Merekrut Santri Jadi Polisi, Mampukah Poles Citra Institusi Polri?

- Rabu, 19 Februari 2025 | 20:20 WIB
Merekrut Santri Jadi Polisi, Mampukah Poles Citra Institusi Polri?




POLHUKAM.ID - Rekrutmen polisi kembali dibuka pada 2025. Santri dan hafiz Al-Quran menjadi salah satu kelompok yang diprioritaskan. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo punya alasan.


Menurutnya, santri memiliki pendidikan keimanan yang kuat. Dengan itu, mereka dianggap lebih tahan terhadap godaan.


"Karena dibekali dengan iman yang kuat, sehingga pada saat menghadapi tantangan, godaan, semuanya bisa bertahan. Oleh karena itu, rekrutmen jalur santri tentunya menjadi hal yang harus kita lanjutkan," kata Listyo dalam Munas dan Konbes NU di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2025).


Harapannya, polisi berlatar belakang santri tidak hanya paham ilmu kepolisian, tetapi juga punya karakter yang matang.


Namun, pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto, meragukan efektivitas kebijakan ini. Ia menilai tidak ada jaminan santri bisa membawa perubahan di Polri.


"Parameter religiusitas itu terlalu abstrak. Jadi pernyataan itu hanya gimik di hadapan para kiai sepuh, sekadar menyenangkan saja," kata Bambang, Rabu (19/2/2025).


Di sisi lain, Direktur Imparsial Ardi Manto menilai alasan Kapolri masuk akal. Ia setuju bahwa santri memiliki dasar pendidikan agama yang kuat.


Namun, ia mengingatkan bahwa perubahan Polri tidak bisa hanya bergantung pada rekrutmen santri. 


Jika sistem internal tidak dibenahi, justru para santri yang akan terdampak.


"Bisa jadi santri yang jujur malah ikut terbawa arus jika ekosistem di kepolisian tetap bermasalah. Dengan kata lain, rekrutmen santri bukan solusi instan untuk memperbaiki Polri," kata Ardi.


Sepanjang 2021 hingga 2024, Polri mencatat ada 265 anggota berlatar belakang santri dan hafiz Al-Quran.


Namun, peningkatan jumlah santri di kepolisian tidak serta-merta membawa perbaikan. 


Berbagai kasus ketidakprofesionalan tetap terjadi, menunjukkan masalah di internal Polri belum terselesaikan.


Kasus pembunuhan Brigadir J adalah contoh nyata. Beberapa polisi yang terlibat telah dijatuhi pidana dan sanksi etik. Namun, ironisnya, sebagian justru mendapat kenaikan pangkat.


Kasus lain yang mencoreng Polri adalah pemerasan terhadap warga negara asing saat konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Sebanyak 18 anggota Polda Metro Jaya terlibat.


Ada juga pemerasan oleh mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, terhadap tersangka pembunuhan anak di bawah umur. Beberapa pelaku dipecat secara tidak hormat.


Namun, dalam kasus lain, Polri justru terkesan tidak tegas. Contohnya, kasus polisi tembak polisi di Solok, Sumatera Barat, yang diduga terkait bekingan tambang ilegal pada November 2024.


Dalam perkara ini, hanya AKP Dadang Iskandar yang ditetapkan sebagai tersangka penembakan. 


Sementara dugaan keterlibatan mantan Kapolres Solok Selatan, AKBP Arief Mukti, yang disebut menerima miliaran rupiah dari tambang ilegal, tak jelas kelanjutannya.


Direktur Imparsial Ardi Manto menilai, perbaikan Polri hanya bisa terjadi jika ada ketegasan terhadap anggota yang melanggar.


"Pelanggaran harus dihukum tegas, dan prestasi harus diberi penghargaan. Intinya, tidak boleh ada impunitas bagi anggota Polri," tegas Ardi.


Bambang menegaskan, ketidakprofesionalan polisi akan terus berulang jika sanksi yang diberikan tidak tegas. 


Ketegasan bukan hanya untuk memberikan efek jera, tetapi juga untuk mengembalikan kepercayaan publik.


"Kalau pelanggaran hanya diselesaikan lewat sidang etik tanpa proses pidana, itu sama saja seperti memindahkan kotoran dari ruang tamu ke kamar tidur. Selain melanggar prinsip equality before the law, ini hanya bentuk perlindungan terhadap pelaku," ujar Bambang.


Selain sanksi, kepemimpinan di Polri juga perlu diperbaiki. Regulasi dan sistem pengawasan harus diperkuat, tetapi kepemimpinan yang tegas adalah kunci agar sistem berjalan dengan baik.


"Ada sistem manajemen SDM, sistem kontrol, dan pengawasan. Namun yang tak kalah penting adalah leadership. Pemimpin yang kuat harus memastikan semua sistem berjalan dengan benar," kata Bambang.


Sementara itu, Irwasum Polri Komjen Dedi Prasetyo menegaskan bahwa Polri juga berupaya memperbaiki proses seleksi anggota baru.


Dalam keterangannya, Sabtu (8/2), Dedi menyebut rekrutmen santri yang diprioritaskan sejalan dengan prinsip seleksi yang bersih, transparan, akuntabel, dan humanis (Betah).


"Merekrut polisi dari pesantren memiliki keuntungan. Pendidikan karakter di pesantren kuat, sehingga santri diharapkan membawa nilai moral dan etika yang baik," ujarnya.


Sumber: Suara

Komentar

Terpopuler