"Ini memang terjadi seperti di Malaysia itu minyak goreng disusbsidi, dia tentunya harganya lebih murah," ujar Kasan dalam diskusi virtual, Rabu (8/6/2022).
Sebagaimana diketahui, Malaysia membandrol harga minyak goreng senilai RM2,5 atau setara dengan Rp8.500 per kilogram akibat kebijakan dari pemerintahnya yang menggelontorkan subsidi minyak dengan sistem Cooking Oil Stabilization Scheme (COSS).
Adapun, minyak goreng bersubsidi yang disediakan oleh pemerintah Malaysia tersebut hanya mengincar kalangan tertentu saja, terutama masyarakat yang memiliki penghasilan rendah, sedangkan untuk masyarakat yang tidak mendapatkan subsidi, mereka harus membayar minyak goreng nonsubsidi dengan harga RM27,9 atau sekitar Rp95.000 per lima kilogram.
Kasan mengatakan tingginya harga minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) saat ini terjadi karena prinsip supply and demand.
"Hukum ekonomi berlaku, kalau demand tidak ada, maka tidak akan harga naik atau tinggi. Ini juga mungkin itu tergantung dari perilaku konsumsi dari pengonsumsi minyak goreng sawit," ujarnya.
Menurutnya, di dunia minyak goreng nabati bukan hanya berasal dari kelapa sawit sehingga antara jenis minyak goreng itu akan saling menyubtitusi. Dengan begitu, orang-orang akan berpikir rasional ketika salah satu jenis mengalami kenaikan harga tinggi.
"Sebaliknya, kalau dia lebih banyak konsumsi subtitusinya maka satunya tidak laku dan harganya akan murah," ungkapnya.
Sumber: genpi.co
Artikel Terkait
Geng Solo, Geng Trunojoyo, dan Oligarki
IJAZAH JOKOWI: Api Dalam Sekam Tak Pernah Padam, Deretan Penggugat Makin Panjang
Asas Hukum Pembuktian Afirmatif & Negatif: Polemik Ijazah Eks Presiden Joko Widodo
Strategi Pembersihan Senyap di Kabinet Warisan Jokowi