Sumber Kegelapan Itu Bernama Jokowi

- Rabu, 19 Februari 2025 | 00:35 WIB
Sumber Kegelapan Itu Bernama Jokowi


'Sumber Kegelapan Itu Bernama Jokowi'


Oleh: Karyudi Sutajah Putra

Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)


Habis Indonesia Darurat, terbitlah Indonesia Gelap. Dan sumber kegelapan Indonesia itu bernama Jokowi.


Ya, setelah beberapa waktu malu viral di media sosial ihwal Peringatan Darurat yang bergambar Burung Garuda dengan latar belakang warna biru, kini viral di dunia maya (media sosial) maupun dunia nyata ihwal peringatan Indonesia Gelap. Bukan lagi Indonesia Darurat, melainkan Indonesia Gelap.


Adapun peringatan Indonesia Darurat diserukan terkait langkah DPR RI yang hendak menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 60 Tahun 2024 melalui revisi Undang-Undang (UU) No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.


Diberitakan, pada Selasa (20/8/2024), MK memutuskan untuk mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora. 


MK memutuskan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik, atau 20 persen kursi DPRD hasil pemilu sebelumnya.


Threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik akan disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dan Pasal 42 Pilkada. 


Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 itu terbukti mengubah peta politik pilkada serentak pada 27 November 2024 lalu.


Melalui revisi UU Pilkada, DPR RI juga hendak menolak menjalankan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 soal syarat usia minimum calon kepala daerah. 


Dalam putusan itu, MK menegaskan bahwa titik hitung usia minimum calon kepala daerah adalah saat penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).


Namun, DPR RI justru memilih mengikuti putusan kontroversial Mahkamah Agung (MA) No 23P Tahun 2024 yang dibuat hanya dalam tempo 3 hari, yakni titik hitung usia minimum calon kepala daerah adalah sejak tanggal pelantikan. 


Dengan demikian, putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep yang saat itu baru berusia 36 tahun dapat maju sebagai calon gubernur.


Hal itu menyusul Putusan MK No 90 Tahun 2023 yang meloskan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi sebagai calon wakil presiden di Pemilihan Presiden 2024.


Beruntunglah, mahasiswa dan demonstran lainnya akhirnya berhasil menggagalkan revisi UU Pilkada dengan menjebol pintu gerbang DPR RI di Senayan, Jakarta. Aksi demo ini juga disemangati oleh peringatan Indonesia Darurat.


Senin (17/2/2025) kemarin, Badan Eksekurif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi demonstrasi di kawasan Monas, Jakarta. 


Mereka mengusung tema Indonesia Gelap seperti topik yang sedang viral di media sosial. Salah satu tuntutannya: Adili Jokowi!


Mengapa Jokowi harus diadili? Karena Presiden RI dua periode (2014-2019 dan 2019-2024) itu dianggap sebagai sumber kegelapan itu.


Misalnya, ia mewariskan utang luar negeri Indonesia ribuan triliun rupiah yang jatuh tempo dan harus dibayar tahun ini.


Implikasinya, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto melakukan efisiensi anggaran hingga Rp306 triliun tahun ini. Akibatnya, banyak terjadi pemotongan anggaran di kementerian dan lembaga. 


Akibat lanjutannya, banyak program pembangunan yang dibatalkan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) pun terjadi di mana-mana.


Di pihak lain, banyak pejabat negara bergaya hidup mewah. Korupsi merajalela, bahkan dengan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah. 


Korupsi di PT Timah yang melibatkan Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi, yang merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun, misalnya.


Para mahasiswa juga menolak revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba) yang akan mengatur kampus mendapat konsesi tambang batubara.


Semua kegelapan itu bersumber pada Jokowi. Apalagi, wong Solo itu dinobatkan sebuah lembaga internasional sebagai salah satu pemimpin terkorup di dunia.


Mahasiswa mendesak sumber kegelapan Indonesia itu diadili! ***

Komentar