Jokowi Dikhianati Prabowo, KPK Terpaksa Alihkan Isu

- Rabu, 12 Februari 2025 | 21:35 WIB
Jokowi Dikhianati Prabowo, KPK Terpaksa Alihkan Isu


'Jokowi Dikhianati Prabowo, KPK Terpaksa Alihkan Isu'


Oleh: Damai Hari Lubis

Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)


Berbagai indikasi menunjukkan bahwa Prabowo Subianto mulai “mengeksekusi” kebijakan-kebijakan penting yang merupakan warisan Jokowi. 


Langkah-langkah politik, ekonomi, dan hukum yang diambilnya semakin mempertegas bahwa Prabowo perlahan namun pasti mengikis pengaruh pendahulunya.


Namun, mayoritas rakyat tampaknya masih belum sepenuhnya menyadari implikasi dari langkah-langkah ini. 


Prabowo terus mempertontonkan “kesetiaan kamuflasenya” kepada Jokowi, bolak-balik menghadap mantan presiden tersebut. 


Bahkan, pada Senin, 10 Februari 2025, dalam Kongres ke-XVIII Muslimat NU di Jatim Expo, Surabaya, Prabowo menegaskan bahwa upaya memisahkannya dari Jokowi adalah sesuatu yang “lucu”. 


Ia juga mengungkapkan bahwa Jokowi adalah sosok yang memperkenalkannya kepada Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur terpilih 2024—pernyataan yang langsung dikonfirmasi oleh Khofifah dengan anggukan kepala.


Namun, sejarah politik sering kali penuh ironi. Bagaimana jika nantinya KPK yang dipimpin oleh figur-figur baru justru memproses kasus hukum Khofifah yang mengendap sejak 4 Juni 2024? Kasus ini berkaitan dengan dugaan penyimpangan saat ia menjabat sebagai Menteri Sosial periode 2014–2018. 


Jika hal ini terjadi, maka akan muncul pertanyaan: apakah hukum akan menciptakan kejutan yang mengecewakan atau justru memberikan keadilan yang tak terduga?


Sementara itu, langkah-langkah Prabowo dalam membatalkan kebijakan-kebijakan era Jokowi semakin kentara. 


Ia menolak Program TAPERA, menghalangi proyek strategis nasional (PSN) di PIK 2, serta membongkar praktik penguasaan lahan di Pantai Utara Pulau Jawa, Tangerang, yang melibatkan para taipan oligarki. 


Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN untuk menghentikan proyek ini menunjukkan bahwa ada tekanan publik yang cukup besar, terutama dari aktivis vokal. 


Fakta bahwa ratusan HGB dan belasan SHM diterbitkan secara manipulatif, serta dugaan bahwa beberapa kawasan yang sejatinya merupakan laut telah dijual kepada pihak asing, memperkuat asumsi bahwa oligarki masih berperan besar dalam dinamika kekuasaan di era Jokowi.


Di sisi lain, masyarakat masih menunggu perkembangan lebih lanjut terkait kemungkinan proses hukum terhadap Jokowi. 


Tidak hanya penulis yang berpendapat bahwa Jokowi layak dijatuhi hukuman seumur hidup tiga kali atau bahkan hukuman mati, tetapi pandangan serupa juga pernah disampaikan oleh Abdullah Hehamahua, mantan penasihat KPK. 


Menurutnya, berdasarkan Pasal 2 Jo. Pasal 3 UU Tipikor, Jokowi dapat dijatuhi hukuman mati atau setidaknya dipenjara hingga 70 tahun.


Seruan “Adili Jokowi” telah menggema di berbagai daerah, menunjukkan bahwa keresahan publik terhadap berbagai dugaan pelanggaran hukum yang melibatkan Jokowi masih sangat tinggi. 


Namun, respons yang muncul justru pengalihan isu, mulai dari penetapan status tersangka terhadap Hasto Kristiyanto hingga publikasi video-video tak relevan seperti Jokowi menaiki motor atau menandatangani motor.


Kini, pertanyaan besar yang tersisa adalah: akankah Prabowo benar-benar menegakkan hukum sesuai dengan janji yang ia lontarkan? 


Sebagai Presiden RI, ia memiliki kewajiban untuk memastikan supremasi hukum ditegakkan. 


Untuk itu, rakyat harus memberikan tekanan moral yang lebih besar kepada Prabowo, bahkan melebihi tekanan yang saat ini diberikan terhadap PSN PIK 2. 


Hukum yang tertinggi adalah keadilan, sesuai adagium salus populi suprema lex esto—keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.


Maka, jika hukum benar-benar ingin ditegakkan, tidak cukup hanya dengan retorika. Dibutuhkan aksi nyata yang menunjukkan bahwa kejahatan hukum di era Jokowi telah merugikan kepentingan nasional. 


Implementasi hukum harus mencerminkan tiga pilar utama: kepastian hukum (legality), manfaat hukum (utility), dan keadilan hukum (justice). Tanpa itu, keadilan hanya akan menjadi ilusi belaka. 


___ ___ ___


Prabowo vs Oligarki: 'Pertarungan di Balik Janji Politik Gelap'




Mengapa Prabowo Mengatakan Ada yang ingin memisahkan dirinya dengan Jokowi? apakah ini jawaban atas masalah-masalah ini? 


Jokowi dan polit biro oligarki mulai gusar dan murka bahwa Presiden Prabowo di anggap mulai melawan dan tidak mentaati dan memenuhi janjinya untuk tidak mengusik oligarki sesuai kesepakatan gelap di tenda camping IKN dan 3 poin kesepakan pertemuan tanggal 13 Oktober 2024 di Solo.


Ketidak ketaatan Presiden Prabowo, yang mulai mereka rasakan, antara lain :


Pertama: Pemerintah resmi menunda pemindahan aparatur sipil negara (ASN) ke Ibu Kota Nusantara (IKN), tanpa batas waktu yang ditentukan. 


Sesuai surat resmi yang diterbitkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) pada 24 Januari 2025.


Akan berdampak IKN mangkrak dan ujungnya UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN bisa di batalkan. 


Otomatis UU No. 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta juga bisa di batalkan.


Dampak lainnya sesuai pasal 55 UU DKJ, Gibran putra sulung Presiden Joko Widodo itu, akan menguasai kawasan aglomerasi, (Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi), akan rontok dan berantakan di tengah jalan.


Kedua: Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan kepada Kementerian dan Lembaga serta kepala daerah untuk melakukan penghematan. 


Hal ini ditegaskan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang berisi tentang efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025. Program kementerian oligarki di bawah kendali Jokowi akan sempoyongan.


Ketiga: Pidato Presiden Prabowo Subianto di berbagai kesempatan secara terus menerus agar semua pejabat negara bekerja demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu, arah untuk menisbikan peran Jokowi dan oligarki.


Keempat: Pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, di Menara Kembar Petronas, Kuala Lumpur, pada Senin, 27 Januari 2025. 


Disamping kesepakatan lainnya, dua pemimpin bersepakat bersama sama mengendalikan pengaruh program oligarki dan OBOR RRC (Xi Jinping), yang akan menguasai ekonomi dan politik aneksasinya sangat berbahaya akan menggilas kaum pribumi sama sama di rasakan sebagai ancaman yang serius.


Kelima: Presiden Prabowo Subianto mulai berani melawan kebijakan Jokowi dan oligarki, antara lain membongkar pagar laut di PIK 2. 


Bisa terjadi dengan teriakan dan perlawanan rakyat yang makin membesar akan menghentikan Program Strategi Nasional ( PSN ) milik Jokowi dan oligarki.


Jokowi melalui Grup WA KIM konon sudah di pagari anti sadap dan pertemuan dengan para menteri KIM yang telah masuk di Kabinet Merah Putih, bukan hanya mulai gelisah juga mulai mengatur ritme perlawanan bahkan akan melakukan sabotase kebijakan ekonomi dan politik Presiden Prabowo.


Gas LPG oleh Bahlil Lahadalia menteri ESDM titipan Jokowi, tanpa ijin presiden menyetop peredaran Gas LPG 3 adalah hanya salah satu tes ombak ( test the water ) Jokowi. Akan muncul sabotase yang lebih keras dan sadis.


Jokowi mulai aksi boikot Prabowo, kalau Jokowi dan Oligarki menganggap Prabowo lemah dan rentan mereka akan bersikap agresif dan bisa menyulitkan. 


Tetapi kalau mereka menganggap kuat atau sulit di duga dan mempunyai sumber daya yang tersembunyi mereka akan mundur. ***

Komentar

Terpopuler