POLHUKAM.ID - Otoritas Arab Saudi dituduh menggunakan kekerasan tanpa pandang bulu terhadap para migran asal Ethiopia di perbatasan mereka.
Hal ini terjadi setelah adanya temuan kematian dan cedera serta banyaknya laporan tentang pemerkosaan terhadap perempuan.
Mengutip The Guardian, Jumat (28/2/2025), para migran Ethiopia yang berusaha menyeberang dari negara tetangga Yaman antara tahun 2019 dan 2024 telah memberikan keterangan kepada Guardian tentang penembakan senapan mesin. Mereka juga mengaku melihat mayat-mayat membusuk di daerah perbatasan.
"Saya sendiri melihat tiga orang tewas di samping saya," kata seorang warga Ethiopia, yang mencoba menyeberang pada malam hari ke provinsi Najran di Arab Saudi bersama puluhan orang lainnya pada tahun 2022.
"Salah satu kaki saya hancur oleh tembakan tentara Saudi. Ada bagian tubuh korban yang terluka dan yang tewas di sekeliling saya."
Migran lain bercerita tentang luka akibat pecahan peluru di kaki dan punggungnya.
Yang ketiga mengaku menyaksikan pemerkosaan tiga perempuan Ethiopia oleh pria berseragam penjaga perbatasan Saudi sementara yang lain menceritakan pemukulan dan kekerasan seksual.
"Perjalanan itu sangat mengerikan. Sepanjang jalan, kami menemukan banyak mayat yang membusuk karena dimakan hewan. Penjaga perbatasan terus menembaki kami saat kami berjalan melalui medan yang berbahaya," tambahnya.
"Saya melihat satu korban tertembak di dada, dan yang lain tertembak di belakang leher. Kedua korban itu tewas seketika. Banyak imigran jatuh dari tebing saat mencoba melarikan diri. Yang lainnya ditangkap atau terluka oleh tembakan. Kami tidak tahu apa yang terjadi pada mereka. Kami tidak tahu apakah keduanya itu pernah dikubur."
Kesaksian tersebut selaras dengan temuan Human Rights Watch (HRW) yang diterbitkan pada Agustus 2023.
Laporan itu menemukan bahwa penjaga perbatasan Saudi membunuh ratusan imigran Ethiopia dan pencari suaka di perbatasan Selatan dengan Yaman dari Maret 2022 hingga Juni 2023 dengan menggunakan senjata api dan peledak.
Kelompok tersebut menyimpulkan bahwa tindakan ini dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
HRW juga mendokumentasikan satu insiden ketika penjaga perbatasan Saudi menembak seorang pria Ethiopia yang menolak memperkosa dua gadis setelah kelompok mereka selamat dari serangan senjata peledak.
"Mereka kemudian memaksa seorang remaja laki-laki untuk memperkosa gadis-gadis itu," menurut HRW.
"Dalam insiden lain, penjaga perbatasan Saudi meminta migran Ethiopia untuk memilih bagian tubuh mana yang mereka inginkan untuk ditembak sebelum menembak mereka dari jarak dekat."
Arab Saudi menampung sekitar 750.000 migran Ethiopia. Lebih dari separuhnya diyakini masuk secara ilegal.
Para migran ilegal ini harus menanggung perjalanan berbahaya di padang pasir dan penyeberangan laut serta penyiksaan oleh penyelundup manusia, geng bersenjata, dan pemberontak Yaman sebelum mencapai perbatasan Saudi.
Mereka yang berhasil mendapatkan pekerjaan bergaji rendah di bidang konstruksi, pertanian, dan sebagai pembantu rumah tangga.
Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas Saudi telah meluncurkan operasi keamanan untuk menahan puluhan ribu migran ilegal dan mendeportasi mereka kembali ke Ethiopia.
Menjelang penyelenggaraan Piala Dunia sepak bola pada tahun 2034 dan pembangunan 11 stadion baru, Saudi semakin diawasi terkait kondisi pekerja migran.
Warga Ethiopia bepergian secara ilegal melalui Yaman untuk mencari pekerjaan.
Mereka berasal dari daerah yang terkena dampak konflik sipil, kemiskinan, dan krisis iklim.
Menurut PBB, antara tahun 2022 dan 2023, jumlah warga Ethiopia yang melakukan perjalanan berbahaya ini melonjak 32% hingga mencapai 96.670 orang. Sejumlah kecil warga Somalia juga menempuh rute tersebut.
Tidak ada tanda-tanda Arab Saudi telah berhenti menggunakan kekuatan mematikan untuk menggagalkan penyeberangan ilegal.
Seorang migran Ethiopia yang ingin menyeberang pada Desember 2024 mengaku ditembaki dengan senapan mesin yang akhirnya membuat mereka mundur kembali ke Yaman.
"Arab Saudi telah menghabiskan banyak uang untuk masuk ke dalam lingkaran diplomatik. Tidak masalah apa yang dilakukannya, dunia terus berjalan. Kecuali negara-negara yang berurusan dengan Arab Saudi mengirim pesan yang mengatakan bahwa mereka tidak akan menoleransi pelanggaran, mereka akan terus melakukannya," ujar Nadia Hardman, yang menulis laporan HRW.
Sumber: CNBC
Artikel Terkait
TERKUAK! Band Sukatani Akui Diintimidasi Polisi Sejak Juli 2024, Mereka Juga Menolak Jadi Duta Polisi
HEBOH! Gaji Kapolda Cuma Rp5 Jutaan, Kok Anaknya Bisa Habis Rp1,2 Miliar Sebulan?
Putra Mahkota Keraton Solo Tulis Nyesel Gabung Republik, Singgung Kebohongan dan Indonesia Gelap
Eks Petinggi Pertamina Curiga Isu BBM Oplosan Diembuskan Pihak Asing Untuk Kuasai Pasar Ritel SPBU