.
Penutupan Sritex tidak hanya berdampak pada karyawan, tetapi juga pada rantai pasokan dan sektor ekonomi di sekitar wilayah operasionalnya. Sebagai salah satu perusahaan yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, terutama di sektor manufaktur tekstil, ribuan keluarga kini menghadapi ketidakpastian ekonomi.
Banyak di antara para pekerja merupakan tulang punggung keluarga yang mengandalkan penghasilan dari pekerjaan di pabrik. Selain itu, penutupan Sritex juga berimbas pada para pemasok bahan baku, mitra bisnis, hingga UMKM yang menggantungkan keberlangsungan usaha mereka pada produksi Sritex
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
Kalap Usai Tahu Istri Diajak Berhubungan, Suami di Tuban Tebas Leher Penagih Utang
Kisah Pilu Salman Terkungkung Online Scam di Kamboja: Disiksa, Tak Digaji, Target Korban Indonesia
Dikelilingi Elite, 5 Taipan Ini Nyaris Tak Tersentuh Hukum!
Mengawal Para ‘Jenderal TNI’ Berkunjung Ke Kesultanan Banten Untuk Melawan Kezaliman Proyek PIK-2!