Ini Dia '22 Kepala Desa' Yang Harus Diperiksa Penegak Hukum Atas Dugaan Terlibat Kasus PIK 2
Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Kasus dugaan keterlibatan 22 kepala desa dalam proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) telah memicu perhatian luas, terutama terkait peran mereka dalam pembebasan lahan dan dampaknya terhadap masyarakat setempat.
Proyek PIK 2, yang dikembangkan oleh PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) salah satu perusahaan Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma (Aguan) merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang bertujuan untuk menciptakan kawasan hunian dan komersial berkelas dunia.
Namun, pelaksanaannya menimbulkan berbagai persoalan, terutama terkait pembebasan lahan dan dampak sosial bagi warga sekitar.
Peran Kepala Desa dalam Pembebasan Lahan
Laporan dari berbagai sumber mengindikasikan bahwa sejumlah kepala desa di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten diduga berperan aktif dalam proses pembebasan lahan untuk proyek PIK 2.
Kantor pembebasan lahan proyek ini bahkan disebut-sebut didukung oleh Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Tangerang.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai independensi dan integritas para kepala desa dalam melindungi hak-hak warganya.
Beberapa warga mengaku bahwa lahan mereka diambil alih tanpa proses musyawarah yang memadai, dengan kompensasi yang jauh di bawah nilai pasar.
Selain itu, ada laporan tentang intimidasi dan tekanan terhadap warga yang enggan melepaskan lahannya.
22 Kepala Desa yang Diduga Terlibat Kasus PIK 2
Kecamatan Teluknaga
1 Kepala Desa Muara Arban M. Syafrudin
2. Kepala Desa Tanjung Pasir Gunawan Harun
3. Kepala Desa Tanjung Burung H. Idris Efendi, S.Pd, M.M
Kecamatan Pakuhaji
4. kepala Desa Kohod Arsin
5. KepalaDesa Kramat H. Nur Alam
6. Kepala Desa Sukawali Suparman
7. Kepala Desa Suryabahari Mukti Kulyubi
Kecamatan Sukadiri
8. Kepala Desa Karang Serang Slamet Riyadi
Kecamatan Mauk
9. Kepala Desa Tajung Anom Ashihani/ Doni
10. Kepala Desa Marga Mulya Abu Bakar
11. Kepala Desa Ketapang Khotibul Umam
12. Kepala Desa Mauk Barat Sarmudi
Kecamatan Kemiri
13. kepala Desa Patramanggah Jayadi
14.Kepala Desa Karang Anyer Suhendri
15.kepala Desa Lontar Dodi RS
Kecamatan Kronjo
16. Kepala Desa Pagedongan Arief K. Muzakir
17. kepala Desa Krunjo Nurjaman
18. Kepala Desa Muncung Agus Purwadi
Kecamatan Tanara
19. kepala Desa Pedaleman H. Sadai
Kecamatan Tirtayasa
20 Kepala Desa Lontar Andi
Kecamatan Pontang
21. Kepala Desa Sukajaya Nasrullah PJ
22. Kepala Desa Linduk Sadra’i
Ada beberapa skenario yang bisa menjelaskan bagaimana 22 kepala desa diduga dalam proyek PIK 2.
Pertama, Manipulasi Perizinan dan Pembebasan Lahan. Kepala desa memiliki kewenangan administratif terkait status lahan.
Dalam kasus ini, mereka bisa saja membantu mempercepat atau memanipulasi proses pembebasan tanah dengan cara merekayasa dokumen kepemilikan, menekan warga untuk menjual tanahnya dengan harga rendah, atau bahkan mengubah status tanah dari lahan pertanian menjadi lahan komersial.
Kedua, Penerimaan Suap atau Kompensasi. Pihak pengembang proyek besar seperti PIK 2 sering kali menghadapi hambatan dari masyarakat lokal yang menolak proyek.
Untuk mengatasi ini, pengembang bisa saja memberikan suap atau kompensasi kepada kepala desa agar mereka membujuk warganya menerima relokasi atau menjual tanah dengan harga lebih murah.
Ketiga, Pencucian Uang dan Gratifikasi dalam Bentuk Proyek Desa. Salah satu modus yang kerap terjadi adalah penyamaran gratifikasi dalam bentuk proyek desa.
Pengembang bisa saja memberikan dana atau proyek infrastruktur desa sebagai imbalan atas dukungan kepala desa dalam memperlancar proses pembebasan lahan.
Dampak Sosial dan Ekonomi bagi Masyarakat
Proses pembebasan lahan yang kontroversial ini berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
Banyak warga kehilangan mata pencaharian utama mereka, seperti pertanian dan perikanan, akibat alih fungsi lahan menjadi area komersial.
Selain itu, pembangunan infrastruktur proyek, seperti tembok pembatas dan pagar laut, membatasi akses warga ke sumber daya alam yang vital bagi kehidupan sehari-hari.
Hal ini memperparah ketimpangan sosial antara penghuni baru kawasan elit dan warga asli yang terpinggirkan.
Tuntutan Transparansi dan Keadilan
Munculnya dugaan keterlibatan 22 kepala desa dalam kasus ini menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek berskala besar.
Masyarakat dan berbagai organisasi sipil menuntut penegakan hukum yang tegas terhadap para pejabat yang diduga menyalahgunakan wewenang mereka.
Selain itu, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pembebasan lahan dan pemberian kompensasi, agar hak-hak masyarakat terlindungi dan kesejahteraan mereka terjamin.
Kasus ini menjadi cerminan kompleksitas hubungan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan hak-hak masyarakat lokal.
Diperlukan pendekatan yang seimbang antara kepentingan investasi dan kesejahteraan warga, dengan memastikan bahwa proses pembangunan dilakukan secara transparan, adil, dan partisipatif.
Penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran yang terjadi akan menjadi langkah penting dalam memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan proses pembangunan nasional. ***
Artikel Terkait
Viral, Hotman Paris Diduga Kena Santet Saat Sidang Kasus Razman, Netizen: Pesulap Merah Gimana Nie?
Blunder, Rudi Valinka Stafsus Menkomdigi Diduga Sebar UU Palsu, Pasrah Ketahuan Hoax?
Detik-detik Adik Bunuh Kakak Kandung Pakai Pedang di Sukabumi, Diduga Dipicu Perebutan Harta Warisan
39 Rumah Hangus Terbakar di Asrama Kesdam Hasanuddin Makassar, Kebakaran Diduga Dipicu Gas Bocor